Bagian 14

3 2 0
                                    

Di kantin sekolah yang ramai, suasana terasa hidupdengan percakapan dan tawa. Brilly duduk sendirian di meja dekat jendela,tampak melamun dan tidak bersemangat.

Miguel, dengan senyum cerianya yang khas, datang membawa seporsi mie ayam dan segelas es teh untuk sahabatnya.

"Mang, kok mukanya kusut banget, sih?" tanya Miguel sambil meletakkan mie ayam dan es teh di meja Brilly.

Brilly menghela napas panjang, menatap mie ayam tanpa nafsu.

"Miguel, aku baru aja dapet kejutan besar dari Kesya." Miguel mengunyah mie ayam dengan cepat, matanya menyala penuh rasa ingin tahu.

"Kejutan apa ? Jangan bilang Kesya ngajak kamu berduet nyanyi atau apa gitu !" Brilly tersenyum lemah.

"Bukan, sih. Kesya bilang kalau dia tahuaku sebenarnya suka sama Cantika, bukan dia." Miguel terdiam sejenak, menilai ekspresi Brilly dengan tatapan serius.

"Oh, jadi Kesya nggak mau jadi pacarmu?"

"Iya," jawab Brilly, suara berat penuh kekecewaan.

"Dia bilang dia bisa lihat kalau aku masih mikirin Cantika." Miguel mengangguk, berusaha memahami situasi sahabatnya.

"Jadi,apa yang kamu rasain sekarang?" Brilly menatap mie ayamnya dengan serius.

"Rasa bingung, campur aduk... dan juga merasa bersalah. Aku suka Cantika, tapi aku belum bisa jujur sama dia." Miguel menyandarkan punggungnya ke kursi, lalu tiba-tiba matanya berkilat.

"Bril, kamu tahu, aku sebenarnya udah lama ngerasa kamu punya perasaan ini. Dari dulu, aku udah lihat betapa perhatian dan pedulinya kamu sama Cantika. Dan jujur aja, aku cuma nunggu waktu yang tepat buat bilang." Brilly menatap Miguel dengan penuh harapan.

"Jadi, menurutmu apa yang harus aku lakukan?" Miguel tersenyum, lalu mengeluarkan ponselnya dan membuka aplikasi catatan.

"Aku mau kasih kamu satu kutipan yang aku rasa cocok banget dengan situasi kamu."

Ia membacakan dengan penuh perasaan:

"Ketika kamu benar-benar ingin sesuatu, seluruh alam semesta bersatu untuk membantumu mencapainya.' – Paulo Coelho"

Brilly terdiam, merenungkan kutipan tersebut. Miguel melanjutkan dengan penuh keyakinan,

"Kadang, kita harus berani mengambil langkah pertama untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Kamu udah lama merasakan ini, dan aku yakin Cantika juga bisa merasakannya. Jangan takut buat ambil langkah. Kalau kamu terus menunda, mungkin kamu nggak akan pernah tahu apa yang sebenarnya bisa terjadi."

Brilly merasa terhibur dan lebih percaya diri setelah mendengar nasihat Miguel dan kutipan motivasinya.

"Kamu benar. Terima kasih, Miguel. Akurasa aku tahu apa yang harus aku lakukan sekarang."

Miguel tersenyum lebar, penuh semangat.

"Nah, itu baru semangat ! Ayo kita makan mie ayam ini, siapa tahu makanan ini bisa bantu kamu pikirin langkah berikutnya."

Brilly memulai makan mie ayamnya, dan meskipun masih ada rasa gugup, dia merasa lebih siap untuk menghadapi perasaannya terhadap Cantika.

Dengan dorongan dari sahabatnya dan tekad yang baru ditemukan, Brilly mulai merasa bahwa mungkin dia bisa mengatasi kebingungannya dan menghadapi perasaannya dengan lebih baik.

Hari itu cerah dan penuh aktivitas di SMAN 198 Yogyakarta. Koridor sekolah tampak sibuk dengan siswa-siswa yang berlalu lalang menuju kelas masing-masing.

Brilly, seperti biasa, berjalan santai sambil memikirkan hal-hal kecil dan besar yang harus dilakukannya.

Namun, sesuatu yang berbeda menarik perhatian Brilly pagi itu. Di depan kelas, Cantika tampak kesulitan.

Dengan tangan penuh beban buku catatan dan berkas-berkas yang menumpuk, Cantika berusaha membuka pintu kelas dengan canggung.

Beberapa buku tampak hampir jatuh dari tangannya, dan dia tampak frustrasi. Brilly mempercepat langkahnya dan akhirnya sampai di depan Cantika.

Melihat Cantika berjuang dengan buku-bukunya, Brilly merasakan dorongan untuk membantu. Tanpa ragu, dia melangkah maju.

"Hai Cantika, kamu terlihat kerepotan. Boleh aku bantu?" tanya Brilly, mencoba untuk terdengar secasual mungkin.

Cantika menoleh dengan ekspresi campur aduk antara terkejut dan lega.

"Oh, Brilly! Iya, tolong banget. Aku bawa buku-buku ini untuk rapat kelompok nanti, tapi rasanya terlalu banyak."

Brilly segera mengambil beberapa tumpuk buku dari tangan Cantika, menyisakan beberapa buku yang masih ada di tangannya.

"Oke, aman." Cantika tersenyum, terlihat lebih lega.

"Terima kasih, Brilly" Mereka mulai berjalan menuju kelas bersama.

Selama perjalanan, Cantika mencoba untuk berbicara sambil berusaha menjaga buku-bukunya tetap stabil di tangan.

Brilly melangkah di sampingnya, sesekali mencuri pandang ke arah Cantika.

"Banyak tugas ya ?" tanya Brilly, sambil melihat buku-buku yang dibawa Cantika.

Cantika mengangguk.

"Iya, ada beberapa tugas kelompok yang harus diselesaikan, dan aku ditugaskan untuk membawa semua catatan ini."

"Kelihatannya berat sekali. Aku bisa bantu kamu memindahkannya keruang kelas nanti jika mau," tawar Brilly dengan nada lembut.

Cantika terlihat tersentuh. "Kamu baik sekali, Brilly. Tapi kamu pasti sibuk, kan ?"

Brilly tersenyum. "Ngomong-ngomong soal sibuk, kamu tahu, saat aku ngeliat kamu terus-terusan berusaha, aku jadi mikir kalau kadang kita butuh bantuan sedikit dari teman."

Ketika mereka sampai di depan kelas, Cantika merasa lebih ringan dengan bantuan Brilly. Ia meletakkan buku-buku di meja dan menatap Brilly dengan penuh rasa terima kasih.

"Terima kasih banget, Brilly. Aku bener-bener menghargai bantuanmu," ucap Cantika dengan tulus.

Brilly merasa senang melihat senyum Cantika. "Sama-sama. Kalau kamu butuh bantuan lagi, bilang aja."

Cantika mengangguk dan tersenyum, tampak lebih ceria. "Pasti. Terimakasih sekali lagi."

Saat Brilly berpaling untuk pergi, Cantika memanggilnya lagi.

"Brilly,sebentar."

Brilly berhenti dan menoleh. "Ada apa?"

Cantika memandangi buku-bukunya, lalu menatap Brilly dengan tatapan lembut.

"Hmm, gak jadi Brill, Thanks ya sekali lagi."

Brilly hanya tersenyum, melambaikan tangannya lalu melangkah pergi dengan perasaan hangat di hati.

Cantika kembali ke mejanya dengan senyum di wajah, merasakan kenyamanan dari interaksi mereka.

Meskipun perasaannya belum sepenuhnya jelas, Cantika menghargai perhatian dan kebaikan Brilly.

HEY CANTIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang