5. Pertahanan Hidup

18 7 0
                                    

Mata Kaili terpejam, sementara tangannya memeluk erat tubuh Shaka. Dia masih ingin hidup. Demi apa pun, pergi bersama Shaka adalah pilihan paling buruk karena selalu membuat nyawanya terancam! Musuh ada di mana-mana, Shaka pun sering kali membuat tubuhnya meninggalkan bekas luka. Pun dengan Ratu Annaki yang menghukumnya dengan hukuman militer hanya karena masalah sepele.

Dunia ini terlalu mengerikan untuk Kaili yang tidak mengerti apa-apa.

Kaili merasakan bajunya berkirbar-kibar, rambut yang sebagian masih terurai pun berterbangan sebab angin yang bertiup cukup kencang. Mata Kaili terbelalak saat perempuan itu menyadari Shaka membawanya melompat dari satu pohon ke pohon lain dengan begitu cepat.

"INI TERLALU TINGGI!" Kaili berteriak saat irisnya melirik ke bawah. Jantungnya berdebar hebat. Mereka bukan berada di tengah-tengah pohon, Shaka tidak memijakkan kakinya dari dahan satu ke dahan yang lain. Dia hanya menginjak puncak pohon, sekali puncak pohon! Yang mana jika Shaka melakukan kesalahan nyawa mereka yang menjadi taruhan.

"Kalau kamu nggak mau mati, jangan ganggu konsentrasi saya."

Singkat, padat, menyebalkan;

Jawaban Shaka tidak pernah sesuai dengan apa yang Kaili harapkan. Laki-laki itu masih membawanya berlari di atas udara, tubuhnya seolah tidak memiliki beban hingga dengan mudah dia berpindah tempat.

Persetan dengan surat yang diberikan pada Shaka tadi. Kaili yakin, tindakan Shaka ini dikarenakan surat yang entah siapa pengirimnya. Namun, dari mimik wajahnya, isi surat itu tidaklah sederhana.

Kaili mengeratkan pelukannya kala Shaka tiba-tiba melompat turun. Jantungnya berdebar bertalu-talu kali lebih cepat. Kaili dibuat merinding sebadan-badan.

"SAYA NGGAK MAU MATI!" Kaili lagi-lagi berteriak, Shaka mengendurkan pelukannya. Namun, perempuan itu kembali mengeratkan pelukannya pada tubuh Shaka sampaimereka mendarat sempurna dan kakinya berhasil menginjak tanah tanpa merasakan cidera apa pun.

Embusan napas lega terdengar dari mulut Kaili. Sumpah demi apa pun, hal seperti tadi lebih menegangkan dibandingkan naik pesawat terbang untuk kali pertama. Ini baru permulaan, entah apa yang akan terjadi lagi nanti ke depannya.

"Kamu pikir saya bertindak seperti tadi untuk apa kalau bukan untuk menyelamatkan nyawa? Kalau saja kamu menguasai ilmu bela diri, saya tidak akan kesulitan membawa kamu." Shaka berujar diiringi dengan dengkusan kasar. Lantas laki-laki itu berjalan lebih dulu meninggalkan Kaili yang masih menggerutu sebelum akhirnya mengikuti langkah Shaka menuju kamp.

Namun, langkah Kaili terhenti seketika saat mendengar Shaka menyebutkan namanya.

"Lata! Hukum pelayan Kai. Beri dia cambukan sepuluh kali dan minta dia untuk kuda-kuda sampai matahari terbenam."

Mendengar perintah yang dikeluarkan oleh Shaka, mau tidak mau perempuan itu melayangkan protesnya.

"Tunggu sebentar. Atas dasar apa saya dihukum? Luka di punggung saya bahkan belum kering, tapi Yang Mulia sudah ingin menambahkannya? Yang Mulia ingin saya mati?" Bisa dikatakan mulut Kaili sangat lancang. Dia berani berbicara lantang hingga membuat prajurit yang semula latihan bela diri mengentikan aktivitas mereka, lalu dengan bergerak seperti bayangan, tiba-tiba saja semua ujung pedang diarahkan padanya.

Kaili tergugu. Matanya melotot tidak percaya dengan pemandangan gila yang ada di depannya. Pun jantungnya yang seperti akan lepas saking kerasnya berdentum dalam sana.

Keberanian perempuan itu menciut. Ujung pedang yang mengkilap itu benar-benar terlihat mengerikan. Nyawanya bisa saja langsung melayang hanya dengan sekali tebasan ringan. Tidak ada tanda-tanda kalau Shaka akan menolongnya. Sialan!

Within a Hundred Days (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang