Dean menatap kakaknya yang melambaikan tangan terhadap kepergian Galaksi. Padahal, Galaksi memilih pergi karena risih pada Bulan. Namun gadis itu malah tersenyum cerah seakan Galaksi datang untuk bertemu dirinya.
Dean merasa bahwa Bulan 'sakit' sebab sikap Bulan yang tak sesuai. Bulan menerima dengan senang hati keberadaan Galaksi bahkan bergelayut manja memeluk lengan pemuda itu. Padahal sikap Bulan sebelumnya menunjukkan bahwa Bulan teramat takut akan kehadiran Galaksi.
Apalagi melihat raut sedih serta trauma Bulan sebelumnya, meyakinkan diri bahwa Bulan tersiksa. Serta ucapan sang kakak yang menyebutkan dan khawatir sebab dia masuk Antariksa. Akan tetapi yang dia lihat sekarang berbeda. Seakan Bulan tak mengalami semua ini karena kedatangan Gala.
Kalau kehadiran Galaksi menjadi semangat untuk Bulan. Kalau seperti itu, mengapa gadis itu memilih untuk pindah sekolah. Ataukah sebab Bulan dirundung seluruh gadis di sana dan dikecam tidak tau malu. Padahal meskipun Bulan pindah, dia mendapatkan perilaku sama walaupun tidak separah Antariksa.
"Kana, kau berteman dengan Galaksi?" tanya Bulan. Tatapan matanya tak terbaca. Mimik wajah Bulan pun berubah. Berbeda ketika dihadapan Galaksi.
Dean menggeleng kecil. "Tidak kak. Kami tidak berteman. Hanya saja kak Galaksi sering berada disisiku. Padahal kan aku ga suka!" serunya sedikit kesal. Dia bersedekap dada dan menggembungkan pipinya.
Grep!
Bulan meremat kedua bahu Dean. Matanya melotot menatap adiknya. Tatapan yang membuat Dean takut. Sungguh, kakaknya seperti membawa kesan horor. "Kau harus dekat dengan Galaksi!" tekan Bulan dengan nada rendah.
Dean meringis kecil, dia membalas tatapan serta perkataan sang kakak. "Tapi kak, aku dengar karena kak Gala, kakak tersik-"
"Galaksi tidak melakukan apapun! Yang jahat adalah mereka yang ada di sekolah. Kau harus mengikuti perkataan kakak, Kana. Kau harus dekat dengan Galaksi dan membawa dia kesini setiap hari!!" desak Bulan menuntut Kana dan melepaskan cengkraman di bahu sang adik.
"Ingat, kau harus berteman dengan Galaksi, " ujar Bulan lalu melangkah pergi meninggalkan Dean yang cengo ditempat. Sunggu, dia seperti mendapatkan plot twist dihidupnya. Angan-angan serta pemikiran sedih tentang Bulan lenyap seketika.
Dean berdiri ditempat, dia sangat terkejut hingga tak bereaksi. Bulan sudah jauh dari ekpetasinya. Kenapa sikap Bulan berubah total dari semestinya. Bulan tidak memiliki riwayat hidup yang buruk sehingga membuat gadis itu memiliki masalah mental.
Namun melihat Bulan hari ini, merupakan sesuatu yang baru bagi Dean. Memang benar, bahwa Dean tidak terlalu memahami kakak Arkana itu, Bertemu pun jarang meskipun sudah lama dia berada di raga Kana.
"Adek ngapain berdiri di sana. Nanti kesambet gimana?" ujar Jessy dari luar, berjalan mendekati putranya tengah berdiri bengong dan masih memakai seragam sekolahnya.
Dean terkesiap dan menatap kedatangan Jessy. "Ah bunda, enggak papa."
"Kamu ini bikin bunda khawatir aja." Jessy mengecup dahi serta kedua pipi Dean. Lalu mengajak putranya itu untuk duduk. Karena raut wajah putranya tidak singkron dengan jawaban sang putra.
Dia menyapu anak rambut di dahi Dean, kemudian bertanya. "Nak, ada apa? Ada yang mengganggumu di sekolah?"
Dean menggeleng kecil, dia tersenyum. "Aku ga papa bun. Cuma kepikiran sama ulangan harian. Semoga aja aku dapat nilai bagus."
Jessy pun memaklumi sikap putra bungsunya ini. "Jangan terlalu dipikirkan. Bunda lihat adek seperti tertekan. Kalau ayah lihat, dia pasti tidak suka putra kesayangannya ini melamun karena masalah sepele."
"Uhm."
"Tapi bunda, tidak biasanya pulang sore?"
"Bunda beli sesuatu di dekat sini buat karyawan, jadi sekalian mampir mau lihat putra manis bunda." Jessy berkata sembari memeluk Dean. Mengendus wangi sabun yang ia beli. Meskipun sudah hampir seharian beraktivitas, putranya tetap harum.
"Aku tidak manis bunda."
"Itu kan menurut adek. Kamu ga tau aja kalo teman-teman bunda iri. Mereka iri karena tidak bisa memiliki putra semanis kamu."
"Cukup bunda, aku malu."
***
"Arkana."
Dean menoleh saat nama pemilik raga dipanggil. Menghentikan kegiatan nontonnya melihat Gibran berjalan mendekat ke arahnya. "Iya bang?"
Gibran duduk di pinggir ranjang tepat di sebelah Dean. Mengintip sesuatu di handphone milik adiknya. "Padahal sudah besar, nontonnya kartun."
Dean melirik Gibran sebentar, dia menyuapi mulutnya dengan cemilan yang dia siapkan. "Sirik amat bang. Abang ga tau aja serunya nonton kartun. Mending abang diem disini aja, nonton sama aku."
Gibran tak menjawab, tetapi dia beringsut untuk diam dibelakang Dean. Mengangkat adiknya sebentar dan membenarkan posisi Dean supaya duduk di pangkuannya. Ponsel untuk menonton tadi di ganti dengan laptop yang ada di meja nakas.
"Gimana sekolah kamu hari ini?" tanya Gibran basa-basi. Tangannya bergerak untuk menyuapi Dean. Sementara sang adik fokus pada laptop.
"Hari ini aku ujian bang, untung saja aku belajar setiap hari. Jadi kalo ada ujian dadakan, aku bisa handle dan mengerjakannya dengan cepat, " sahut Dean menikmati segala perlakuan lembut Gibran.
"Ada yang ganggu kamu?"
"Hm ganggu ya..." Dean sedikit menggantung ucapannya. "Ganggu sih ga ada, dalam segi buruk. Tapi kak Gala menempeliku abang. Dia sampai mengikutiku ke sini, " lanjutnya mengadu pada Gibran. Entahlah, rasanya dia suka dengan suasana ini.
Gibran yang mendegar pun mendatarkan tatapannya. "Apa dia melakukan sesuatu?"
"Tidak, jika dipikir... Dia seperti menjagaku. Tetap saja aku kesal. Dia sudah bikin kakak trauma." Dean menunjukkan emosi di perkataannya itu, sehingga tanpa sadar menggigit jari Gibran.
Gibran yang berniat marah sekarang tertawa kecil. Adiknya selalu bisa meredakan emosinya. Dia memeluk Dean, menaruh dagunya di atas kepala sang adik. "Selama dia menjagamu, tak masalah. Itu bagus untuk menambah penjagaanmu."
"Memangnya abang ga kesal sama kak Gala? Atau semacam membencinya? Kak Gala kan yang ngebuat kakak di kondisi sekarang."
"Benci kah.. Dari pada benci, abang merasa kasihan dengannya."
Dean sontak mendongak menatap Gibran dari bawah. "Kasihan? Kenapa?"
"Karena di sukai oleh kakakmu."
"Hah?"
Gibran menghela nafas kecil. Adiknya terlalu polos hingga tidak mengerti bahwa adik perempuannya budak cinta Galaksi. Bagaimana menjelaskannya... Bulan belum ditahap obsesi, tetapi dia ada di fase dimana meskipun Gala memiliki kesalahan, Bulan tetap mencintai Galaksi.
Itu sebabnya adik perempuannya tersebut nekat menjebak Galaksi.
Tbc.
400 vote, up.
KAMU SEDANG MEMBACA
Saudara Antagonis - End
Teen FictionDeandra Rajevan pemuda 20 tahun yang gemar sekali membaca novel telah sampai difase muak. Ketika dia mmebaca buku terakhir yang lalu dia buang pada tong sampah karena alur mengerikannya. Mengumpati penulis yang begitu tega memberikan ending tak meny...