Bagian 9

11 4 1
                                    

Setelah tiba di sekolah, Brilly melangkah masuk ke kelas XI A1 dengan sedikit gelisah, pikirannya masih dipenuhi oleh mimpi aneh yang baru saja dialaminya. Ia langsung duduk di bangku belakang, tempat biasa ia dan Miguel duduk.

Sambil menunggu bel masuk, Brilly menunduk, memikirkan bagaimana harus menceritakan mimpi itu kepada Miguel.Tak lama kemudian, Miguel datang dengan senyum lebar di wajahnya. "Pagi, Bril! Kok keliatan murung banget ? Ada apaan?"  tanya Miguel sambil menjatuhkan tasnya kebangku dan langsung duduk di sebelah Brilly.

Brilly menoleh ke Miguel dan menarik napas dalam-dalam. "Mig... gue barusan mimpi aneh banget,deh,"  ucapnya dengan nada serius, tapi ada sedikit tawa di ujung kalimatnya.

Miguel langsung memasang wajah penasaran. "Mimpi apa? Ayo, cerita!"  desaknya sambil mencondongkan tubuhnya ke arah Brilly, seperti anak kecil yang tidak sabar mendengar cerita seru.

Brilly mulai menceritakan mimpinya, mulai dari saat dia bergandengan tangan dengan Kesya di taman, hingga bagian aneh di mana wajah Kesya tiba-tiba berubah menjadi Dimas.

Saat Brilly sampai di bagian itu, Miguel langsung meledak tertawa terpingkal-pingkal."Hah?! Jadi muka Kesya tiba-tiba berubah jadi Dimas? Hahahaha! Aduh, Bril, itu mimpi paling aneh yang pernah gue denger!" Miguel tertawa begitu keras hingga menarik perhatian beberapa teman sekelas yang sudah datang lebih dulu.

Brilly hanya bisa tersenyum kecut, sedikit malu dengan reaksi Miguel. "Iya, tau. Aneh banget, kan? Gue juga nggak ngerti kenapa bisa mimpi kayak gitu," keluh Brilly sambil menggaruk kepala.Miguel, yang masih tertawa, mulai mencoba memperagakan apa yang ada di mimpi Brilly.

Dia meniru gerakan Kesya bergandengan tangan dengan Brilly, lalu tiba-tiba mengubah ekspresinya seolah menjadi Dimas. "Halo, Bril! Gimana? Surprise, nggak? Hahaha!" ejeknya sambil tertawa lagi.

Brilly hanya bisa menutupi wajahnya dengan tangan, mencoba menahan rasa malu. "Sialan, Mig! Jangan dibikin tambah aneh, deh!"  protesnya, tapi ia juga tak bisa menahan diri untuk tidak ikut tertawa.

Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar dari pintu kelas. Brilly, yang sedang sibuk tertawa bersama Miguel, mendongak dan melihat Kesya masuk ke dalam kelas. Kesya, yang mengenakan jaket biru yang menutupi seragam SMAN 198, berjalan dengan anggun menuju mejanya dibarisan depan Brilly merasakan jantungnya berdebar lebih cepat melihat Kesya dengan sangat jelas.

Wajah Kesya yang cerah dan senyuman tipis di bibirnya membuat Brilly terdiam sejenak, benar-benar terpesona. Seolah-olah waktu berhenti, dan yang ada di dunia ini hanyalah Kesya dan dirinya. Namun, momen itu tidak berlangsung lama.

Miguel, yang menyadari perubahan ekspresi Brilly, menepuk pundaknya sambil menyeringai. "Hei, Bril, balik ke bumi, dong! Lihat tuh, Pak Joko udah masuk,"  bisiknya sambil menunjuk ke arah pintu kelas.

Brilly langsung tersadar dari lamunannya, dan melihat Pak Joko, guru Pendidikan Kewarganegaraan yang terkenal galak, berjalan masuk ke dalam kelas dengan wajah serius. Brilly buru-buru mengalihkan pandangannya dari Kesya dan mencoba fokus pada pelajaran yang akan dimulai.

Miguel terkekeh pelan disampingnya, masih menahan tawa dari reaksi Brilly tadi. "Jangan terlalu kebawa mimpi, Bril. Kita ada di dunia nyata sekarang, ingat itu," kata Miguel sambil tersenyum jahil.

Brilly hanya bisa menghela napas dan mengangguk, berusaha mengendalikan perasaannya yang masih campur aduk. "Iya,iya, gue tau. Yuk, fokus dulu, nanti kita ngobrol lagi," jawabnya sambil membuka buku pelajaran dan mencoba memusatkan perhatian pada Pak Joko yang sudah mulai mengajar.

HEY CANTIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang