Bagian 17

2 1 0
                                    

Sore itu, di lapangan futsal SMAN 198 Yogyakarta, suasana terasa sangat hidup.

Brilly, Miguel, dan beberapa teman cowok kelas XI A1 berkumpul untuk berlatih futsal sebelum festival sekolah.

Kesya, bersama teman-teman cewek sekelas, terlihat berdiri di pinggir lapangan, siap memberikan semangat.

"Siap, tim ?" teriak Miguel, yang tampak sangat bersemangat.

"Kita harus menunjukkan bahwa kita adalah juara !"

"Siap, tapi satu syarat. Brilly harus jadi kiper!" balas salah satu teman mereka, Andi, sambil tertawa.

Brilly mengernyitkan dahi. "Kenapa harus gue ?"

"Tenang aja, Brilly. Ini akan jadi momen heroikmu !"

Miguel menyemangatinya, sambil tersenyum nakal.

"Siapa tahu, nanti lo jadi viral karena pemandangan keren lo sebagai kiper !"

Latihan dimulai, dan Brilly sudah siap mengenakan jersey kiper yang terasa kebesaran.

Sementara Miguel berlarian mengumpulkan bola, dia tidak bisa menahan diri untuk membuat lelucon.

"Bro, lo lebih cocok jadi patung daripada kiper !" ejek Miguel sambil menggiring bola ke arah Brilly.

Brilly hanya tersenyum meskipun sedikit khawatir.

Kesya, yang berada di pinggir lapangan, tertawa melihat tingkah laku mereka.

"Ayo, semangat, tim !" serunya dengan senyum cerah, membuat semua cowok di lapangan bersemangat.

Di tengah latihan, Miguel memutuskan untuk melakukan tendangan bebas.

Dia menggiring bola dengan gaya yang berlebihan, membuat semua orang menunggu dengan napas tertahan.

"Siap-siap, Brilly! Ini dia tendangan mautku !"

Dia melesatkan tendangannya, dan Brilly bersiap. Namun, bola itu meluncur cepat dan... BRAAAK!

Bola tepat mengenai kepala Brilly, dan dalam sekejap, dia jatuh terkulai di lapangan.

Semua teman di lapangan terdiam, kemudian tertawa terbahak-bahak.

"Bril ! Gak apa apa kan ?" teriak Miguel, masih terpingkal-pingkal.

"Gue... gue... gak pingsan, kok !"

Brilly berusaha menjawab dengan suara samar sambil memegang kepalanya.

Kesya berlari menghampiri Brilly dengan botol air mineral.

"Ini, minum dulu. Miguel parah banget sih, kasihan tau Brilly !" dia berkata sambil memberikan botolnya.

Di saat itu, Cantika dan Dimas berjalan di lorong sekolah, dan Cantika tanpa sengaja melihat Brilly yang mendapat perhatian penuh.

Melihat Kesya memberikan minum dengan perhatian seperti itu membuatnya merasa cemburu.

"Kenapa dia terlihat dekat sekali? Apa mereka...?" pikir Cantika.

"Cantika, kenapa kamu melamun ?" tanya Dimas, memperhatikan raut wajah Cantika yang terlihat gelisah.

"Eh ? Nggak, aku... aku baik-baik aja," jawab Cantika, berusaha menyembunyikan perasaannya.

Namun, Dimas melihat gelagat aneh Cantika dan menambah pertanyaannya,

"Kamu pasti memikirkan sesuatu. Ada yang mengganggu, ya ?"

Cantika hanya menggelengkan kepala, berusaha menepis rasa cemburunya.

"Nggak ada apa apa kok Dim."

Kembali ke lapangan, Brilly sudah duduk dengan wajah memerah, merasa malu sekaligus lucu.

"Ayo, kita lanjut !" teriak Miguel sambil tertawa.

"Jangan main-main, Miguel! Lo tahu kalau kepala gue sekarang jadi target empuk !" jawab Brilly dengan nada setengah marah, tapi senyum tak bisa ia sembunyikan.

"Tenang saja, Brilly. Kita sudah latihan, sekarang kamu siap untuk lebih banyak tembakan !" seru Miguel.

Setelah beberapa saat, suasana semakin meriah. Kesya dan teman-teman cewek mereka terus memberi semangat, "Ayo, tim! Kalian pasti bisa! Satu, dua, tiga, tim XI A1!"

Brilly berdiri kembali, kali ini lebih percaya diri.

"Oke, siapa yang mau nembak ? Maju sini asal jangan arahin ke kepala lagi !"

Semua tertawa, dan suasana latihan pun semakin hangat, tanpa disadari, perasaan Cantika semakin kompleks saat melihat Brilly dilapangan tadi.

HEY CANTIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang