22. Pembelaan

10 3 0
                                    

"Kadang, yang kita butuhkan bukan permintaan maaf, melainkan seseorang yang mau mendengarkan tanpa prasangka."

_Umbrella Putri Dhikara_

○•°☆☆☆☆°•○


"Bagus ya kamu! Baru juga sembuh udah kelayapan aja, tau waktu gak!"

"Ayah, aku gak kelayapan, ada yang ngunci aku di toilet sekolah tadi–"

"Jangan alasan! Siapa juga yang ngelakuin itu? Kamu punya masalah apa sama orang? Sekolah yang bener jangan cari perkara!"

"Ayah kenapa gak percaya? Aku udah bilang kebenarannya, dan aku gak punya masalah sama siapapun kecuali.. Kak Senja"

"Apa-apaan lo bawa bawa gue?!"ucap Senja tersinggung.

"Kakak kan dalangnya? Pasti kakak suruh temen kakak buat ngelakuin itu?!"

"Apa buktinya gue lakuin itu? Gue gak punya waktu buat lakuin hal gak berguna kayak gitu!"

"Udah. Stop! Bella, gak mungkin kakak kamu yang lakuin itu. Kalau salah tinggal minta maaf bukan nyeret orang lain kepermasalahan!"

"Aku gak salah! Ayah aja yang gak percaya sama aku!"ucap Umbrella dengan tegas.

"Umbrella!"ucap Dhikara dengan keras

Umbrella memejamkan mata saat suara keras sang ayah masuk ke indera pendengarannya.

"Mas!"

"Udah! Aku minta maaf yah... kalian jangan ribut, maaf tante.."Ucap Umbrella lalu berlalu pergi masuk ke kamarnya.

Rina dan Dhikara sama-sama tidak berkata hanya berdiri memandang kepergian Umbrella.

"Mas, apa-apaan sih. Kok Mas main teriak-teriak aja! Bella udah jelasin kan alasannya? Benar kata bella, Mas kamu aja yang gak percaya"

"Maksud Mama?, Mama juga percaya kalau aku yang lakuin itu?"Senja tak percaya.

"Gak, maksud Mama.. mungkin beneran ada yang jahil sama bella, tapi mama gak nuduh kamu yang lakuin kak.., maaf mama– "

"Udah lah, sekarang anak kalian tuh dia.  lupain aku, urus tuh si anak haram!"

"Senja..?!" Senja melangkah pergi menuju kamarnya, dapat Rina lihat air mata yang sudah membasahi putrinya itu. Tapi ia tak bisa mengejarnya sekarang.

"Tambah rumitkan masalah? Kamu sih Rin!-"

"Aku? Kamu juga mas! Kamu gak lupa sama kondisi Bella? Kamu mau dia sakit lagi?"

"Rin, aku cuman khawatir dia pulang telat gak ngasih kabar, itu salah dan aku mau dia minta maaf karena itu! Terlepas dari apa alasannya"

"Kamu gak perlu ninggiin nada bicara kamu juga kan mas?"

"Anaknya sendiri yang mancing—"

"Kamu harus bisa tahan emosi kamu, Mas. Inget sama kondisi bella!"tegas ulang Rina

"Aku kelepasan, aku khawatir sama dia Rin."

Rina menghela napas dalam, "Aku tahu kamu khawatir tapi lain kali jangan apa-apa pake emosi, Mas. Aku mau ke kamar senja dulu. Kamu lihat Bella gih, bicara baik-baik sama dia"ucap Rina

***

Sampainya di kamar. Umbrella langsung merebahkan tubuhnya di kasur, hari yang panjang dan melelahkan ia hadapi hari ini.

Dikunci di toilet, obat hilang, Ryan, penyakit yang kambuh dan Sang Ayah yang tak mempercayainya. Sudah cukup berat untuknya.

Tak pernah ada tenang barang sehari saja semenjak ia tinggal di rumah ini, Umbrella selalu berusaha untuk beradaptasi dan membuat semua orang bisa menerima kehadirannya tapi jalannya tak semulus itu.

"Umbrella.. gue gak bisa menjauh dari lo. Gue gak mau! Tolong ijinin gue buat jaga lo"

Ucapan Ryan terus saja memenuhi pikirannya, Umbrella kira setelah hari dimana ia mengatakan untuk Ryan menjauhi dirinya semua akan selesai tapi kenyataannya lelaki itu tak gentar dan malah semakin mencari interaksi dengannya.

Umbrella beralih posisi menjadi duduk saat merasa tak nyaman bernafas dan nyeri di dadanya. Umbrella mencoba tenang namun bukannya membaik malah bertambah sakit.

Umbrella benci bagaimana perasaan dan pikirannya sering kali membuatnya kambuh.

Umbrella membuka laci lalu mengambil tabung kecil berisikan pil pait yang selama ini menopang hidupnya dan segera meminumnya.

Saat ia tengah berjuang meredakan sakit suara notifikasi ponsel terdengar menampilkan pesan tak ramah masuk dari sang Kakak.

Kakak🎀

|Tujuan dan mau lo apa sih
sebenernya?!

|Lo buat Ayah sama Mamah GUE
marahan?

|Bisa gak sih lo pergi aja
dari rumah ini?

|KEHADIRAN LO DISINI CUMAN
BUAT KELUARGA GUE HANCUR!

.
.

Umbrella membuka matanya, ia merasakan sebuah masker oksigen sudah terpasang menutup hidung dan mulutnya. Terakhir yang Umbrella ingat sebelum gelap dan nyeri di dada menyambutnya adalah pesan dari sang Kakak. Bukan, ini bukan salah senja ini sepenuhnya salah tubuhnya yang lemah. Satu yang Umbrella syukuri adalah ia terbangun masih di ruangan yang sama, kamarnya.

"Bella, masih sakit gak, nak" Suara lembut menyiratkan kecemasan Rina menyapa indera pendengarannya.

"Sedikit"ucap lirih Umbrella

"Maafin Ayah, ya. Ayah tadi khawatir banget sama bella. Bella punya masalah nak? cerita aja sama Mama, siapa tau bisa bantu?"

Umbrella menggelengkan kepalanya. Entah mengapa ia jadi sensitif, perlakuan Rina selalu membuatnya teringat mendiang sang Bunda. Tanpa sadar Umbrella meneteskan air matanya.

"Lho kok nangis? Kenapa dek, apa yang sakit bilang ke Mama"ucap cemas Rina

"Makasih.. Ma"ucapan lemah Umbrella membuat Rina terdiam sesaat lalu setelahnya ia mengulas senyum hangat.

Ini adalah pertama kalinya Umbrella memanggil dirinya dengan panggilan 'Mama'. Rina bahagia, sangat bahagia.

"Bella anak Mama, sudah seharusmya Mama melakukan ini. Cepat sembuh ya, Nak. Terimakasih sudah berkenan menerima Mama"ucap Rina penuh haru. Rina mengusap surai hitam Umbrella lembut.

"Benar kata bunda, Mama itu pengganti bunda yang tuhan kirimkan untuk bella. Makasih banyak, Bella saya sama Mama, maaf bella buat susah Mama terus"

Rina tertegun mendengar penuturan anak tirinya, ia benar-benar tersentuh.

"Terima kasih Shanan, sudah memberikan ku kesempatan. Aku akan menyayangi anak mu, merawat dia layaknya anak ku sendiri. Aku janji untuk itu"batin Rina.

Sedangkan dari celah pintu Senja menyaksikan itu dengan perasaan emosi. Tangannya terkepal kuat seakan menjelaskan emosi yang ia rasakan.

"Sial. Lo emang licik! Lo mau rebut semua yang gue punya, Sialan!"

"Lihat apa yang bakal gue lakuin, gue bakal buat lo pergi dari kehidupan gue!"

☂️☂️☂️

umbrella life Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang