Bab 16.

20.4K 2.3K 119
                                    


"James, obatnya." Jessy menjulurkan 3 obat berbeda, James menerimanya dan langsung memasukkan tiga obat tersebut kedalam mulutnya. Lalu mengambil air yang ada di tangan lain sang istri dan meminumnya.

"Kebiasaanmu ini tidak berubah." Menaruh gelas kosong, kepala Jessy menggeleng pelan. James selalu meminum beberapa obat sekaligus. Mau itu besar atau kecil, terkadang tanpa air.

"Agar lebih cepat." James menjawab, dia memerhatikan sang istri tengah menata meja di sebelahnya. Istrinya itu begitu cantik, itu sebab mengapa Bulan terlihat manis dan cantik. Anak gadisnya memiliki wajah sempurna.

Namun entah bagaimana, Bulan jatuh hati pada Galaksi, orang yang tak mencintai sang putri, meskipun putrinya secantik itu. Membuktikan bahwa cinta sejati, terkadang tak memandang fisik. Walaupun dia tidak tau rupa dari gadis yang dicintai Galaksi, James akan tetap mengatakan bahwa putrinya lah yang tercantik.

"Andai Bulan tidak jatuh hati pada Galaksi."

Pergerakan Jessy terhenti, dia menatap suaminya yang baru saja bergumam. Perlahan, Jessy memegang tangan kekar suaminya. "Cinta tidak tau kemana dia berlabuh sayang." Meski dalam hati, Jessy mengatakan hal yang sama seperti sang suami.

Maka, semuanya akan baik-baik saja. Senyuman putrinya akan tetap ada diwajah cantiknya. Dia tak akan sering bertengkar dengan suami, James tak akan selelah saat ini menghadapi tekanan dari berbagai pihak.

"Aku hanya berandai-andai."

Nasi menjadi bubur, James tidak akan bisa merubah apa yang terjadi dengan mudah. Dia hanya harus menabahkan hati akan segala cemoohan untuknya ataupun putrinya. Karena walau Galaksi  menghapus video yang beredar, publik tetap tak berhenti disitu saja.

"Ayah!!"

Keduanya menoleh ke arah pintu, mereka tersenyum melihat Dean datang menenteng dua kresek di tangan kanan dan kirinya. Kedatangan si bungsu membuat James tersegarkan. Jessy bersyukur dia memiliki si bungsu, memilikinya disisi mereka terkadang membuat mereka lupa akan masalah yang menimpa.

"Adek pelan, nanti jatuh."

Dean tidak menggubris peringatan Jessy, dia berlari hingga berdiri tepat disebelah James. Mengangkat kedua tangan memperlihatkan dua keresek tanggung. "Ayah, aku membeli jeruk dan apel. Didalam juga ada camilan serta susu untuk ayah, " serunya.

James tersenyum kecil, dia menepuk kepala siempu. "Yakin susunya untuk ayah?" tanyanya dengan nada ragu. Berniat menggoda sang putra yang terlihat antusias.

Dean tersenyum menampilkan deretan gigi rapinya, dia menjawab. "Aku beli dua ayah. Satunya milikku, satunya punya ayah."

"Untuk bunda?"

"Aku membeli yang lain nda." Dean menaruh kresek itu di ranjang, kemudian mencari-cari minuman yang ia beli untuk Jessy. Alisnya berkerut karena tak cepat menemukan tersebut. "Loh, mana yah?" gumamnya.

Di sela kebingungannya, Gibran datang membawa satu botol minuman perasa. Dia menaruhnya di hadapan sang adik. "Ini, kamu melupakannya."

"Oh!! Bunda, ini milikmu." Dean mengambilnya kemudian berlari ke sisi ranjang dan memberikan minuman tersebut kepada Jessy. "Bunda suka rasa kacang hijau kan? Aku membeli rasa ini soalnya."

Jessy tersenyum. "Iya, bunda menyukainya. Terimakasih sayang." Dia mengecup kedua pipi Dean serta kening putranya. Rasanya Jessy ingin menangis, baru kemarin dia mendengar tangisan bayi si bungsu, kini putranya telah beranjak remaja.

Suasana diruangan itu berubah hangat karena Dean. Anak itu berceloteh panjang lebar yang direspon cepat oleh keluarga. Dia juga mengupas jeruk untuk James dan membersihkan serat sehingga James bisa langsung memakannya.

Meski sejenak, keluarga itu melupakan masalah yang menimpa mereka. Kehadiran si bungsu menjadi cahaya bagi mereka yang berada di kegelapan selama beberapa waktu.

Sementara disisi Dean, dia tersenyum. Dalam hati bernafas lega karena ketegangan yang terjadi beberapa saat lalu menghilang. Dia juga menyadari sesuatu, tentang maksud keberadaannya disini, menggantikan Arkana yang asli.

Menjadi penengah sekaligus penghibur dikala kesedihan keluarga. Walaupun Arkana 'asli' juga bisa melakukannya, tetapi entah mengapa Arkana justru menghilang. Lalu raganya di gantikan oleh sosoknya.

"Ayah, jangan sakit lagi ya."

James tidak tau, berapa kali dia tersenyum sejak kehadiran putra bungsunya. Yang jelas, dia sangat beruntung memiliki si bungsu. Dia membawa Dean ke dalam pelukannya, karena posisi Dean berada di atas ranjang, memudahkan James memeluk sang putra.

"Ayah tidak sakit jika ada kamu disini. Jangan pernah tinggalkan ayah, Kana."


***


Suasana hangat tadi telah berubah mencekam. James mengepalkan tangan kuat. Sebisa mungkin untuk menahan pergerakan karena Dean tertidur disebelahnya. James menatap tajam sosok didepannya.

"Ayah tidak bisa memutuskannya secara sepihak, kak. Ini merupakan masalah keluargaku!" tekannya berucap rendah.

Sosok yang di panggil 'kak' oleh James terkekeh sinis. Dia bersedekap dada membalas tatapan tajam adiknya. "Ayah sudah menduga bahwa kau akan mengatakan demikian, James."

"Kalau ayah tau, berhenti mendesak dan memaksaku!" Suara James sedikit meninggi. Dean bergerak kecil merasa terganggu, James segera mengelus kepala Dean, membuat si empu kembali nyaman dalam tidurnya.

"Ayah memberimu dua pilihan. Asingkan Bulan, atau kau harus keluar dari keluarga Alaska. Kami juga akan membawa Arkana bersama kami." Elizza mengancam James sesuai dengan ucapan ayahnya. Dia datang untuk memperingati sang adik.

"Masalah yang dibawa putrimu mencoreng nama baik keluarga. Tentu hal ini sangat mengganggu ayah. Kau juga tau, seberjuang apa ayah dalam memperjuangkan keluarga kita sampai ke posisi ini."

Elizza mendekati ranjang James, dia mencondongkan tubuh dan mengecup kening keponakannya. "Ayah memberimu waktu dua bulan. Bekerja keraslah untuk pembersihan. Atau kau harus memilih diantara opsi yang aku sebutkan."

Wanita itu mulai beranjak untuk pergi. "Ayah juga mengetahui permintaan konyol putrimu hingga menyebabkan kau mendekam di sini. Putuskan dengan bijak James. Waktumu tidak banyak."

Selepas kepergian Elizza, tangan James yang terkepal mengendur. Tetes demi tetes air mata mulai berjatuhan, kepalanya mulai sakit. Dia beringsut memeluk putranya, membiarkan aliran darah kembali keluar dari hidungnya.

Beberapa tekanan mengganggu dirinya. Membuatnya seakan berdiri di tepi jurang dengan banyak orang yang siap kapan saja mendorongnya.

"Ayah janji akan berusaha lebih keras. Kuatkan ayah Kana. Jangan pergi dari sisi ayah." Suara James begitu lirih. Dia menangis tanpa suara. Biarlah dia mengeluarkan tangis untuk mengurangi beban. Walaupun tak pantas bagi dirinya untuk menangis.

Namun apa yang harus dia lakukan. Dia tak memiliki bahu kuat untuk bersandar. Ketika semua orang menekan dirinya. Karena tak mungkin dia meluapkan semua pada keluarganya. Dia tak ingin istri serta anaknya menanggung beban yang dia terima.



Tbc.

Saudara Antagonis - EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang