Bab 19.

15.9K 2.2K 271
                                    


Bulan Nayyara ... Nama yang diperuntukkan Bulan sewaktu bayi karena lahirnya sosok bayi perempuan pertama keluarga kecil James, memberikan kesenangan serta kebahagiaan bagi orang tua setelah menginginkan seorang putri.

Bulan tumbuh di limpahkan kasih sayang. Sehingga sepupunya yang juga anak perempuan pertama Alaska iri. James serta Jessy memberikan apapun yang di inginkan sang putri jika keinginan tersebut masihlah batas wajar.

Mendukung Bulan dari berbagai aspek hingga gadis itu tumbuh tanpa kekurangan apapun. Tetapi ketika memasuki jenjang pendidikan menengah ke atas. Bukan menjadi sosok berbeda.

Pasangan J tidak mempermasalahkan perbedaan itu, karena menurut mereka, perubahan seperti itu merupakan hal lumrah bagi remaja pubertas seperti putri mereka.

Faktanya kecerobohan mereka sebagai orang tua, menanggapi enteng masalah sepele hingga menimbulkan masalah besar yang berhasil menjungkir balikkan kehidupan mereka. Seolah Pasangan J tidak lagi mengenali sosok putri mereka.

Penyesalan sebab tidak terlalu memerhatikan dan percaya bahwa putri yang mereka jaga dan limpahkan kasih sayang tak akan berbuat hal beresiko. Tetapi tebakan mereka sepenuhnya salah saat mereka harus tertampar kebenaran.

Jessy hanya bisa menangis tertunduk diruang tunggu. Dia terisak tanpa sadar sekitar dan tak bisa dihentikan. Ketakutan membuat hatinya berdegup kencang. Untuk pertama kali, Jessy merasa bahwa hidupnya akan hancur. Melihat darah dibaju sang putra, membuat dirinya mengalami shock.

"Arkana." Jessy melirih. Dia tidak peduli meskipun tangisnya menggangu. Jessy tak bisa untuk menahan tangis dan mencoba tegar atas apa yang menimpa sang putra. Mimpi apa dirinya semalam hingga dia tertimpa musibah.

"Adek, maafkan bunda." Dia amat merasa bersalah. Tidak mengerti dan bingung harus dimulai dari mana dia mengeluhkan kesahnya. Bagi dia yang pertama kali mendapati anaknya terluka hingga berdarah, Jessy tak bisa menahan diri.

James? Tidak perlu ditanya. Pria itu berdiri memandang putranya yang ditangani dokter melewati kaca. Tatapan matanya kosong seakan jiwanya tertarik. Sama dengan Jessy, Melihat banyaknya darah dikaos sang putra menjadi pukulan bagi dirinya.

Dia memijat pelipisnya, dari mana semuanya berawal. Apakah dia telah salah mendidik putra putrinya? Apakah dia pernah berbuat tak adil sehingga semuanya berantakan. Ataukah dia memiliki dosa masa lalu hingga menerima karma nya sekarang.

"Oh Tuhan!" Serunya, ketika tatapannya teralih, Matanya tak sengaja melirik Bulan. Sontak dia menarik diri dan melangkah mendekati putrinya.

Bulan yang tertunduk harus mendongak ketika melihat sepatu pantofel sang ayah. Memandang ayahnya seakan bertanya ada apa. Wajah ayahnya terlihat marah dan memandang dirinya rumit untuk suatu alasan. "Ayah?" panggilnya ketika James tidak mengatakan apapun selain menatapnya.

James menutup mata kemudian menghela nafas berat. "Bulan, pulanglah. Kemasi barangmu dan besok pergilah ke Jerman, " ungkapnya. Tekadnya sudah bulat. Dia akan mengasingkan putrinya. Karena hanya dengan ini, James menghukum Bulan.

Bulan menganga tak percaya. Dia berdiri dan membalas tatapan ayahnya. "Maksud ayah apa? Ayah mau mengasingkanku?" James tidak menjawab, pria itu berpaling.

"Ayah aku tau aku salah, aku akan menebus kesalahanku. Tapi jangan jauhkan aku dari negara ini, " ujar Bulan memohon. Dia memegang kedua tangan besar ayahnya. Memaksa James untuk memandang dirinya.

"Pulanglah, besok pagi kau akan berangkat. Ayah akan memesankan tiket untukmu." Walaupun berat, James menahannya. Mungkin satu cara ini, akan membuat putrinya sadar. Dia akan memastikan bahwa di Jerman sana, putrinya fokus pada kehidupannya. Tidak melulu terpaku pada Galaksi.

Setelah mendengar penjelasan kejadian penyebab putranya terluka, James sudah memutuskannya. Putrinya butuh direhabilitas. James akan meminta pada saudaranya untuk mencarikan psikiater terbaik di negara tersebut.

Bulan menggelengkan kepala. "Ayah tidak bisa melakukan ini pada ku."

"Ayah bisa! Ini semua demi kebaikan kamu."

"Kebaikanku? Memangnya ayah sudah memastikan bahwa dengan mengasingkan aku, akan menjadi yang terbaik untukku?!!" Urat-urat kemarahan menonjol diwajah Bulan. Gadis itu marah karena keputusan sepihak sang ayah.

"Ayah salah!! Justru ayah menyiksaku? Aku putrimu ayah! Bagaimana bisa kau tega padaku?"

James memijat pelipisnya, putrinya telah banyak berubah, dan semua itu perihal laki-laki. "Ayah tidak ingin mendengar omong kosongmu. Sudah cukup ayah bersabar selama ini. "

"Jika seperti itu, ayah bisa menambah kesabaran ayah! Apa Karena Arkana?" Nada Bulan terdengar sinis.  "Hanya karena Arkana, ayah seperti ini?"

"Ini bukan karena adikmu. Jangan menyalahkan siapapun."

"Arkana terluka karena kecerobohannya sendiri. Semua itu tidak ada sangkut pautnya denganku. Bagaimana mungkin ayah sampai tega mengirimku jauh dari keluarga. Pendidikanku? Ayah terlalu memanjakan Arkana. Padahal lukanya tak seberapa, tapi ayah memutuskan sesuatu sebesar ini tanpa merundingkan dulu denganku, ayah tidak pernah mengerti aku!" Cerocos Bulan panjang lebar. Gadis itu berucap gelisah. 

Kemudian gadis itu terkekeh sinis. "Kalau akan seperti ini akhinya, bagus Kana mati sekalian-"

Plak!!

Perkataan Bulan terpotong, gadis itu terjerembab ke lantai, Jessy pelakunya. Wanita itu memandang Bulan dingin. Tidak menyangka bahwa putri yang teramat dia sayangi melontarkan kata kematian dengan begitu gampang, terlebih dikhususkan untuk putra bungsunya.

"Anak yang sudah aku besarkan menjadi tidak tau diri. Kau pikir selama ini kami tidak berlaku adil? Sampai-sampai kau begitu tega mengatakan hal buruk tentang adikmu? Adik yang mendukungmu, adik yang sampai sekarang melindungimu!!" Nada bicara Jessy berubah.

"Kau pikir pantas mengatakan omong kosong itu pada sosok yang telah melindungimu?!!" Jessy marah, dia sangat marah. Bahkan rasanya, menampar Bulan tidak cukup baginya.

"Kau tidak pantas Bulan!!"

"Kau gila hanya karena lelaki. Apa kau jalang? Apa aku membesarkan dengan sperma laki-laki? Mengapa kau tidak tau diuntung!"

Bulan terperangah, air matanya berlomba turun setelah mendengar lontaran pedas ibunya. Sakit di pipinya tidak seberapa di banding sakit hatinya. "K-kenapa bun-"

"Bukan besok, tapi sekarang! Pergilah jauh dari keluarga Alaska!!"






Tbc.

Saudara Antagonis - EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang