Bagian 13

3 1 0
                                        

Kesya terdiam sejenak, memandangi Brilly dengan tatapan yang sulit diartikan.

Lalu, dengan suara yang pelan, ia menjawab, "Aku nggak bisa, Bril."

Mendengar jawaban itu, hati Brilly seketika terasa hancur.

Wajahnya berubah muram, ia menunduk, tak tahu harus berkata apa.

Namun, sebelum ia sempat bereaksi lebih jauh, Kesya melanjutkan dengan suara lembut,

"Aku nggak bisa karena aku tahu... kamu belum sepenuhnya mencintai aku. Di hatimu, masih ada seseorang yang lain."

Brilly mengangkat wajahnya, bingung.

"Apa maksudmu, Kesya ? Aku nggak menyimpan perasaan selain buat kamu."

Kesya menggelengkan kepalanya, mengambil bunga melati yang terselip di botol minuman dan mengembalikannya ke dada Brilly.

"Coba kamu tutup mata, Bril. Coba lihat siapa yang sebenarnya ada di hatimu."

Dengan sedikit ragu, Brilly menutup matanya, berusaha keras untuk memahami maksud Kesya.

Perlahan, bayangan seseorang muncul dalam pikirannya.

Bukan Kesya, melainkan Cantika senyumnya, tawa riangnya, cara dia selalu ceria.

Brilly semakin terkejut ketika nama Cantika muncul begitu saja dari bibirnya.

"Cantika..." ucap Brilly dengan suara pelan, hampir seperti berbisik.

Kesya tersenyum tipis, meski hatinya mungkin juga terasa sedikit perih.

"Itulah yang aku maksud, Bril. Kamu belum sepenuhnya mencintai aku karena masih ada seseorang lain di hatimu. Cantika."

"Tapi... Cantika kan suka sama Dimas, bukan aku."

Kesya menghela napas pelan dan tersenyum lembut.

"Percaya saja sama aku, Bril. Aku dan Cantika sudah bersahabat lama.

Mungkin dia pernah bilang dia suka Dimas, tapi itu sebelum dia mengenalmu lebih dekat. Cantika sering banget cerita tentang kamu.

Aku bisa lihat dari cara dia ngomong tentang kamu, dari matanya, kalau dia punya perasaan lebih dari sekadar teman."

Brilly terdiam, hatinya terasa campur aduk.

Sebagian dirinya masih berusaha mencerna kata-kata Kesya, sementara sebagian lainnya mulai merasakan perasaan yang selama ini ia abaikan, perasaan terhadap Cantika.

Dengan bijak, Kesya melanjutkan, "Aku tahu kamu orang baik, Bril. Dan aku yakin, kalau kamu benar-benar jujur dengan perasaanmu, kamu bisa menemukan kebahagiaan yang sejati. Mungkin itu bukan aku, tapi aku berharap kamu bisa menemukannya, bersama orang yang benar-benar kamu cintai."

Brilly merasa sangat tersentuh oleh kejujuran dan ketulusan Kesya.

Ia tahu bahwa Kesya berhak mendapatkan yang terbaik, dan mungkin orang itu bukan dirinya.

Dengan suara pelan namun penuh kejujuran, ia berkata, "Terima kasih, Kesya. Kamu benar. Aku harus jujur dengan perasaanku, dengan Cantika... dan dengan diriku sendiri."

Kesya mengangguk sambil tersenyum.

"Jangan khawatir, Bril. Aku akan baik-baik saja. Lagipula, kita tetap bisa jadi teman, kan?"

Brilly mengangguk. "Tentu, Kesya. Aku nggak mau kehilangan teman sebaik kamu."

Setelah percakapan yang penuh emosi itu, mereka melanjutkan perjalanan mereka di Bumi Merapi.

Meski suasananya sudah berbeda, namun ada rasa lega di hati Brilly.

Ia merasa lebih bebas, lebih jujur dengan perasaannya, dan ia tahu, saatnya untuk mengikuti kata hatinya mencari kebahagiaan yang sejati bersama orang yang benar-benar ia cintai.

HEY CANTIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang