Bitha meringkuk di sofa sambil memegangi perutnya. Sebelumnya ia sudah mengecek isi kulkas, ternyata apa yang dikatakan Galen memang benar. Isi kulkas di rumah ini sangat lengkap. Begitu kulkas dibuka, Bitha menemukan telur, daging, ayam, ikan, tahu, tempe dan berbagai macam sayuran. Dari semua bahan yang ada, tidak ada satu pun yang bisa dimasak oleh Bitha. Karena pada dasarnya perempuan itu tidak memiliki kemampuan masak sama sekali.
Ketika mendengar suara pintu terbuka, Bitha bangun dari posisinya. Matanya menangkap sosok Galen keluar dari kamar. Matanya terus mengikuti pergerakan laki-laki itu. Saat melihat Galen bergerak ke arah dapur, buru-buru Bitha mengikut laki-laki itu.
Galen yang merasa diikuti sontak membalikkan badan. Mungkin karena terlalu tiba-tiba, membuat Bitha kaget dan menabrak tubuhnya. Tangannya refleks memegang lengan perempuan itu agar Bitha tidak terjatuh. Entah karena ia memegang terlalu keras, membuat Bitha mengadu pelan. Setelah memastikan Bitha tidak akan terjatuh, akhirnya ia melepaskan pegangan pada lengan perempuan itu.
"Mas jangan berhenti tiba-tiba."
"Kamu jangan jalan di belakangku," ucap Galen dengan tajam. Kemudian ia mengambil bahan-bahan yang ada di kulkas dan mulai memasak.
Bitha mencebik kesal. Matanya tetap memperhatikan pergerakan Galen. Karena merasa lapar akhirnya ia menurunkan gengsinya dan mendekati Galen yang sedang sibuk memasak.
"Kamu ngapain di sini?"
Bitha meneguk air liurnya susah payah saat mendengar nada tajam yang keluar dari mulut Galen. "Mas lagi masak apa?" tanyanya pura-pura basa-basi.
"Emang kamu nggak bisa lihat?"
Bitha menguatkan dirinya mendengar nada suara dan tatapan Galen yang sangat tajam. Meski saat ini Galen sedang menatapnya seakan ingin menelannya bulat-bulat, tapi ia tetap saja bertanya pada Galen. "Kenapa nggak minta dimasakin Bi Umah, Mas? Kan masakan Bi Umah enak."
"Lebih enak masakanku sendiri."
Mendengar itu, membuat Bitha mendengus pelan. "Mas, aku belum makan," ucapnya nyaris berbisik.
"Yaudah, gantian aja masaknya. Aku cuma masak makanan simple kok."
Bitha berdeham keras, melancarkan tenggorkannya. "Boleh sekalian dimasakin nggak, Mas?"
Galen menatap Bitha dengan tajam. Perempuan mungil itu hanya menunduk ketakutan setelah melontarkan permintaan padanya.
"A-- aku belum makan dari pagi," ucap Bitha mengangkat pandangannya. Ia menatap Galen dengan memasang tampang memelas.
"Kenapa nggak makan?"
"Nggak bisa masak."
Galen membuang napas keras. "Yaudah."
Bitha menahan diri agar tidak mengembangkan senyum lebarnya. "Yaudah apa, Mas?" tanyanya memastikan.
"Yaudah aku masakin sekalian."
Senyum Bitha sudah tidak tahan untuk merekah sempurna. "Beneran, Mas?" tanyanya antusias.
Masih dengan wajah datar dan dinginnya, Galen mengangguk. Kemudian ia mengusir Bitha dari sisinya agar tidak mengganggunya ketika sedang memasak.
Bitha tidak merasa tersinggung ketika disuruh pergi oleh Galen. Akhirnya ia memilih duduk di meja makan. Karena tidak ada pembatas antara ruang makan dan dapur, membuat Bitha bisa leluasa memperhatikan Galen yang sedang memasak. Rasanya ia tidak percaya, perawakan Galen yang tinggi dan besar bisa begitu lincah di dapur. Tangan Galen seperti sudah terlatih untuk memotong dengan gerakan cepat.
"Mas Galen," panggil Bitha yang sukses membuat Galen menghentikan kegiatan memasaknya, membalikkan tubuh menatapnya. Karena merasa takut untuk mengungkapkan apa yang ada di pikirannya, akhirnya perkataannya hanya bertahan di ujung lidah tanpa bisa keluar. "Nggak jadi, Mas."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bitha for the Beast
ChickLitMenjadi putri dari pasangan pengusaha dan cucu seorang politikus terkenal membuat hidup Tsabitha Alisha Mahawira tidak bisa bebas. Perempuan yang biasa dipanggil dengan nama Bitha selalu memiliki pengawal yang selalu mengikutinya, mencegah dirinya a...