Chapter 22 (COMPLETED)

0 0 0
                                    

~Aku masih ingat malam pertama itu
Kita terjaga semalaman mengobrol hingga fajar menyingsing
Berbagi rahasia dan mimpi
Dalam keheningan malam
Aku teringat aku pernah berpikir
bahwa aku akan mendengarkan suaramu selamanya
disaat itu aku tahu bahwa aku sudah jatuh sedalam-dalamnya padamu,
Tapi sekarang dalam keheningan
aku mengingat juga malam terakhir ketika kata-kata berubah menjadi diam
aku ingat patah hati itu
menandai akhir dari cerita kita~

***

Hari ke seratus dua puluh enam. Empat hari lagi masa magang ini akan selesai. Rasa yang awalnya enggan berlama-lama disini kini berubah menjadi enggan meninggalkan tempat ini.
Sebenarnya yang berat itu adalah bukan meninggalkan tempatnya namun seseorang dan kenangannya.

Aku berangkat belakangan hari ini. Sepertinya mas Mora sudah berangkat duluan karena aku tidak menemukan sosoknya di mobil ini. Aku mengecek ponselku dan menemukan pesannya.

Mas Mora: Belum berangkat by?

Me: udah mau nyampe sayang

Me: kamu udah nyampe kan?

Mas Mora: Udah sayang

Me: ngantri bensin tdi lama

Mas Mora: Xixixi allright babe

Setelah aku tiba, aku berniat untuk mampir ke ruangannya untuk mengajaknya makan namun sebelum itu aku mengirimkan pesan padanya dahulu.

Me: udah sarapan?

Mas Mora: Belum by

Me: hayuk mam

Mas Mora: Udah nyampe?

Me: iyaa beb

Me: udah rame ya di atas?

Mas Mora: ruang kerjaku aku sendiri babe

Me: serius

Mas Mora: Iyaa sayang pada diruang sebelah

Entah mengapa hari-hari belakangan ini aku tidak bisa fokus dan mood dalam memulai hariku tanpa mengganggunya sebelum bekerja. Aku bergerak cepat naik ke ruangannya seolah akan kehilangannya bila hanya berjalan santai. Rasa ingin bertemu dengannya semakin hari semakin menggila.

Aku tersenyum sumringah ketika membuka pintu ruangannya dan melihat nya sedang duduk di kursinya dengan raut wajah yang ceria. Aku berlari kecil kearahnya dan segera mencari target-ku.
Dia segera menutupi area perutnya dan memasang wajah memohon belas kasihan.

"Iya deh ngga"

Seperti biasa aku memberikan kecupan bertubi-tubi di wajahnya sebelum dia menarikku ke dekapannya dan memagut bibirku, bibirnya terasa manis dan candu. Mendadak ruangan ini terasa panas. Rasa ini menggelitik hatiku. Aku terbuai dalam intimnya ciuman ini. Hingga kami berhenti setelah tersadar jika diteruskan maka tidak akan berakhir dengan baik.

"Hihihi, ayok makan dulu"

Dia terkekeh dan mengusap lembut wajah ku, "iya sayang after you"

"Janji yaa"

129 DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang