Rebel Phase

74 8 0
                                    

Pete duduk di belakang kelas, jauh dari tempat biasanya, membiarkan pandangannya teralihkan ke luar jendela. Suasana di kelas semakin kacau dengan suara teman-teman kampusnya yang tertawa dan bercanda, tapi Pete tenggelam dalam pikirannya. Sudah satu bulan sejak pertunangan Vegas dan Enzy, dan sejak itu, hidupnya berubah drastis. Pete merasa hampa. Dia mulai bergaul dengan orang-orang yang disebut "anak nakal" di kampus. Mereka yang sering nongkrong di luar kelas, bolos, dan lebih suka menghabiskan malam di klub-klub kota daripada belajar.

Teman-teman baru Pete seperti Tawan dan Ken tidak peduli tentang nilai atau masa depan. Mereka hidup untuk hari ini, menikmati kebebasan yang penuh dengan alkohol, musik keras, dan lampu neon. Pete menemukan pelarian di sana. Setiap malam mereka pergi ke klub dan berpesta hingga pagi. Pete bahkan mulai membolos kelas-kelas penting, mengabaikan tugas, dan berkali-kali tidak muncul di kampus selama beberapa hari.

Kimhan dan Porchay menyadari keanehan pada sikap Pete beberapa minggu ini, tapi setiap mereka bertanya, Pete akan berdalih lelah dan ingin beristirahat. Pete juga terkesan menghindari dua sejoli itu.

"Ayo, Pete, malam ini ada pesta besar di klub baru. You in?" tanya Tawan dengan nada riang, menepuk bahunya.

Pete menatap Tawan, bibirnya membentuk senyum tipis. "Of course, I'll be there."

Setiap malam, Pete menenggelamkan dirinya dalam dentuman musik dan keramaian, berharap bisa melupakan semuanya, terutama rasa sakit yang dirasakan setiap kali dia mengingat Vegas. Dia tidak ingin memikirkan hubungan mereka lagi, karena itu hanya membuatnya semakin terluka.

----------

Suatu malam, ketika Pete dan teman-temannya sedang bersenang-senang di klub, tiba-tiba muncul seseorang yang tidak pernah dia duga akan datang ke tempat seperti itu.

Vegas.

Dia berdiri di pintu klub, mengenakan jaket kulit dan tampak sedikit tidak nyaman dengan suasana klub. Matanya dengan cepat mencari sosok yang dikenalnya, dan ketika pandangan mereka bertemu, Vegas segera mendekati Pete.

"Pete, we need to talk," suara Vegas terdengar tegas di tengah hingar-bingar musik.

Pete mendongak, menatap Vegas dengan tatapan datar. "I don't want to talk to you."

Vegas menahan napas sejenak, tampak frustasi. "I came because I'm worried about you. You need to stop hanging out with these people. They’re not good for you, Pete."

Pete berdiri dari tempat duduknya, tersenyum sinis. "Who do you think you are? Setelah semua yang terjadi? Kamu pikir kamu punya hak buat ngatur hidup aku?"

Vegas melangkah lebih dekat, suaranya melunak. "I just don’t want you to destroy your future. You’re better than this, Pete."

Pete tertawa kecil, tatapannya penuh kebencian. "Future? Kamu pikir aku peduli sama masa depanku? And once more, who do you think you are? Stop acting like you care. We have nothing between us, Vegas. Don’t try to control me."

Vegas terdiam, matanya berkabut dengan rasa sakit. Dia tahu ada kebenaran di balik kata-kata Pete, tapi tetap saja, dia tidak bisa melihat Pete terus tenggelam dalam lingkungan yang buruk.

"Pete, I—"

"Don’t!" Pete memotong ucapan Vegas, nadanya tajam. "Don’t act like you still care. Kamu udah buat pilihanmu, Vegas. I don’t want to hear your excuses. I can handle myself."

Vegas mencoba mengulurkan tangan untuk meraih Pete, tapi Pete mundur, melepaskan dirinya dari sentuhan itu. Dia menatap Vegas dengan dingin sebelum berbalik, meninggalkan Vegas di sana, berdiri sendiri di tengah keramaian klub.

Di pintu keluar, Pete berhenti sejenak, mengambil napas dalam. Dia ingin menangis, tapi tidak bisa. Tidak di sini. Tidak di depan Vegas.

Tanpa sepatah kata lagi, Pete melangkah keluar dari klub, meninggalkan semuanya, termasuk Vegas. (*)

Two of Us - Vegas Pete StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang