Chapter 19

330 9 0
                                    

Fei P.O.V

Kurasa kalian semua sudah tau seperti apa reaksi aku sekarang.

"Gay??" Teriakku tak percaya, yang hanya dibalas anggukan oleh Riki. Aku tak mengerti kenapa dia melakukan ini. Kukira dia hanya cowo-ganteng-yang-tidak-ada-kemungkinan-dia-adalah-homo.

Aku menelan ludah, merancang kata-kata yang kuharap, tidak menyakiti perasannya.
"Kalo lo emang gay, kenapa lo pacaran sama Illa?"

Oke, aku mengerti sekarang kenapa kadang dia letoy bagaikan cewe lemah tak berdaya yang harus dilindungi. Apalagi cara bicaranya yang, omong-omong, sangat menampilkan kesan homo.

"Ah,uhm." Sahutnya dengan batuk yang dibuat-buat.
"Itu cerita yang amat-sangat-panjang."

Melihat aku akan melontarkan beberapa pertanyaan yang tak ada habisnya, Riki yang berdaya tangkap cepat langsung menyela omonganku

"Singkat cerita, gue yang minta--maksa Illa buat jadi pacar gue supaya yang lain ga curiga bahwa gue gay." Aku menaikkan satu alis yang sangat amat sangat tinggi bahkan melewati batas mukaku. Oke lebay.

"Jadi, Illa tau sebenernya lo gay?" Riki mengangguk mantap. "Yap!"

"Dan jangan bilang lo suka sama Randi?" Tanyaku menekankan kata 'suka'. Mendadak melihat muka dia yang malu-malu anjing, buru-buru aku menahan perasaan muntah yang ingin segera kukeluarkan.

"Iya, dulu sih." Katanya dengan wajah merah merona. Yatuhan apa kau serius?

"Oke. Yang saat ini tau lo gay siapa aja?" Sahutku cepat sebelum terjadi kesalahan yang tak terduga.

Melihat jari-jari Riki yang terlentang menghitung perlahan dengan jari-jarinya yang panjang membuatku melongo. Bukan, bukan karena betapa banyaknya jari yang dipaparkannya didepanku, tapi karena betapa besarnya tangannya. Ya, seharusnya sudah kuketahui bahwa dia seorang pria. Dan bukannya orang homo tidak termasuk pria. Hanya saja karena aku sudah mengetahui kenyataan itu, rasanya jadi berbeda.

"Illa, lo, Farhan, Azka, Aldric."

Azka dan Aldric. Duo kembar ganteng di sekolah. Pernah sekali bertengkar hebat lantaran rebutan orang yang mereka suka. Yah, kudengar mereka memang penjaga rahasia yang baik sih. Apalagi sepertinya Riki juga berteman baik dengan mereka. Kurasa semua akan baik-baik saja. Kuharap.

Pikiranku tertuju lagi pada orang ke tiga yang diucapkan Riki. "Farhan? Farhan tau lo gay?" Riki mengangguk dengan pasrah,

"Iya. Waktu itu dia lagi ngeliat-liat hape gue, gasengaja nemuin foto gue, uhm .." Perkataan Riki membuatku serasa digantung diatas awan. Bisa-bisanya dia menggantungku setinggi itu.

"Foto apa??" Sahutku bersikeras, hampir membuatnya takut.

Muka Riki terlihat berpikir begitu keras, sadar bahwa seharusnya dia tidak membicarakan soal itu, sayang, sekarang sudah terlambat.

"Foto apa Riki?!" Sahutanku semakin keras, membuat dia terpaksa menjawab dengan takut

"F-foto gue c-ciuman .." Minuman yang sedang kuminum karena dia tidak kunjung menjawab pertanyaanku membuatku tersedak. Sialan Riki. Setelah menggantungku tinggi, sekarang hampir membuatku mati tersedak buah leci. (Yang kuminum adalah Ice Lychee Tea).

Aku membersihkan tumpah-tumpahan air yang jatuh dari mulutku, "lo ciuman sama siapa..?" Tanyaku hati-hati, tidak ingin membuatnya semakin ketakutan.

Setelah diam sejenak, kini dia sudah mau menjawab pertanyaanku yang, menurutku, sangat susah untuk dijawab jujur.

"...Adler"

APA? Tidak, tidak mungkin. Adler adalah Ketua Osis yang sangat macho. Kalau kalian tidak percaya, bayangkan saja otot-otot Vin Diesel yang menonjol itu. Oke, aku terlalu lebay. Tidak, dia tidak seperti itu. Yah, mungkin lebih kecil sedikit. Oke, kecilnya hanya setengah otot Vin Diesel. Apalagi caranya ngobrol dengan perempuan sama sekali tidak terdengar homo, dan dia juga menggoda banyak cewek. Oh tidak, sepertinya aku harus segera membuat perjanjian dengan dokter THT.

Perfect crimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang