Shaka melambatkan laju kudanya saat mereka memasuki hutan lembah. Tiga hari lagi, mereka akan tiba di Kota Mucuna. Namun, sejak keluar dari Kota Louyan, Shaka selalu merasa ada yang tidak beres. Urusannya di Kota Louyan terbilang sangat lancar dan tanpa kendala berarti. Bahkan mereka percaya begitu saja dengan ucapan Kaili dan langsung menyetujui usai pertemuan pertama.
Terlalu lancar, terlalu sempurna, dan tidak ada kendala. Bukankah hal ini sangat tidak wajar? Bagaimanapun juga, Kota Louyan adalah salah satu kota yang memiliki banyak prestasi di bidang militer. Meski walikota mereka dikenal dengan reputasi buruk, suka menindas yang lemah, serta memanfaatkan jabatan dan korupsi sesuka hati, para penduduk tetap tidak berani melawan. Mereka akan selalu menuruti apa yang diperintahkan oleh sang pemimpin jika ingin bertahan hidup di sana.
"Ada apa?" Kaili bertanya saat Shaka menghentikan laju kuda yang mereka tumpangi saat ini. Melihat Shaka yang berhenti mendadak, semua orang-orang yang mengikutinya pun ikut berhenti. Shaka tidak langsung menjawab, pandangan laki-laki itu mengedar menatap sekeliling, banyak tanaman liar yang tumbuhan sisi-sisi jalan. Telinganya dia tajamkan, upaya bisa mendengar pergerakan sekecil apa pun di balik semak belukar itu.
Tangan Shaka mengepal saat menyadari mereka sedang diawasi. Sial, mereka berhasil membuat Shaka terjebak dan menghilangkan kewaspadaannya.
"Kita dikepung." Shaka berbisik menjawab pertanyaan Kaili. Kemudian laki-laki itu kembali melanjutkan perjalanan untuk membuat para pengepung itu melonggarkan kewaspadaan mereka. "Berhati-hatilah dan tetap waspada. Tajamkan penglihatan dan pendengaran kamu. Saya akan meminta Lata untuk mengalihkan perhatian."
Tidak ada cara lain selain melarikan diri. Mereka tidak mungkin melawan sebab sudah kalah jumlah. Jika memaksa, kemungkinan akan membuat luka baru dan butuh waktu untuk pemulihan. Shaka tidak ingin mengambil resiko besar. Bagaimanapun juga, pemberontakan di istana dan menghancurkan Ratu Annaki harus dia lakukan. Jangan sampai mereka tumbang sebelum kembali ke ibu kota.
"Kaili, dengarkan saya. Kemungkinan besar, orang-orang yang kita bawa dari Kota Louyan adalah orang yang sudah dikendalikan. Jika tidak bisa mengambil peluang, bukan hanya misi kita yang terancam gagal, tapi kita bisa mati dengan cara mengenaskan." Shaka berbisik, sementara tangannya kembali memacu kuda agar berjalan lebih cepat.
"Apa rencana kamu?" Kaili bertanya. Meskipun perempuan itu nampak tenang, tanpa menampilkan rasa khawatir, tapi Shaka tahu Kaili sangat gugup menghadapi situasi tidak terduga ini.
"Saya butuh bantuan kamu." Shaka mengeluarkan pil kecil dari balik pakaiannya. "Ini adalah racun yang bisa membuat kamu sakit perut. Minum ini untuk memberi alasan pada mereka agar kita bisa menunda perjalanan dan beristirahat di hutan ini."
Kaili langsung mengambil pil itu. Namun, dia tidak segera meminumnya. "Untuk apa saya repot-repot meminum racun? Saya bisa melakukan sandiwara apa pun. Lagi pula, nadi kita terhubung. Jika saya merasa sakit, bukankah kamu juga akan merasakannya? Bagaimana kalau mereka tahu kelemahan kita? Kamu mau mengantar nyawa, hah?!" Kaili berbicara dengan nada rendah. Namun, penuh penekanan di setiap kata yang dia ucapkan.
"Justru itu saya butuh bantuan kamu. Jika saya yang melakukannya, bukankah mereka akan langsung mengambil kesempatan untuk menyerang?" Shaka mempercepat laju kudanya. Mata laki-laki itu melirik ke arah Kaili yang mengembuskan napas kasar, lalu meminum pil yang tadi dia berikan. "Saya akan berikan penawarnya setelah kita menemukan tempat untuk beristirahat."
Shaka bergegas meminta Lata untuk mencari tempat bermalam. Dia juga sengaja berbicara dengan nada keras, mengatakan kalau Kaili sedang tidak sehat dan harus segera istirahat untuk memulihkan tubuhnya. Lata segera menjalankan perintah Shaka lalu menggiring semua orang menuju pinggiran hutan lembah.
"Kita akan istirahat di sini, Yang Mulia. Dekat dengan aliran sungai." Lata melaporkan usai mendirikan tenda untuk tempat beristirahat. Shaka mengangguk lalu membawa Kaili beristirahat di tenda.
***
"Penawar." Kaili menengadahkan tangan, meminta penawar racun pada Shaka setelah laki-laki itu membaringkan tubuhnya. Perutnya serasa ditusuk oleh jarum, tangannya bahkan muncul ruam. Entah racun apa yang digunakan Shaka untuk menipu orang-orang yang menargetkan mereka.
"Setelah minum ini, tubuh kamu akan pulih." Laki-laki itu berujar, lalu membantu Kaili meminum cairan dari botol kecil yang berada di tangannya.
Kaili memejamkan mata saat merasakan rasa pahit yang masuk ke tenggorokannya. Jika bukan demi melancarkan misi, dia tidak akan melakukan hal yang membahayakan nyawa semacam meminum racun. Kaili bisa melakukan apa pun. Namun, meminum racun? Hanya orang seperti Shaka yang mampu mengambil resiko seperti ini.
"Kapan kita akan pergi?" Kaili berbicara setelah merasa efek racun yang dia minum mulai menghilang. Matanya melirik ke arah Shaka yang berdiri sembari melihat ke arah kertas yang ada di tangannya. Perempuan itu perlahan bangkit dari posisinya, lalu berjalan menghampiri Shaka. "Peta?" Kening Kaili berkerut samar usai melihat kertas di tangan Shaka.
"Benar." Shaka memutar badan, menghadap Kaili sepenuhnya lalu kembali berkata, "Saya sudah meminta Lata untuk membawa pasukan bayangan yang sudah berlatih di Kota Mucuna untuk datang ke Desa Longta. Ini adalah desa yang paling dekat dengan ibu kota. Namun ... saya belum bisa memastikan siapa orang yang mengendalikan orang-orang Louyan. Jika menunggu Lata dan pasukan bayangan tiba, kita bisa mati di sini dan identitas kamu sebagai pemilik energi sin akan diketahui oleh Ratu Annaki."
Kaili bergeming sesaat, lalu perempuan itu berjalan menuju pintu tenda. Ada banyak orang-orang Louyan yang berjaga, sementara pasukan bayangan hanya tersisa sekitar dua puluh orang.
"Saya punya cara untuk mengalihkan perhatian mereka." Dua sudut bibirnya terangkat membentuk bulan sabit. Dia kemudian melempar pandang ke arah Shaka sembari menepuk bahu laki-laki itu. "Gunakan kekuatan bayangan kamu untuk membuat kuda-kuda itu mengamuk."
Matahari belum terbenam, bagian dapu sedang memasak hidangan makan malam dari persedian yang mereka bawa. Dari raut wajah orang-orang itu, mereka nampak kelelahan. Jika membuat mereka sekali lagi kewalahan dengan kuda-kuda itu, Kaili yakin mereka tidak punya cukup banyak tenaga untuk melawan apalagi sampai menumbangkan musuh.
"Pergi keluar dengan wajah pucat kamu. Minta salah satu pasukan bayangan untuk mengantarkan kamu pergi ke sungai. Pada saat kamu pergi, mereka akan disibukkan dengan kuda yang lepas kendali." Shaka berujar, lalu laki-laki itu menunduk, mengambil sabuk milik Kaili dan memasangkannya di pinggang perempuan itu. "Gunakan jarum perak yang sudah diberi racun darah ini jika ada yang menyerang."
Kaili mengangguk. Rencana Shaka cukup membuat nyawanya aman. Tangannya lantas terangkat, mengambil tangan Shaka sebelum berujar, "Tolong tepati janji kamu."
Shaka tersenyum menenangkan, laki-laki itu kemudian berjalan, menipiskan jarak antara dia dan Kaili. Tangannya memegang wajah Kaili, mengusapnya dengan lembut sebelum melabuhkan ciuman di keningnya cukup lama.
"Jangan khawatir. Saya tidak akan mengingkari janji yang sudah saya buat."
***
Selesai ditulis tanggal 28 Oktober 2024.
Sempat stuck dan ga mood buat nulis. Alhasil baru bisa update lagi. Mungkin nanti malam bakal update lagi. Tunggu aja.
See u!
Luv, Zea😍🔥
KAMU SEDANG MEMBACA
Within a Hundred Days (TAMAT)
Historical FictionKaili terjebak di dunia aneh! Karena penyakit aneh yang diderita oleh Kaili, dia diberi pilihan oleh gurunya, mati ditelan oleh penyakit atau pergi ke dimensi lain untuk menjalankan misi agar penyakitnya bisa sembuh sepenuhnya. Kaili masih muda, d...