Bab 9

339 36 1
                                    

Zee terbangun dari tidurnya. Zee kaget melihat dirinya berada dalam pelukan Marsha yang tidur terlelap dalam posisi duduk mendekapnya.

Dengan sigap Zee menggendong Marsha dan membaringkannya di tempat tidurnya dan menyelimutinya.

"Sori ya Sha, lu jadi liat gue versi yang lemah ini, makasih untuk malamnya," ucap Zee mengusap lembut rambut panjang Marsha.

Dirinya meninggalkan Marsha sejenak untuk membeli sarapan untuk mereka. Untung hari itu weekend jadi mereka libur, kalo gak mereka pasti dah panik.

Saat akan pulang dirinya di telpon oleh Adel yang panik karena Ashel menelponnya karena Marsha semaleman tidak bisa dihubungi.

"Marsha ada di apart gue," kata Zee tenang.

"Hee, ngapain?!" Adel kaget dengan jawaban Zee.

"Ada lah," kata Zee.

"Lu jangan macem-macem lu," kata Adel panik.

"Wkwkwk, gak lah, tar gue cerita," kata Zee menutup telponnya karena mau membuka pintu apartnya.

Didalam apartnya, Marsha sudah bangun dan sedang membuat teh buat mereka sambil mendengarkan omelan Ashel di hp nya.

"Soriii," kata Zee tanpa bersuara. Marsha hanya senyum.

"Huahaaaa, denger Ashel ngomel....," kata Marsha setelah menutup telponnya.

"Maaf ya Sha aku jadi bikin kamu di cariin," kata Zee menangkupkan kedua tangannya.

"Hahaha, udah gak papa, eh kamu gak papa?" Tanya Marsha melihat Zee. Zee hanya menggeleng sambil tersenyum.

"Makasih ya, maaf gue jadi ngerepotin, makan dulu Sha," kata Zee menyiapkan makanan yang di belinya buat mereka berdua.

Mereka akhirnya sarapan bareng. Tampak bagai pasangan suami istri baru nikah. Obrolan dan candaan yang membuat mereka akrab.

"Sori Zee boleh nanya gak semalem kenapa?" Tanya Marsha ragu.

"Hmmmm," Zee nampak ragu menjawabnya.

"Gak papa kalo gak mau cerita," kata Marsha senyum berusaha memahami Zee.

"Gue cerita tapi nanti lu juga harus cerita," kata Zee membuat Marsha melotot.

"Jadi gue punya trauma, karena kejadian nyokap gue berantem hebat dengan bokap gue sampe bokap gue men talak nyokap dan nyokap pergi dari rumah itu persis kayak tadi malem, malam, hujan lebat, petir dan guntur silih berganti, gue coba nahan nyokap gue, tapi gue ditarik bokap gue bahkan gue di pukul, dan malam itu gue nyaris pergi dari dunia ini," kata Zee sedikit melamun dan tanpa disadari wajahnya menjadi nelongso.

"Zee..., sori," kata Marsha, entah dari mana keberanian dan kenekatan itu datang, Marsha menggenggam tangan Zee.

"Semenjak itu tiap hujan, petir guntur gue pasti gak tenang, dan kadang kayak semalem, trauma gue muncul bisa sampe bikin gue gak sadar," kata Zee dengan mata yang masih menerawang entah kemana.

"Zee, aku boleh bilang gak? Kamu boleh percaya sama aku, kapan pun kamu butuh temen atau gak bisa sendiri, aku ada," entah kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulut Marsha.

"Hehe, sori ya lu jadi harus liat gue yang lemah, gak papa, gue bisa kok bertahan," kata Zee kembali ke kenyataan menarik nafas panjang dan mengembangkan senyumnya agar Marsha gak khawatir.

"Oke, giliran ku," kata Marsha menarik nafas panjang. Dirinya mengumpulkan segala keberaniannya untuk bicara, bicara tentang dirinya yang bahkan gak banyak orang tau.

"Ibuku meninggal waktu melahirkan aku, dan ayahku menikah lagi, tapi ayahku meninggal saat aku masuk SMA, ibu tiriku seperti ibu tiri kebanyakan, menganggapku sebagai beban, sampai akhirnya kemarin aku memutuskan pindah dengan mengambil full beasiswa di Garuda dan pindah kos disini, jadi gak akan ada yang nyariin atau peduli kok sama aku," kata Marsha dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

"Sha...., kamu gak sendiri, ada Atin, Ashel, Indah yang selalu nemanin dan khawatirin kamu, ada Aku, yang siap buat nemenin kamu," kata itu tulus keluar dari mulut Zee yang telah jatuh cinta pada pandangan pertama pada gadis basah kuyup yang ditemuinya dilorong sekolah dulu.

"Makasih Zee," kata Marsha mengembangkan senyumnya. Entah sejak kapan pegangan tangan keduanya tidak terlepas bahkan elusan ringan dari jemari mereka terus menari disana.

"Terus kok bisa tinggal sendiri disini?" Tanya Marsha lagi.

"Nyokap dah pergi ilang gak tau kemana, bokap udah sibuk dengan dunianya sendiri, gue milih buat tinggal disini sendiri, gak mau peduli dengan mereka berdua," kata Zee.

"Selama ini kamu se kesepian itu?" Tanya Marsha bahkan kali ini menarik tangan Zee mendekat kearahnya.

"Hmm gak juga, Adel itu dah kayak saudara gue, kami bareng sejak kelas 1 SD, bokap nyokap Adel juga dah nganggep gue anak mereka, dan ada om dan tante gue yang selalu nanyain kabar gue dan hmmm ini rahasia ya, Bu Laksani itu kakak sepupu gue," kata Zee. Marsha membulatkan mulutnya.

"Sekarang ada aku yang juga bakal selalu nemenin kamu," kata Marsha spontan membuat Zee terpana.

"Sha, lu sadar ma ucapan lu barusan?" Tanya Zee. Membuat Marsha yang tersadar dengan kata-katanya langsung memalingkan wajahnya yang memerah karena malu.

"Marsha, makasih ya buat semua kebaikannya, gue ngerasa gak pantes dapet hadiah ini dari Tuhan," kata Zee menunduk dan menarik tangannya dari Marsha.

Marsha tampak sedih mendengar jawaban dari Zee. Namun sesaat kemudian entah dari mana keberanian itu Zee memajukan wajahnya mengecup Marsha tepat dibibirnya.

Semua buyar karena bel apartemennya yang berbunyi. Keduanya tampak canggung. Zee segera beranjak ke pintu melihat siapa yang datang.

"Mana Marsha! Lu apain temen gue!" Kata Ashel menyelonong masuk mencari Marsha. Zee bingung dengan Ashel yang masuk sambil ngomel.

"Sori yak, gue dipaksa nganter kesini," kata Adel yang merangkul Zee masuk ke dalam apart nya.

Kedua pria itu hanya memandang Ashel yang lagi ngomel-ngomel, sementara Marsha bersiap untuk pulang.

"Ayo," kata Ashel kembali keluar menggeret Marsha dan Adel.

"Sha, kalo dah sampe kabarin," kata Zee hanya diangguki Marsha yang diseret Ashel.

"Balik bro," kata Adel menyusul kedua wanita di depannya.

**************************************

Lapor capt, kapal ZeeSha siap berlayar!!

Happy reading

Langit Malam ZeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang