Bab 4.

28.1K 2.6K 36
                                    



Dean berjalan mengendap-endap. Menolah kanan kiri memperhatikan para siswa maupun siswi yang berbondong-bondong berjalan di lorong sekolah. Berdiam diri disela pintu sembari mengintip-intip.

Menyipitkan mata agar pandangannya lebih fokus pada satu objek. Mengabaikan teman sekelasnya yang memandangnya aneh. Apalagi gerak-gerik Dean  seperti ingin maling itu sangat tak cocok dengan wajah manisnya.

"Moga aja mereka lupa kesini, " bisiknya entah pada siapa. Dia menatap lorong bagian kiri, karena berpikir bahwa Galaksi dan kawan-kawan akan muncul dari sana. Dia takut btw. Dean merasa berdekatan dengan geng Galaksi membawa aura gelap di sekelilingnya.

Dean tidak tau saja, bahwa Galaksi berserta tiga temannya sudah berdiri di belakangnya. Menatap Dean heran karena berdiri di pintu dan seperti waspada pada sesuatu.

"Ekhem!" Azka berbatuk pelan. Berniat untuk menyadarkan Dean bahwa mereka ada di dekat anak itu. Tetapi karena terlalu fokus, Dean tak menggubris deheman Azka.

Galaksi pun bergerak, dia menepuk bahu Dean dua kali. "Apa sih?!" Seru Dean menepis tangan Galaksi tanpa melihat si empu. Para murid di kelas tersebut menahan nafas karena kelakuan Dean.

Nafas Galaksi terdengar berat, dia memandang tangan yang baru saja ditepis oleh Dean. Dia pun menatap punggung kecil Dean kemudian kembali menepuk bahu anak itu.

Dean yang fokusnya terganggu pun berbalik dan menatap Galaksi marah. "Apasih?? Ganggu aja. Gtau apa, aku-" okey Dean bungkam. Melihat sorot mata tajam Galaksi berhasil membuat bulu kuduknya berdiri.

Sejak kapan sekumpulan orang tinggi ini ada di belakangnya. Kenapa dia tidak menyadarinya. Dean melirik ke belakang, teman sekelasnya membuang muka dan mengalihkan atensi. Sial, mereka bahkan tidak mau membantunya.

"Jalan sendiri atau mau seperti tadi pagi."

"J-jalan sendiri." Dean gugup, tentu. Jika itu dirinya dulu, mungkin dia akan sedikit lebih tinggi. Perawakan yang biasa aja dan memiliki nilai 0% untuk dinotice oleh orang-orang rupawan ini.

Tetapi jika dia 'Arkana' Pemuda yang imut seperti pantat bayi ini pasti akan memiliki nilai, Kana pendek. Bahkan kebanyakan para gadis lebih tinggi dari pada Arkana. Apalagi pada Galaksi yang suka yang imut-imut. Jangan salah faham, suka yang dimaksud merupakan suka sebagai saudara.

Galaksi mengangguk puas, dia berjalan lebih dulu. Baru setelahnya Dean karena sudah dikode oleh ketiga manusia Titan lainnya. Tolong bangunkan dia dari mimpi buruk ini.

"Pendek."

Langkah kaki Dean terhenti. Dia berbalik untuk melihat siapa yang telah mengatainya pendek. "Siapa tadi yang bilang?" tanyanya. Dia menatap Sadewa, Azka dan Candra bergantian. Rasa kesalnya menghilangkan ketakutan yang ia rasakan.

"Pendek."

"Apa?!" Dean menatap garang Candra. Dia berkacak pinggang di hadapan Pemuda tersebut. "Aku itu ga pendek. Kalian aja yang makan tiang!" serunya tak terima dikatakan pendek. Meskipun hal itu merupakan kenyataan, tetapi dia tidak terlalu pendek kok.

"Kau memang pendek." Suara Galaksi menyahut dari belakang Dean. Berjalan mendekat dan berdiri disamping Dean yang menatap Gala dengan tatapan tajam.

"Suatu saat, aku akan tinggi. Bunda memberiku susu setiap hari!" ujarnya bangga. Padahal kenyataannya, dia hanya mencoba percaya diri agar berhenti diledek oleh sekawanan Titan ini.

"Itu bagus... Pipimu akan semakin berisi. Dan itu akan sangat bagus untuk dilihat." Azka menimpali. Melangkah duluan sebab banyak orang yang perjalanannya terhenti karena mereka berdiri di tengah-tengah lorong.

"Tinggi itu ke atas, bukan ke samping," sahut Sadewa yang sejak tadi terkekeh pelan. Lihat, satu kata terakhir darinya berhasil membuat mata bulat Dean berkaca-kaca.

"Ga asik, sok kenal, sok dekat!! Emang babi! Mentang-mentang makan gapura, makan tiang, seenaknya saja ngatain orang  pendek!!"omel Dean sembari mencak-mencak ga jelas. Dia berlari meninggalkan kawanan itu. Yah, siapa tau juga bisa lari kam, jadinya dia ga harus bersama mereka.

Tapi sayang seribu sayang, Dean jalan ditempat. Karena kerahnya sudah lebih dulu ditarik oleh Galaksi.

Sialan.


*


Dean dengan lunglai masuk kedalam mansion Alaska. Setelah serangkaian kejadian terjadi hari ini, energinya terkuras habis. Dia membutuhkan kasur empuknya untuk segera merebahkan diri. Ah, Dean rindu kasur di rumahnya, meskipun kasur biasa, tetapi memiliki banyak sekali kenangan didalamnya.

Dean langsung menuju kamar. Karena Mansion sangat sepi. Tidak tau kemana saja penghuninya pergi. Lebih utama baginya untuk segera membersihkan diri. Tubuhnya penatnya butuh kesegaran. Dean juga merasakan lapar.

Dia harus cepat-cepat berganti baju dan menyelesaikan ritualnya lalu pergi ke dapur untuk mencari makanan lezat. Ngomong-ngomong... Menjadi Arkana membuat Dean sering memakan masakan atau makanan yang hanya ada di TV ataupun iklan.

Dean jadi berpikir, apakah dirinya memasuki dunia yang sama. Namun dia harus membuang jauh-jauh pemikiran tersebut karena dia beda dunia dengan keluarga aslinya. Dia benar-benar memasuki dunia novel.

"Moga aja dia dicakar kucing." Dean masih nenggerundel. Dia tetap kesal dan marah pada geng Galaksi. Enak saja dirinya yang setinggi harapan orang tua ini dikatakan pendek, walaupun dia menyangkal tapi tetap saja kesal.

Bugh! !

Brak!!

Karena tak melihat jalan, Dean menabrak sesuatu hingga dirinya terjatuh. Dia meringis pelan merasakan sakit diarea pantat dan punggung. Terbentur keras ke lantai dingin sangat tidak menyenangkan.

Dean mendongak untuk melihat siapa yang dia tabrak. Orang  yang ternyata antagonis cerita sekaligus kakak perempuannya, Bulan Nayyara. Berjalan acuh tanpa menoleh sedikitpun padanya tanpa buat membantu.

"Kak!!" Panggil Dean.

Sebenernya ini bukan kali pertama dia bertemu Bulan. Gadis itu memang akan keluar disaat Mansion sepi. Sering berpapasan dengannya, tetapi Bulan tak pernah membalas sapaan, panggilan atau setidaknya menoleh kearahnya.

Keluarga Alaska seperti sosok asing bagi Bulan.

Gadis itu mengasingkan diri sendiri. Padahal meskipun kelakuannya memalukan keluarga Alaska, Jessy tetap khawatir pada putri satu-satunya Alaska itu. Akan tetapi Bulan memilih mengurung diri sendiri dan keluar ketika pergi ke sekolah ataupun memiliki kepentingan lain.

Sangat jarang berkomunikasi dengan keluarga hingga beberapa kali menyebabkan kemarahan besar dari James sebagai kepala keluarga.

Dean pun hanya bisa menggeleng pelan. Dia tak terlalu tau bagaimana sikap Bulan. Apalagi kehadirannya yang ada ketika alur selesai, membuat dia tak tau apa yang harus dilakukan. Terlebih, Bulan menutup diri sehingga alot baginya untuk mengakrabkan diri atau mencari informasi.




Tbc.

Saudara Antagonis - EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang