7. Penyerangan Pangeran Erdu

23 5 0
                                    

Shaka memang manusia gila!

Bisa-bisanya dia menusukkan ratusan jarum perak ke tubuh Kaili hanya karena ingin memakai racun darahnya! Kata Shaka, racun darah di tubuh Kaili lebih mujarab daripada racun mematikan yang mereka kembangkan. Namun, apa harus melakukannya dengan cara gila seperti ini?!

Perempuan itu meringis saat tangannya perlahan membuka sabuk penyimpan jarum perak yang ada di pinggangnya. Darah masih keluar dari tubuhnya, sementara tidak ada satu orang pun yang datang untuk membalut lukanya.

"Dasar manusia batu! Jadi batu aja sekalian!" Kaili menggerutu. Sesekali perempuan itu meringis saat melihat banyak luka tusukan jarum di perutnya. Kalau sudah seperti ini, siapa yang kiranya mau mengobati lukanya? Semua prajurit yang berada di barak tidak ada yang satu gender dengannya. Semuanya laki-laki.

"Orang sial mana yang kena sumpah serapah kamu?" Shaka masuk dan berjalan mendekat ke arah Kaili. Namun, perempuan itu sama sekali tidak terkejut atas kehadirannya yang tiba-tiba. Sudah biasa.

Sembari memasang wajah masam, Kaili berbicara ketus, "Ngapain kamu di sini? Mau nambahin luka saya?"

Tangan Kaili dengan aktif mengenakan pakaian untuk menutupi tubuhnya yang terekspos. Matanya mendelik kesal ke arah Shaka yang duduk di sampingnya usai meletakkan kotak obat di meja.

"Yang mengetahui identitas kamu sebagai perempuan itu cuma saya dan Lata. Dan satu-satunya orang yang pernah melihat tubuh kamu juga saya. Jadi, hanya saya yang bisa mengobati luka kamu." Shaka berbicara tanpa beban. Seolah apa yang diucapkannya adalah hal lumrah.

Kaili tercengang. Shaka ini ... mulutnya memang tidak memiliki filter atau bagaimana? Berbicara sekenanya saja tanpa memikirkan dampak dari ucapannya.

"Oh. Lantas kamu pikir saya perempuan apa? Sini obatnya. Saya tidak butuh bantuan dari Yang Mulia."

Apakah menurutnya Kaili perempuan yang mudah ditindas hanya karena kata-kata kejamnya? Meskipun apa yang dikatakan Shaka benar adanya, memang hanya dia yang pernah melihat tubuh Kaili, tapi apa harus mengatakannya terus terang begitu? Cih!

Seolah tidak mendengar apa yang dikatakan Kaili barusan, laki-laki itu justru mengangkat tubuhnya yang duduk di kursi, membawa Kaili dan mendudukkannya di atas ranjang.

"Kamu tidak punya hak untuk mengatakan hal itu, Kai." Shaka berujar tepat di hadapan wajah Kaili. "Sekarang buka sendiri baju kamu atau saya sobek."

Suara Shaka yang berat terdengar rendah membuat Kaili yang semula enggan tidak berani lagi macam-macam. Shaka ini tipe manusia gila, yang kalau ditentang bukannya berhenti malah makin menjadi. Meskipun Kaili berani melawan, tapi tidak menutup kemungkinan kalau Shaka akan melakukan hal yang sebelumnya tidak pernah Kaili bayangkan.

Mengembuskan napas panjang, Kaili membuka tali pakaiannya, lalu membiarkan sebagian tubuhnya terekspos hingga menyisakan kain yang menutupi dadanya.

Kaili meringis sembari memejamkan mata saat Shaka menaburkan bubuk obat di lukanya. Perih sekali. Shaka sialan! Kalau bukan karena kelakuan gilanya, Kaili tidak mungkin menderita seperti ini.

"Selesai," ujar Shaka usai membalut lukanya dengan kasa. "Nanti Lata akan mengantarkan makan malam. Setelah itu kamu istirahat. Besok pagi kita harus berangkat."

Kaili diam saja sambil mengenakan pakaiannya tanpa mengeluarkan sepatah kata pun dari mulutnya, membiarkan Shaka berlalu begitu saja keluar dari tendanya.

"Sepertinya ... dia benar-benar menganggapku laki-laki?" Kaili bergumam setelah kepergian Shaka.

Benar juga. Jika diingat-ingat kembali, Shakalah yang selalu mengobati luka-luka di tubuhnya. Kaili tidak pernah mengobati lukanya sorang diri sejak berada di dunia ini, selalu Shaka yang datang membantunya. Kalau sekali saja dia menganggap Kaili sebagai perempuan, tidak mungkin kan kalau laki-laki itu tidak tergoda?

Within a Hundred Days (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang