Bagian 3

18 9 2
                                    

Pagi itu, lapangan SMAN 198 Yogyakarta tampak hidup dengan siswa-siswi yang berkerumun, bercanda, dan bersiap-siap menghadapi pelajaran pertama hari itu. Udara segar dengan aroma embun yang masih terasa di sekitar, menambah semangat para siswa.

Matahari pagi yang hangat menembus dedaunan, menciptakan bayangan yang bergerak pelan seiring angin bertiup. Disalah satu sudut lapangan, Brilly berdiri sambil memegang kameranya, memperhatikan setiap detail yang bisa dijadikan objek fotografi.

Namun, fokusnya segera teralihkan ketika melihat Kesya berjalan di dekatnya, sendirian. Kesya adalah sosok yang selalu menarik perhatian di sekolah anak OSIS yang populer dengan senyum yang mempesona, meski pagi ini ia tampak sedikit lebih serius, mungkin karena pikirannya sedang dipenuhi tugas-tugas sekolah.

Brilly, yang sudah sejak lama menaruh hati pada Kesya, mencoba mengumpulkan keberanian untuk mendekatinya. Ini adalah kesempatan yang jarang, dan ia tahu bahwa ia harus memanfaatkannya sebaik mungkin.

Brilly menarik napas dalam-dalam sebelum memberanikan diri melangkah mendekati Kesya. "Hai, Kesya,"sapanya dengan nada setenang mungkin, meski ada sedikit getaran di suaranya.

Kesya menoleh ke arahnya, terlihat agak terkejut. "Oh, hai..." jawabnya dengan senyum tipis yang sedikit terpaksa.

Matanya melirik ke kamera yang dipegang Brilly, namun tidak terlalu tertarik. Brilly merasa canggung dengan tanggapan yang kurang hangat dari Kesya,tetapi ia tetap berusaha melanjutkan percakapan.

"Kamu... sering lewat sini, ya? Aku sering lihat kamu di lapangan pagi-pagi."

Kesya mengangguk sambil tetap memegang botol air minumnya, lalu mengangkat bahu. "Iya, biasanya lewat sini. Aku suka jalan-jalan pagi sebelum masuk kelas."

Brilly mencoba mencari topik lain yang mungkin lebih menarik, sambil berusaha keras untuk tidak tampak terlalu gugup. "Aku lagi ngerjain tugas fotografi, butuh model untuk ambil gambar. Kamu... mungkin tertarik jadi model?

Kesya mengerutkan kening, lalu tersenyum tipis lagi, kali ini dengan ekspresi yang lebih acuh.  "Model? Aku nggak yakin deh... aku bukan tipe orang yang suka difoto."

Brilly sedikit tergagap, tidak menyangka respons Kesya akan sedingin itu. "Oh,nggak apa-apa sih, kalau kamu sibuk..."

Suasana di antara mereka mulai terasa semakin kaku. Brilly bisa merasakan bahwa Kesya tidak tertarik untuk melanjutkan percakapan. Ia merasa buntu, tidak tahu harus berkata apa lagi untuk menjaga percakapan tetap berjalan.

Tiba-tiba, Cantika muncul dari arah yang berlawanan, berjalan cepat dengan senyum cerah di wajahnya. Dia segera menangkap momen canggung antara Brilly dan Kesya, dan dengan sigap mengambil alih situasi."Hai, Kesya! Brilly!" sapa Cantika dengan penuh semangat,seolah-olah dia tidak menyadari ketegangan yang terjadi.

Kesya menoleh ke arah Cantika, ekspresinya langsung melunak. "Hai,Cantika. Kamu tahu Brilly juga?" Cantika tertawa kecil, mendekati mereka.

"Tentu saja! Kami lagi kerjain tugas fotografi bareng. Dan sebenarnya, kita lagi butuh banget model yang keren buat foto di Malioboro hari Minggu besok. Kamu pasti cocok banget,Kesya!"Kesya terlihat sedikit ragu, tetapi Cantika terus meyakinkannya.

"Malioboro pagi-pagi itu keren banget buat foto. Serius deh, ini bakal seru banget!" Brilly, yang merasa lega karena Cantika mengambil alih, menambahkan dengan lebih percaya diri,

"Iya, dan kita bisa menangkap suasana pagi di Malioboro yang unik. Kalau kamu ikut, hasilnya pasti luar biasa." Kesya masih tampak sedikit ragu, tetapi akhirnya mengangguk perlahan.

"Oke,tapi aku nggak janji ya. Kalau aku bisa, aku akan datang."Cantika tersenyum lebar.

"Wah, makasih banget, Kesya! Kamu nggak akan nyesel, deh." Brilly menghela napas lega, merasa berterima kasih pada Cantika karena telah menyelamatkan situasi.

Mereka bertiga kemudian berbicara tentang rencana sesi foto tersebut, dengan Cantika yang terus memimpin percakapan, memastikan bahwa Kesya merasa nyaman dan tertarik dengan ide mereka.

Setelah beberapa saat, Kesya berpamitan untuk masuk kelas terlebih dahulu. "Aku duluan ya, nanti kabarin lagi soal detailnya."

Brilly tersenyum sambil melambaikan tangan. "Oke, Kesya. Sampai nanti!"

Setelah Kesya pergi, Brilly menoleh ke Cantika dengan senyum tipis. "Makasih banget, Cantika. Aku nggak tahu bakal gimana tanpa kamu tadi."

Cantika tersenyum nakal sambil menepuk pundak Brilly. "Santai aja,Brilly. Kadang kamu cuma butuh sedikit bantuan buat bikin suasana jadi nggak terlalu kaku. Kesya tuh memang agak susah didekati, tapi bukan berarti nggak mungkin."

Brilly tertawa kecil, merasa lebih rileks sekarang. "Iya, kamu benar.Aku benar-benar butuh bantuanmu tadi."

Cantika mengedipkan mata, lalu melanjutkan dengan nada bercanda,"Nah, sekarang giliran kamu bantu aku deketin Dimas! Kita sama-sama butuh strategi nih."

Brilly mengangguk penuh semangat. "Deal! Kita bantu satu sama lain."

Dengan rencana yang semakin matang dan semangat yang kembali terpompa, Brilly dan Cantika kembali ke kelas, siap untuk menghadapi tantangan berikutnya dalam perjalanan mereka yang penuh strategi untuk mencapai tujuan masing-masing.

HEY CANTIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang