Bab 6.

17.3K 1.9K 20
                                    


Alaska udah siap dengan setelan atas bawah mereka. Kecuali Dean yang menggunakan kemeja putih di atas lengan dan Vest berwarna kopi susu, celana hitam beserta sepatu berwarna putih. Sengaja dipakaikan baju lain karena menurut Jessy, putra imutnya belum cocok memakai setelan formal.

"Bunda tidak ikut?" Dean bertanya ketika Jessy merapikan anak rambutnya. Wanita itu masih menggunakan dress maroon, rambut digerai tanpa menggunakan make up.

Jessy menampilkan senyuman, dielusnya pipi Dean dan berkata. "Bunda mau jaga rumah. Siapa tau ada maling kesasar. Nanti mau dikasih makan, kasian takut mereka lapar." lagi, dengan jawaban nyeleneh yang tak akan pernah terpikirkan oleh Dean.

Padahal dia menginginkan jawaban yang serius. Ada kalanya Jessy bersembunyi dibalik kata bercandanya. Menyimpan rahasia dengan sangat apik dengan ucapan candaan.

Dean tidak tau scene bagaimana kemarahan James membeludak saat itu. Dituliskan dalam cerita bahwa Alaska teramat malu memiliki Bulan. Hingga gadis tersebut menghilang tanpa sepengetahuan keluarga.

James jugalah yang paling marah, dia yang menjunjung tinggi harga diri harus tertampar air kotoran yang di lemparkan oleh putrinya. Padahal dia sudah berharap tinggi, namun yang James dapat adalah kekecewaan.

"Bunda~" Dean sedikit merengek. Jessy sangat suka sekali bercanda. Padahal dia penasaran akan jawabannya. Jessy sangat jarang ikut ketika James memutuskan untuk dinner di restoran. Wanita itu lebih suka untuk tinggal.

"Bunda kenyang. " Jessy menatap James, mengangguk kepada sang suami dan mundur perlahan. Membiarkan suaminya mendekati si bungsu.

James pun merangkul Dean, mengajak putranya untuk segera berangkat. "Ayo kita berangkat."

"Tapi yah bunda? Kakak?" Dean memandang manik kelam ayahnya. Dia menautkan alis pertanda keberatan. Menoleh pada Jessy yang menghela nafas kecil.

"Adek pergi aja, nanti bungkusin bunda kepiting rebus ya." Jessy menarik kurva. Bibir tipis itu membentuk senyuman. Akan tetapi senyuman itu memiliki arti yang berbeda dengan senyuman Jessy biasanya.

"Ga mau bunda..." Dean kekeh, entahlah dia hanya merasa bahwa ada yang aneh dengan Alaska. Apalagi Jessy sangat jarang terlihat bersama James. James juga jarang menggubris keadaan Jessy.

"Ayah, kita makan dirumah aja sama bunda ya, sama kakak juga. Siapa tau kakak mau makan malam bersama, " ujar Dean meminta pada James. Dia tau, James akan marah karena telah merubah jadwal. Tetapi demi kepentingan bersama, Dean menekan ketakutannya.

"Dia tidak akan mau Kana."

"Tadi sore kakak keluar kamar. Dia mau berbagi makanan sama aku ayah. Kalau dibujuk, kakak pasti mau. Ayah, makan dirumah ya." Pemuda kecil itu menarik-narik lengan James, merengek agar permintaannya di kabulkan.

James menahan nafas, dia melepaskan rangkulan Dean dan mengangkat bungsunya kedalam gendongannya. "Tidak ada perubahan kelinci kecil. Ayah sudah rapi, kamu pun sudah wangi. Lihat, wajah abangmu tidak sedap dipandang."

Dean pun menatap wajah Gibran. Oh ya ampun, sejak kapan Gibran menjadi menakutkan. Dia kan refleks bersembunyi dibalik perpotongan ceruk leher James. "Ayah, abang serem." Dia memeluk James.

"Sudah mengerti bukan? Jangan buat saudaramu itu marah.. Jadilah anak baik dan menurutlah." James menepuk-nepuk punggung Dean. Dia tersenyum kecil. Kemudian mulai melangkah untuk pergi keluar.

"Ayah!!"

Namun sebuah suara menghentikan langkahnya. Dean yang berada digendongan James tentu langsung tau siapa pemilik suara itu. "Kakak!! Ayah... kakak datang. Jadi, kita makan dirumah saja."

James tidak menjawab, melainkan memberikan Dean pada Gibran. Awalnya Dean tidak mau, tetapi Gibran tidak menerima penolakannya, dan berjalan keluar melanjutkan langkah yang tertunda.

Sementara didalam, terjadi ketegangan antara tiga orang. Lebih tepatnya khusus untuk Jessy dan Bulan. Gadis itu memandang ayahnya takut-takut. Menelan ludah gugup, dia memainkan jari-jarinya.

"Katakan."

Bulan menutup mata rapat-rapat, sebelum menghembuskan nafas dan mengeluarkannya perlahan. Bersiap untuk membuka topik yang akan dia bicarakan. "Ayah, k-kenapa ayah memasukkan Arkana kedalam sekolah Antariksa?A-ayah tau kan disana adalah tempat..."

"Ya aku tau.. Tempat dimana kau mulai membasuh wajahku dengan kotoran." Suara James terdengar dingin. Sangat berbeda ketika berbicara pada Dean.

Bulan menggigit bibir bawahnya. Menahan sakit hati yang tiba-tiba muncul ke permukaan. "Kalau begitu. Kenapa ayah nekat mengantarkan Kana kesana? Ayah tidak takut Kana akan menjadi korban? Disana hanya berisi penjahat Ayah, bagaimana jika Kana terlu-"

"Sebelum kau mengatakan mereka jahat, berkacalah putriku. Sampai sekarang, akulah yang harus menanggung resiko atas perbuatanmu. Jika Kana sampai mendapatkan perundungan, itu berarti kau tidak becus menjadi kakaknya."

Bulan bungkam, ucapan ayahnya merupakan kebenaran. Tetapi mengapa rasanya tetap sakit. Hatinya berdenyut mendengar nada dingin sang ayah. Bulan sadar, bahwa semua ini adalah salahnya.

"James, perhatikan kata-katamu. Bulan masihlah anak kita, putrimu" Jessy ikut menimpali. Dia merangkul bahu putrinya, memberikan kekuatan lewat tangan lembutnya.

"Karena jika dia bukan putriku. Maka aku tidak akan pernah direndahkan, Jessy."

"James!"

"Bulan sudah cukup menerima konsekuensi atas perbuatannya. Jangan tambah deritanya dengan mengacuhkannya. Kau ayahnya, sudah sepantasnya kau memberi dia dukungan!" marah Jessy. Tidak terima kalau James bersikap dingin pada putrinya.

"Memberi dukungan untuk dia menjadi gadis rendahan!!" Suara James naik dua octaf. Dia tak bisa menahan emosi. Kesabarannya dipermainkan sejak Bulan membuat keributan.

Plak!

"Ayah macam apa kau! Siapa yang kau sebut gadis rendahan?!" Jessy menampar James. Dia juga tak bisa mengontrol kemarahan. Membuat emosi menguasai sehingga lagi-lagi dua terbawa suasana. Kembali berargumen perihal yang sama.

James berdecih, dia mengusap pipi yang ditampar oleh istrinya. Memilih untuk pergi karena tak ingin memperpanjang masalah.

Sedangkan Jessy hanya bisa termangu memandang tangan yang ia buat menampar sang suami. Kemudian beralih menutup wajah menyembunyikan air mata yang sudah membatasi wajah cantiknya.  Pertengkaran kembali terjadi dirumah tangga mereka.

Sedangkan Bulan, harus kembali melihat cekcok antara orang tuanya. Itu sebabnya, dia takut untuk keluar kamar. Karena ketika dia memutuskan kekuar, kejadian seperti ini akan terjadi.







Tbc.

Saudara Antagonis - EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang