Bab 17.

17.7K 1.9K 25
                                    

Dean tidak tau, mengapa tiba-tiba saja dia berada di mansion Galaksi bersama si empu dan juga teman-temannya. Yang pasti dia dipaksa oleh pemuda itu hingga Dean tak memiliki pilihan selain ikut ke kediaman Ravendra.

"Kakak begitu pemaksa. Kan aku sudah bilang mau pulang!" desaknya. Dean memandang Galaksi tajam. Padahal dia lega karena seharian kemarin dia tidak diikuti Galaksi dan kawan-kawan. Hari ini dia harus mengalaminya kembali.

"Nanti pulang bersamaku, " ujar Galaksi membalas ucapan Dean sembari menepuk kepala Dean. Dia beranjak untuk menyuruh pelayan rumah membuatkan sesuatu untuk mereka. Meninggalkan Dean mencak-mencak karena tingkah Galaksi barusan.

"Kalian juga kenapa diam-diam saja! Setidaknya halangi teman kalian. Memaksa seseorang hanya karena kehendak dia itu ga baik!" serunya mengomeli tiga pemuda yang kompak menatap dirinya. 'Apakah mereka ini anak itik!' batinnya kesal.

"Daripada menceramahi kami, kata itu lebih bagus untuk kakakmu." Azka menjawab ketika kedua teman yang lain diam. Entahlah, mendengar ucapan Dean, dia refleks mengatakan demikian. Meskipun temannya juga salah karena memaksa.

Dean mengepalkan tangan. Dia memilih duduk dan menormalkan emosinya. Perkataan Azka tidak salah, tetapi tetap menjengkelkan baginya. Dari pada dia menjawab berujung pertengkaran, lebih baik mengalah dan diam.

"Makan siang disini, setelah itu kita pergi ke mansion Alaska."

Kali ini Dean menurut tanpa memberontak. Karena pada akhirnya dia akan pulang. Moodnya mendadak jelek, dia juga tak ingin semuanya semakin runyam. Karena dia tidak bisa mengontrol ucapannya ketika dia tengah emosi.

*

James sedikit merasa lega, terkekeh miris karena lega sebab kemalangan orang lain. Bagaimana bisa? Ya, berita tentang putrinya perlahan dilupakan karena publik teralihkan dengan penyebaran video pihak lain.

Mungkin ini sebuah keberuntungan bagi dirinya, putrinya juga keluarganya. James telah mengamati selama dua hari, tidak ada satupun yang menyebutkan atau bahkan membahas masalah sang putri. Publik terpaku pada video syur teman sekolah putrinya.

"James, aku sudah membawa kedua gadis itu, mereka juga sudah pergi membawa Bulan." Jessy masuk dan menghampiri James. Mengatakan bahwa dia telah menyelesaikan tugas dari suaminya.

"Mereka terpecaya?" tanya James ragu.

Jessy mengembangkan senyumannya. Dia membawa kakinya untuk berdiri di belakang sang suami. "Ya, percaya padaku. Mereka merupakan gadis yang baik. Aku sudah memastikan bahwa mereka akan benar-benar berteman dengan putri kita."

James mengangguk percaya. "Semoga ini menjadi awal yang bagus. Dua bulan bukanlah waktu yang lama." tangannya kembali mengepal. Dalam benaknya terpikir ketika dia gagal, dia akan kehilangan putri atau bahkan putra kesayangannya.

Karena entah itu Bulan maupun Arkana, keduanya tetap anak-anaknya. Orang tua mana yang sanggup untuk berada jauh dari buah hati mereka.

Jessy menggenggam tangan itu, membuka secara perlahan dan dia usap lembut. "Tenang James. Semua akan baik-baik saja. Kita memilikimu yang telah berjuang sekuat tenaga."

Wanita itu membawa James untuk dipeluk, membawa wajah suaminya tenggelam didada nya. "Kamu telah berusaha sayang." James membalas pelukan Jessy, memeluk erat istrinya. Menghirup wangi lavender dari tubuh istrinya.

Ketika melihat ada pergerakan dan sedikit perubahan dalam kasus putrinya, Alih-alih ingin mengasingkan Bulan. James berpikir untuk mengalihkan perhatian putrinya dari kecanduan.

Dimulai dari mencarikan putrinya dua teman yang baik. Membiarkan mereka kemanapun, membebaskan mereka bertiga dari sekolah untuk beberapa waktu. Semua James lakukan untuk pemulihan putrinya.


**

Saat ini, Bulan berada di cafe Zaey di daerak blok B yang terletak di pinggir jalan. Bersama dengan gadis yang dibawa Jessy untuk menjadi teman Bulan. Meskipun canggung, ketiga gadis tersebut tetap mengobrol santai.

Seperti sekarang ... Maura, salah satu si gadis mengajukan pertanyaan. "Biar tidak ada kecanggungan, kita kompak pesan 𝘤𝘩𝘪𝘬𝘦𝘯 𝘤𝘢𝘳𝘢𝘨𝘦 𝘴𝘱𝘪𝘤𝘺 okay?"

"Boleh deh. Aku mau nasinya double. Laper nih, hehe." satunya menyahut. Syafira tersenyum menampilkan gigi kelincinya. Gadis yang memiliki kulit tan dan wajah manis itu sedikit lebih suka makan.

"Bulan? Ga mau nambah?"

Bulan terkesiap, dia mengangguk canggung. Maura tersenyum singkat dan menulis pesanan di buku. Kemudian dia bertanya minuman apa yang harus di pesan, ketiganya pun kompak meminta es jeruk peras.

Bulan termenung, sudah lama dia tak keluar dari mansion selain sekolah, apalagi bersama orang lain. Ada kerinduan dan kenyamanan dia rasakan saat angin menerpa wajahnya.

Bulan memerhatikan kedua gadis di depannya. Mereka begitu ramah, Bulan menjadi sedikit lebih santai dan nyaman. Seakan sang bunda memang memilih mereka untuk menjadi temannya.

"K-kalian tidak malu keluar bersamaku?" tanyanya secara tiba-tiba. Dia begitu gugup sekarang. Entahlah, mengapa dia harus mengajukan pertanyaan ini.

Syafira tersenyum merekah, dia menggenggam tangan bergetar Bulan. "Kenapa malu? Justru aku senang karena memiliki teman cantik sepertimu."

Maura menganggukkan kepalanya. "Syafira benar. Terlepas dari apapun masalah yang menimpamu. Kami tulus berteman denganmu, Bulan."

Mereka berdua tau, apa yang menimpa Bulan Nayyara. Kisah dibalik gadis ramah senyum itu menjadi seperti sekarang. Ketika Jessy datang ke rumah mereka dan mengajukan permintaan untuk menjadi teman Bulan, keduanya menerima dengan senang hati.

Mereka tidak menuntut Bulan. Apalagi mendengar seluruh kesah Jessy, keduanya semakin yakin untuk menjadi teman Bulan. Mereka berpikir bahwa semua orang pasti memiliki masa lalu suram. Pemikiran egois serta keinginan yang harus segera di kabulkan.

Tetapi mereka tidak ingin mengungkit masalah seperti itu, karena Syafira dan Maura hadir sebagai teman Bulan dan memiliki misi untuk mengalihkan teman mereka dari kecanduan mengandung obsesi tak sehat.

Mereka tak yakin bisa sepenuhnya mengubah Bulan, akan tetapi ... Mereka memantapkan hati, bahwa mereka akan membawa Bulan menjauh dari inti masalah yang dihadapi.

Bulan menunduk, matanya berair, bahunya bergetar tanda bahwa dia tengah menangis. Setelah sekian lama, dia memiliki teman tulus disekitarnya. Meskipun kedatangan keduanya mendadak baginya, melihat tatapan Syafira dan Maura, membuat dirinya terharu.

Syafira dan Maura saking pandang, lalu mereka berdiri dan memeluk Bulan dari kedua sisi. Menyembunyikan tangis teman baru mereka agar tidak seorang pun mengetahui sisi lemah si gadis. Sembari menenangkannya.




Tbc.

Saudara Antagonis - EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang