Chapter 18

323 15 0
                                    

Fei memekikkan matanya, "Randi, Randi. Kali ini lo berhasil buat gue stres." Lalu menidurkan badannya yang sudah letih sembari menutup matanya dengan lembut.

"Yah, gue juga bego sih. Di dunia ini mana ada sih peraturan yang bilang kalo kita sayang sama seseorang dia wajib sayang sama kita juga?" Lalu menghembuskan nafas yang sangat panjang.

Perlahan namun pasti, kedua bola mata Fei yang sudah lelah dengan kekejaman dunia, tertutup erat bagai kondisi hati Fei saat ini.

~~~

teng teng

"untuk para murid yang masih berada diluar kelas, dimohon untuk masuk ke kelas masing-masing agar pelajaran dapat dilanjutkan, terima kasih." suara pemberitahuan berciap-ciap dari speaker ke speaker, membuat kebisingan.

Fei berjalan kearah kelas dengan lesu, mata yang sembab, dan isi hati yang sudah terkoyak-koyak. berharap bahwa Randi tidak masuk hariini.

Ternyata tuhan berpikir sebaliknya, suara panggilan terdengar dari jauh. suara yang menciptakan kedamaian, suara yang menciptakan kenyamanan, suara yang sangat berarti.

namun, itu dulu.

Fei berusaha mengabaikannya dan berjalan cepat kearah Eysha dan kawan-kawan yang daritadi sudah berkumpul dan tertawa-tawa.

Seketika tangan Fei ditarik dari belakang, dan ya, seperti yang kalian pikirkan, itu Randi.

"Aku mau ngomong sama kamu." Tangan Randi erat dan kuat, sulit untuk melepaskannya walaupun sekuat tenaga.

"Ngapain sih ngomong aku-kamu lagi? Kita udah gapacaran lagi, kalo lo belom tau." Teriak Fei judes, mencoba melepaskan diri dari cengkraman tangan Randi, namun gagal.

"Iya, aku tau kok. Aku cuman mau ngomong sama kamu, satu kali aja. Plis." Randi memasang muka memelasnya. Asal kalian belum tahu, muka memelas Randi selalu membuat orang menuruti perintahnya. Tapi tidak untuk Fei, tidak untuk orang yang kali ini sudah merusak hatinya.

Berhubung cengkraman tangan Randi melemah, Fei berhasil lolos darinya segampang mungkin. "Jujur, gue capek sama orang macem lo Ran. Sok-sok an jadi superhero tapi akhirnya juga jadi super villain. Kalo dari awal emang cuman mau main-main doang, bilang dong. Kan permainannya jadi serius gini." Tanpa disadari, air mata Fei lagi-lagi bertindak seenaknya. Membuat pipi Fei memerah karena menangis didepan Randi dan menjadi tontonan orang-orang. Termasuk Pak Abbas---guru fisika kami---yang ternyata sudah masuk kedalam kelas.

Fei membatu, bingung dengan apa tindakan selanjutnya. Tanpa pikir panjang, Pak Abbas ber-inisiatif berdehem. "Baik anak-anak, mari kita mulai pelajaran ini. Silakan balik ke tempat duduk kalian masing-masing."

Dengan gesit, Fei berjalan cepat kearah tempat duduknya yang tidak jauh dari tempat duduk Eysha, mengambil buku fisikanya, dan duduk manis seolah-olah kejadian tadi tidak pernah terjadi.

Eysha yang daritadi memperhatikan Fei, merobek secarik kertas dan menulis beberapa kata lalu melemparkannya, yap, mendarat dengan sempurna.

Lo gapapa? Kalo lo mau curhat, gue terbuka kapan pun lo mau.

Surat pendek itu mampu membuat mood Fei kembali. Ia menengok kearah Eysha dan tersenyum, yang disambut Eysha dengan senang hati.

Yang mereka tak sadari, diam-diam seseorang memperhatikan tindak-tanduk mereka berdua dengan tatapan tajam.

~~~

"Jam sekolah sudah selesai. Untuk siswa yang masih berada didalam sekolah, mohon untuk segera pulang ke rumah masing-masing. Karena sekolah akan melakukan fogging secepatnya." Begitulah kata pemberitahuan sekolah yang langsung membuat anak-anak pulang secepatnya.

Perfect crimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang