13. Penyamaran Terungkap

14 3 0
                                    

Kaili tidak tahu dia berada di mana setelah membuka mata. Semua nampak asing. Ruangan terbuka yang dikelilingi oleh banyak tanaman yang sama sekali tidak Kaili kenali. Perempuan itu meringis saat merasakan nyeri di dadanya ketika hendak bangkit dari posisinya yang berbaring di ranjang kayu.

"Di mana dia?" Di tempat ini, Kaili sama sekali tidak melihat keberadaan Shaka. Tidak mungkin laki-laki itu mati, bukan? Shaka adalah orang yang selalu berhati-hati dalam mengambil tindakan. Dia tidak mungkin melakukan sesuatu yang membahayakan nyawa.

"Setelah mengeluarkan kekuatan besar, tubuh kamu sama sekali tidak cocok untuk melakukan banyak pergerakan. Istirahat dengan benar, Kaili."

Pucuk dicinta, ulam pun tiba. Baru saja dia memikirkannya, laki-laki itu sudah muncul dengan sendirinya. Kaili tidak melawan, dia kembali merebahkan tubuhnya di ranjang sembari melihat ke arah Shaka yang berjalan membawa nampan ke arahnya.

"Saya sudah membuatkan ramuan untuk memulihkan tubuh kamu." Shaka kembali berujar usai meletakkan nampan di meja samping ranjang. Laki-laki itu lantas membantu Kaili untuk duduk bersandar pada kepala ranjang.

"Apa yang terjadi? Dan di mana kita?" Kaili bertanya dengan raut khawatir di wajahnya.

"Kita sedang berada di rumah yang disediakan oleh pemimpin desa. Selama beberapa waktu ke depan, kita akan tinggal di sini sampai saya bisa menguasai ilmu waktu." Shaka menjelaskan dengan tenang. Tangannya dengan terampil mengaduk ramuan yang ada di mangkok kecil menggunakan sendok lalu mengambil ramuan itu dan menyodorkannya ke depan mulut Kaili. "Minum obatnya agar tubuh kamu cepat pulih."

Kaili tidak menolak. Perempuan itu membuka mulut, menerima suapan obat yang diberikan Shaka sampai ramuan obat dalam mangkok itu habis. Matanya memejam sesaat lalu melempar tatap ke arah Shaka yang meletakkan mangkok kosong di meja samping ranjang.

"Saya pikir, saya akan mati." Kaili berujar sembari mengukir senyum tipis di bibir. "Tapi ternyata tidak. Nyawa saya lagi-lagi diselamatkan oleh Yang Mulia."

Andai saja dia tidak bertemu dengan Shaka saat memasuki dunia ini, mungkin nasib Kaili akan berbeda. Dia mungkin akan berjuang sendiri menjalankan misi yang diberikan oleh gurunya. Atau bahkan, jika Kaili tidak bertemu dengan Shaka, dia sudah mati mengenaskan sejak lama. Hanya dengan mengandalkan racun dengan kemampuan kecilnya untuk bertahan, Kaili tidak yakin bisa hidup seperti sekarang.

"Mulai sekarang jangan terlalu formal saat berbicara sama saya." Tangan Shaka terangkat, menyentuh rambut Kaili yang terjuntai. Sembari mengaitkan rambut perempuan itu ke belakang telinga, Shaka kembali berujar, "Panggil saya Shaka atau ... suami."

Kening Kaili berkerut mendengar ucapan Shaka yang terkesan melembut. Tunggu dulu, sepertinya Shaka memang menunjukkan sisi lembutnya sejak dia datang dan membawakan obat untuknya. Laki-laki itu bahkan tidak segan menyuapinya ramuan, padahal jika diletakkan saja, Kaili pasti akan meminumnya sendiri.

"Baiklah, Suami." Mungkin karena mereka berada di kediaman pemimpin desa, makanya Shaka meminta agar berhati-hati dengan jangan terlalu bersikap formal dan menunjukkan kalau dia dan Shaka seolah pasangan suami istri yang harmonis.

Shaka menampilkan senyum puas. Tangan laki-laki itu lantas terangkat menepuk puncak kepalanya dan berujar, "Istri yang baik. Ke depannya, kamu tidak perlu lagi menyamar sebagai istri saya. Karena setelah malam ini, kamu tidak lagi berstatus sebagai istri pura-pura melainkan istri sungguhan."

Punggung Kaili yang semula bersandar santai langsung dia tegakkan usai mendengar ucapan Shaka. Mata perempuan itu melotot ke arah Shaka yang justru bersikap santai dengan melipat tangan di depan dada.

"Kenapa? Kenapa tiba-tiba saya harus menikah sama kamu?"

Kaili diminta menyamar menjadi laki-laki, dia lakukan. Diminta menyamar sebagai pengawal pribadi, dia lakukan. Bahkan saat Shaka memintanya untuk menyamar menjadi istri pun, Kaili masih bersedia melakukannya. Namun, menikah? Tidak pernah ada dalam bayangan Kaili. Dia dan Shaka jelas berada di dunia yang berbeda. Dan kenapa pula mereka harus menikah? Bukankah semua lancar-lancar saja? Atau ... justru sebaliknya?

"Mau bagaimana lagi? Pemimpin desa sudah mengetahui identitas saya sebagai Pangeran Shaka. Dia juga mengetahui identitas kamu yang sama sekali bukan istri saya." Shaka berujar sembari memotong buah apel yang tersedia di meja samping ranjang.

"Tapi ... bukannya kamu hebat? Kenapa tidak bisa berkilah? Kenapa kamu tidak berisi keras menentang semua ucapannya?" Kaili masih tidak terima. Menikah? Dengan manusia seperti Shaka? Yang benar saja! Bagaimana nasib hidupnya kelak?

"Dan membiarkan kita mati sia-sia? Sudahlah, perkara menikah tidak perlu didebatkan. Hanya status kita yang berubah. Tidak akan ada bedanya." Selanjutnya Shaka berdiri meninggalkan Kaili yang hanya bisa menatap punggung laki-laki itu menjauh.

***

"Shaka gila! Tidak berperasaan! Bisa-bisanya dia langsung menyetujui ingin menikah denganku?"

Jimat pelindung hati yang dipasangkan oleh pemimpin desa dalam tubuhnya membuat Shaka bisa mendengarkan isi hati Kaili. Laki-laki itu terkekeh kecil, entah kenapa membuat Kaili kesal terasa menyenangkan. Perempuan itu sama sekali tidak repot-repot menyembunyikan ketidaksetujuannya menikah dengan Shaka.

"Sepertinya kejadian besar kemarin cukup memicu keberaniannya." Biasanya mana berani Kaili menentang keputusan Shaka. Perempuan itu akan setuju-setuju saja dengan semua yang sudah dia tentukan. Paling-paling Kaili hanya menunjukkan wajah masam jika tidak menyukai keputusan yang dibuat Shaka, tapi tidak menentangnya.

Pemimpin desa ini memang tidak sederhana. Dia bahkan langsung bisa menebak identitas Shaka tepat sasaran. Namun, tidak dengan Kaili. Pemimpin desa hanya mengatakan kalau Kaili bukanlah orang biasa.

Shaka tidak lupa bagaimana pemimpin desa menanam jimat pelindung hati di tangannya. Setiap perkataannya Shaka rekam dengan jelas dalam ingatan.

"Ternyata Pangeran Shaka tidak seperti yang dirumorkan orang-orang." Pemimpin desa berkata kala itu setelah membawa mereka ke kediamannya.

"Bagaimana Anda tahu kalau saya adalah Pangeran Shaka?" Shaka sudah berpenampilan layaknya orang biasa. Dia juga sudah menyembunyikan aura—ah, Shaka lupa. Dia baru saja mengeluarkan energi besar untuk melewati mekanisme terakhir ini. Orang biasa tidak akan bisa mendeteksi aroma energi Cos. Namun, lain halnya jika orang itu adalah pemimpin desa yang memiliki reputasi luar biasa. Mungkin dia mengetahui identitas Shaka lewat aroma energi yang tersisa.

"Tidak perlu bertanya. Pangeran Shaka dengan dia tidak memiliki hubungan apa pun. Namun, kalian berani masuk ke wilayah saya dengan menyamar sebagai suami istri. Pangeran Shaka ... sudah terlalu lancang." Pemimpin desa berbicara dengan nada rendah. Namun, sudah mampu mengeluarkan aura yang membuat Shaka merasa segan terhadapnya.

"Sedangkan dia ...." Pria yang berpakaian serba putih itu meneliti Kaili dari ujung kepala hingga ujung kaki sebelum kembali berujar, "Dia bukan manusia biasa. Kekuatan yang ada dalam tubuhnya bahkan bisa melampaui kekuatan yang ada pada tubuh Pangeran. Dia jodoh yang tepat untuk Pangeran. Tampaknya, takdir memang selalu membawa kebenaran. Pertemuan kalian adalah sebuah anugerah untuk dunia ini."

Pemimpin desa lantas kembali mendekati Shaka yang masih terbaring lemah di ranjang, lalu mengambil salah satu tangan Shaka sebelum kemudian memasang jimat di tangan laki-laki itu sembari berkata, "Hal yang baik akan segera tiba. Pangeran dan nona ini harus segera menikah agar tidak terjadi sesuatu yang buruk ke depannya. Berikan juga dia ramuan dari inang bunga kembar untuk memperkuat kekuatan dalam tubuhnya."

***

Selesai ditulis tanggal 12 Oktober 2024.

Nah, loh ... nikah beneran.

Bonus foto Kaili.

See u gessss

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


See u gessss.

Luv, Zea😘

Within a Hundred Days (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang