first day when we met, and i loved you. but know, it just loved you, and it's hurt.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
────୨ৎ────
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Jaevan menenangkan gadis yang terisak sedari tadi di pelukannya itu, "nggak Sya, lo gak egois, wajar lo ngerasa gitu"
"Jae, apa gue setelat itu? gue ngerasa Haekal emang udah lupain gue, gue bisa ngelihat dari mata dia waktu natap Gaby, gue ngerasa Haekal---Jae gue gak bisa" ucap gadis itu meluapkan apa yang ia rasakan.
"gak Sya, lo gak telat, Haekal gak akan berubah, gue udah lama hidup bareng dia, dan he's still love and loving you until now"
Vasya menghela napasnya, "mungkin iya, tapi gak sebesar dulu, gue rasa cinta dia sekarang udah kebagi Jae, mata yang gue lihat tadi bisa menjelaskan semuanya"
Jaevan kalah, gadis itu tidak bisa ia lawan, "kalaupun iya, apa lo bakal pergi?"
Vasya diam sejenak, kemudian menggeleng, "gue gak akan lari dengan penyesalan lagi Jae, kalau emang Haekal akhirnya leaving me, ya itu hak dia, dan gue gak akan lari lagi"
"Sya" Jaevan menggenggam punggung tangan gadis itu seakan menyalurkan kekuatan miliknya.
"banyak yang sayang sama lo di sini, gue harap bukan cuma Haekal yang jadi pertimbangan lo stay di sini" ucapnya menatap gadis itu lekat.
"pikirin Chandra, Melvin, Raja, Jesa yang lo harus lihat anak dia suatu saat nanti, gue, emang lo gak kepo gue bakal nikah sama siapa nanti? dan Jenan. Lo tau dia bakal jadi orang pertama yang selalu membuka kedua tangan buat nerima lo lagi" lanjut Jaevan
Vasya menggeleng ragu, "Jenan....gue gak nyangka masalah dia ternyata.."
Jaevan menatap senja dari atap rumah sakit itu, "Jenan dari kecil udah hidup terpisah sama orang tuanya, dia biasa sendiri di rumah, cuma sama sopir dan pembantu panggilan"
