Bab 10.

23.4K 2.2K 57
                                    



Hari masih pagi, tetapi Dean sudah mencak-mencak tidak jelas. Dia amat marah pada Galaksi yang seenaknya saja membawa dirinya dan tidak membiarkan dirinya pergi. "Kelasku bukan kesini!" serunya saat Galaksi membawanya ketempat lain.

"Kak, lepasin. Aku mau ke kelas " Sungguh, tampilannya sudah seperti kucing mencoba untuk lepas dari cengkraman manusia. Bedanya yang merasakannya saat ini adalah dirinya.

"Denger ga sih? Ngomong dong? Udah bawa anak orang sembarangan, bawanya udah kek kucing!" Gerutu Dean. Dia sebal karena tak mendapatkan jawaban Galaksi. Pria itu bungkam meskipun dia sudah berontak keras.

Langkah Galaksi berhenti, berbalik menatap Dean yang menautkan alis. Gala yang mulanya menarik Dean kini mengubah posisi. Mengangkat tubuh Dean kedalam gendongan koala. Sedikit terkejut merasakan berat badan Dean yang tak seberapa. 

"Kau makan kapas?"

Dean sontak menghentikan berontakan nya mendengar ucapan Galaksi. "Apa?" Kalimat ambigu apa yang dilontarkan manusia tidak jelas ini.

"Tubuhmu begitu ringan."

Hah? Dean hanya bisa cengo. Belum paham maksud dari ucapan Galaksi. Apa hubungannya makan kapas dengan berat badan. Dean khawatir bahwa Galaksi mengalami masalah komunikasi, pemuda itu sangat tidak mudah dipahami karena setiap kata yang diucapkan terkesan ambigu.

Dean menatap teman Galaksi bergantian. Sebenernya, mengapa manusia-manusia yang memiliki sifat dan bentukan sama ini berteman. Mereka berbicara singkat, dia yakin bahwa tidak banyak orang mengerti maksud akan ucapan mereka.

"Galaksi." Seorang perempuan datang dan mendekati mereka. Gadis yang berseragam sedikit ketat dengan dandanan mencolok. Bersama satu gadis lain yang memiliki penampilan sama seperti perempuan di sebelahnya.

"Nih." Kanaya, memberikan sebuah undangan ulang tahun pada Galaksi dan ketiga temannya. Gadis yang menjadi salah satu orang yang menyukai Galaksi.

"Minggu depan jangan lupa datang yah." Gadis tersebut tersenyum, lalu pandangannya jatuh pada bocah digendongan Galaksi. Senyumannya luntur digantikan oleh pertanyaan. "Btw siapa dia?"

"Kau tidak mengenalnya? Dia murid baru, adiknya si Bulan, " sahut Alisha, teman Kanaya. Kanaya menaikkan sebelah alis. Jika itu adik Bulan, mengapa bocah tersebut ada di gendongan Galaksi. Kanaya bertanya dalam hati.

"Gala, kenapa dia di gendong?"

Galaksi sama sekali tidak memiliki niat menjawab ucapan Kanaya. Lebih memilih untuk mengangkat kaki dan pergi. Tetapi Kanaya malah menghadangnya dan membuka lebar kedua tangannya. "Gala, jawab dong. Kenapa adik dari jalang ini di gendong."

Dean sontak menatap Kanaya sinis. Dilihat dari manapun, yang seperti jalang itu kan Kanaya. Namun gadis itu dengan lantang mengatakan bahwa Bulan 'Jalang'. Oh astaga, apakah Kanaya tidak memiliki kaca.

"Siapa yang kakak sebut jalang, " ujar Dean sinis.

Kanaya terkekeh merendahkan, dia tersenyum miring dan menjawab. "Tentu saja kakakmu. Atau dia tidak menceritakan kelakuan dia yang menjebak pria agar ditiduri?" pernyataan yang tidak bisa Dean bantah. Hanya saja, Dean kesal mendengarnya.

Bulan memang salah, yah.. Dean menyalahkan Bulan. Tapi mendengar Bulan selalu digunjing, membuat telinganya panas. Apalagi sekarang, Bulan telah menjadi kakaknya. Kakaknya itu sudah banyak menerima akibat dari perbuatannya.

"Cabut."

Mendengar satu kata dari Galaksi, Azka maju dan menyingkirkan Kanaya dan Alisha dari hadapan mereka. Memudahkan Galaksi melangkah pergi. Terlalu malas meladeni gadis menyebalkan seperti Kanaya. Gadis yang sama seperti Bulan Nayyara.

Kali ini Galaksi tak akan segan pada gadis manapun yang telah mengganggu dirinya. Terlalu muak dengan tipe perempuan seperti Kanaya maupun Bulan. Yang melakukan berbagai cara agar menjadi dekat dengannya.

"Jangan mengurusiku Kanaya, atau kau akan mendapatkan hal lebih dari yang didapatkan oleh Bulan." Kalimat terakhir sebelum Galaksi menjauh.

Kanaya menggertakkan gigi, mengepalkan tangan kuat. Namun sedetik kemudian berubah menjadi seringaian saat sebuah rencana sudah terpikirkan secara apik dalam otaknya.

"Kita lihat Galaksi... Apa anak itu masih bisa menempel padamu esok hari."

*

Meskipun sudah sore hari, Dean harus tetap kesal. Lantaran Galaksi tak berhenti mengekorinya sejak pagi. Dia jadi berpikir, apakah sebenarnya dia memiliki magnet ditubuhnya, atau memang Galaksi yang memang suka sekali membuat dirinya marah.

Seperti sekarang, dengan tidak tau malunya Galaksi masuk kedalam mansion Alaska walaupun sudah dilarang olehnya. Dean bukan orang gila yang berani memasukkan seseorang seperti Galaksi, terlebih sosok Galaksi merupakan trauma bagi Bulan.

"Pergi deh, kakak tuh tidak diundang."  Sudah tiga kali Dean mengusir Galaksi, namun bukannya pergi, pemuda itu malah duduk santai di sofa diikuti ketiga curut yang setia membuntuti Galaksi.

"Kak, bisa bahasa manusia ga sih?" Dean sudah bad mood. Bahkan wajahnya memerah karena marah. Akan tetapi Galaksi bahkan tidak mengerti.

Parahnya lelaki itu mencoba untuk tidak peduli akan kekesalannya. Galaksi malah menjawab pertanyaan pelayan yang bertanya tentang sesuatu yang ingin diminum.

"Kak bis-"

"Galaksi?" Suara lirih yang tercekat itu menghentikan perkataan Dean. Bahkan Galaksi pun menatap kearah sosok Bulan dengan begitu tajam. Perasaan bencinya menguar begitu saja melihat pandangan sayu milik Bulan.

Dean panik dalam hati. Menyesal karena tak tegas dalam mengusir Galaksi. Seandainya dia mendorong pemuda itu lebih keras, mungkin kakaknya tak akan bertemu dengan Galaksi yang merupakan trauma bagi Bulan.

Dia baru saja ingat bahwa kakaknya akan keluar saat sore hari berbarengan dengan dia yang pulang sekolah.

"Galaksi, kamu ke sini?" Nada bicara Bulan seperti amat senang. Dia   melangkah mendekat ke arah Galaksi. Raut wajahnya sedikit berbinar. Gadis tersebut senang karena kehadiran sosok Galaksi.

Sejujurnya, Bulan masih sangat mencintai Galaksi. Walaupun dia telah dipermalukan, rasa cinta pada Galaksi jauh lebih besar daripada rasa kekecewaannya. Keinginannya untuk bersama Galaksi sangat besar.

Kehadiran Galaksi di hidupnya membawa perubahan signifikan. Seperti saat ini, mood karena kesedihannya sedikit terangkat karena kehadiran Galaksi. Meskipun lelaki yang dia cintai terlihat risih saat dia mencoba duduk di dekatnya.

Padahal lelaki tersebut telah menyakiti Bulan, namun gadis tersebut tetap mencintainya.

"Galaksi, gimana kabar kamu?" tanya Bulan dengan suara lembut. Dia memandang Galaksi dengan tatapan memuja yang berhasil membuat Dean menautkan alis tak percaya.

Bukankah Bulan trauma pada Galaksi?

Bukankah Bulan takut akan keberadaan Galaksi. Bahkan untuk bertemu Gala, Bulan selalu menunduk dengan tubuh bergetar?

Bulan rela pindah sekolah di semester akhir hanya untuk pergi dari sisi Gala?

Lalu mengapa kenyataan yang dia dapat sangat berbeda dengan di cerita.

Kejadian di dapur sore hari itu pun masih membekas di benaknya. Tatapan ketakutan Bulan sebab dirinya bersekolah di tempat yang sama sebelumnya?

Alur telah selesai bukan? Seharusnya tak akan ada yang berubah. Tapi, apa ini??




Tbc.

Saudara Antagonis - EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang