Bab 2.

26.1K 2.6K 57
                                    

"Kau dengar? Adik Bulan akan bersekolah disini."

"Bulan yang itu? Serius?"

"Iya, kalau tidak salah.. Hari ini dia masuk. Menjadi kelas 10."

"Aku penasaran, apakah dia akan menjadi menjadi target geng Galaksi nanti."

"Siapapun dia.. Aku merasa kasihan."

Bisikan itu sampai ke telinga lima orang yang sudah stay di parkiran. Aura badboy seolah sudah melekat di diri mereka hingga siapapun yang melewati mereka menunduk dan melangkah lebar untuk segera menjauh dari mereka.

"Adik Bulan? Bukankah ini akan seru Gala?" ujar Azka. Lelaki tinggi berkulit tan yang memiliki mata almond. Memiliki rambut ikal tentu sangat tampan. Melirik Gala yang bersandar pada mogenya.

Galaksi tak langsung menjawab, dia merogoh saku dan mengambil rokok disana. Sementara pemantiknya diberikan oleh Sadewa. Pria memiliki warna mata biru laut asli keturunan orang tuanya. "Kita lihat nanti. Apakah dia akan sama seperti saudaranya."

Galaksi sendiri tidak memiliki masalah dengan Bulan. Tetapi sejak gadis itu telah mengusik hidupnya dengan kekasihnya Renjana. Galaksi membenci gadis tersebut. Yang sengaja menjebak dirinya dengan obat perangsang dan mengunci dia di gudang bersama gadis itu.

"Guys.." Semua menoleh pada Candra sebelum menatap kearah mobil Porsche datang membuat seluruh atensi berfokus pada mobil tersebut. Karena tanpa diberitahu pun, mereka paham jika yang datang tersebut merupakan anak yang menjadi bahan pembicaraan penghuni sekolah.

Bak slow motion kaki mungil putih dan mulus terpampang dikarenakan kaos kaki pendek. Hingga kemunculan sesosok pria berambut hitam dengan pipi yang akan tumpah, turun dengan bibir tercebik lucu.

Buk!!

Menghantam kuat pintu mobil. Dia menggerutu pada seseorang yang berada didalam. Menghentakkan kaki beberapa kali tanda bahwa dia sangat kesal. Dia tak sadar bahwa dirinya menjadi pusat perhatian banyak orang.

Sosok yang ternyata Dean itu mengumpat ketika mobil yang dikendarai oleh Gibran pergi. Pagi harinya harus hancur karena Gibran dan James. Dia yang gampang emosi dibuat harus selalu bersabar karena menempati raga polos seperti Arkana.

Menyadari bahwa banyak pasang mata tengah mengamati dirinya. Dean melotot kan mata bermaksud membuat mereka yang memerhatika dirinya takut. Akan tetapi itu tak berhasil ketika semua siswi berteriak imut secara bersamaan.

"Apasih gajelas!" Seru Dean bersedekap dada. Dia berjalan sembari melototkan mata garang. Berharap ada yang takut karena tatapannya. Moodnya sudah terlanjur buruk sejak pagi. Bagaimana bisa dia berpikir jernih karena orang sekelilingnya pandai sekali membuat dirinya kesal.

Langkahnya terhenti ketika melihat empat tatapan pemuda yang menatapnya bak menemukan mangsa. Berjalan lebih dekat, Dia bersedekap dada didepan mereka. "Apa liat-liat! Mau berantem? Ayo!! Siapa takut!"

Dia melipat seragamnya. Memperlihatkan lengan atas yang putih bak porselen. Lengan yang mungkin saja bisa patah jika mereka pegang terlalu keras. Seharusnya Dean malu memperlihatkannya pada para pemuda yang memiliki ukuran dua kali lipat lebih besar darinya.

"Daripada itu.. Kau murid baru?" ujar Candra. Pemuda itu memandang pria kecil dihadapannya. Raut wajahnya terkejut Dean membuat dirinya terkekeh kecil. Betapa menggemaskan.. Dia jadi berpikir apakah pria di depannya benar-benar laki-laki.

Dean mengangguk lesu. "Iya, aku baru ingat. Abang maen pergi aja. Dikira aku tau seluk beluk di sekolah. Mana sekolahnya gede lagi." Dia sontak memerhatikan bangunan megan nan lebar sekolah barunya. Menghela nafas berat sebelum dia berjalan masuk.

Sekolahnya dulu hanya seperempat dari sekolah yang sekarang. Mengapa orang kaya sangat suka membuat bangunan luas yang hanya maka tempat. "Gajadi sekolah deh. Mau pulang aja.. Mau pindah ke yang lebih kecil."

Dean tak bercanda, dia berniat berjalan keluar dan mengeluarkan ponsel untuk menghubungi ayahnya. Namun lengannya lebih dulu ditarik oleh seseorang hingga Dean berbalik. "Eh, apa?"

"Gue antar. "

"Hah?" cengo Dean. Dia melongo mendengar ucapan pemuda yang memegang lengannya. Sama sekali tak mengerti dengan apa yang baru saja diucap oleh Galaksi.

"Renjana?"

Galaksi menoleh pada Sadewa, dia menjawab. "Sakit."

Dean bolak balik menatap Galaksi dan Sadewa. Sungguh heran dengan percakapan singkat keduanya. Bahkan hanya mengatakan Renjana yang satunya mengerti dan dijawab sakit. Obrolan yang tidak berfae-Tunggu.

Renjana?

RENJANA!!

Dean sontak melepaskan tangan Galaksi. Dia memerhatikan Galaksi dari atas hingga bawah. Mulutnya menganga tak percaya, dia telah bertemu dengan sekumpulan para pemain utama. Mengapa dia begitu bodoh.

Bahkan dia menantang para pentolan sekolah ini dengan lantang. Dia tidak akan ditargetkan kan? Dia tak akan dijadikan samsak kan?? DIRINYA YANG TAMPAN INI HARUS DISELAMATKAN.

Dean harus lari.. Dia tidak mau berdekatan dengan Galaksi dan teman-temannya. Karena niat awalnya adalah menjadi figuran tak kasat mata.

**

"Lepasin gila!!"

"Lepas ga! Aku gigit nih!"

Gyut!

Dean menggigit bahu Galaksi yang menggendongnya ala karung beras. Tidak berperianuan... Dia secara paksa dibawa oleh Galaksi sesaat sebelum melakukan aksi melarikan diri. Entah mimpi apa dia semalam hingga langsung membuat masalah dengan karakter utama.

Galaksi tak bergeming, gigitan Dean seakan tak memiliki efek apapun. Hal tersebut membuat Dean berdecih sinis. Dean sudah lelah berontak, padahal dia udah ngereog, tapi tak menimbulkan hasil yang berarti. Maka.. Dia dengan santai melipat tangan dan menumpu wajah.

Memandang tiga teman Galaksi dari atas dengan pandangan remeh. "Pendek.. Lihat, aku lebih tinggi dari pada kalian, " ujarnya bangga. Merasa menang ketika pemuda dibelakangnya harus mendongak ketika menatapnya.

Tetapi tak ada sahutan dari ketiganya. Membuat Dean kembali mendengus. Dia bersedekap dada memalingkan muka. Niat hati ingin menghibur diri, malah jadi setres.

Tolong siapapun... Bawa dia lari.

Dean tidak tau saja.. Tingkahnya membuat sebagian orang harus menggigit pipi bagian dalamnya karana gemas akan tingkah bocah SD yang nyasar ke SMA.

Galaksi membawa Dean menuju kantor kepala sekolah. Dengan sangat sopan, Dia membuka pintu diikuti teman-temannya. Mengatakan kepada sang paman bahwa Dean merupakan siswa baru.

"Bungsu Alaska?" ujar Denrick, paman Gala. Memeriksa dokumen tentang Dean dan membaca dari atas sampai bawah. "Turunkan dia Gala. Lihat, wajahnya memerah," lanjutnya mengetahui posisi Dean.

"Kelas?"

Denrick menghela nafas. Keponakannya begitu keras kepala. Dia pun menjawab dimana kelas Dean. Belum sempat dia menjelaskan lebih detail.. Galaksi membawa Dean keluar menuju kelas yang dimaksud sang paman.

Galaksi benar-benar lupa dengan keadaan Dean yang sudah menahan mual karena perutnya tertekan lama.







Tbc.



Wattpad kenapa sih.. Selalu aja. Kalau up part 2 eror mulu..

GATAU LA ANJ- UDAH BOLAK-BALIK AMPEK 7 KALIAN TETEP GA ADA NOTIF! PADAHAL SINYAL WIFI LANCAR, DATA LANCAR! EMANG BANGST!!

Saudara Antagonis - EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang