28. Berbagi Rahasia

3K 285 4
                                    

"Aku gak tau harusnya gimana, tapi yang aku tau, harusnya kamu gak di sini sekarang."

Adjie bergeming.

Leya memang tidak tahu siapa wanita yang namanya asing di telinganya itu karena Karin belum menceritakan apapun tentang dia, namun, yang ia tahu pasti bahwa saat ini Karin sedang tidak baik-baik saja setelah Adjie menyebutkan nama wanita tersebut.

"Rin," Mohon Adjie sambil memegangi lengan Karin supaya gadis itu tidak pergi meninggalkannya karena mereka masih harus membahas ini. Setidaknya, bagi Adjie.

"Apa lagi, sih?" Tanya Karin dengan nada yang mulai meninggi. "Aku mau tidur, tenaga aku udah habis."

"Dok, let her go."

Adjie menatap tangannya yang masih melekat pada lengan Karin lalu memandangi Leya dengan tatapan memohonnya. Mungkin, melepaskan genggamannya memang langkah yang benar untuk dilakukan sekarang. Adjie dapat melihat raut lelah yang terlukis di wajah calon isterinya itu. Ia tidak sampai hati untuk menyiksa Karin lebih lagi. Sepertinya informasi yang baru dia sampaikan sudah cukup membuat energi Karin terkuras, Adjie tidak mau mengurasnya lebih lagi.

Karin segera berjalan meninggalkan Adjie setelah tangan lelaki itu lepas. Ia juga tidak terlalu peduli jika Leya memilih untuk tinggal dan tidak mengikutinya.

"Kayaknya emang mending pulang aja, Dok," ujar Leya pada Adjie yang kini sedang tertunduk lesuh. "Gak usah kuatir, saya pastiin kalo besok Karin akan bangun tepat waktu dan yang paling penting berjalan ke altar."

Adjie tersenyum akan kalimat terakhir Leya. Ia memang sudah tidak sabar menyaksikan langsung momen itu karena selama ini hanya ada di imajinasinya saja.

"Maudy mantan isteri saya by the way, Le."

Plak!

"Aduh!" Adjie mengelus lengannya yang baru saja menjadi sasaran pukulan Leya.

"Ngewakilin Karin, Dok."

Adjie mengangguk mengerti. Melihat respon Karin tadi, ia juga bertanya-tanya bagaimana bisa Karin tetap berusaha setenang itu. Jelas, ia marah. Tapi, dengan baik Karin berusaha mengontrol emosinya supaya tidak memberikan reaksi berlebihan. Seperti, menggorok leher Adjie contohnya.

"Gini, Dok. Karin emang lagi cukup sensitif sekarang. Mungkin karena tension menuju hari H. Yang jelas, dia gak bisa berpikiran jernih. Alasan Karin menghindar juga karena dia gak mau memperkeruh suasana dengan emosi sesaatnya yang dilampiaskan."

"Saya makin percaya kalo kalian memang sahabat sejak SMP."

Leya tersenyum bangga. "Iya, makanya saya sayang banget sama Karin, Dok. Kalo dia disakitin oleh siapapun, saya siap masuk penjara karena kasus pembunuhan."

"I won't, Le. Gak akan pernah saya mau nyakitin Karin. Dia berharga buat kamu, juga buat saya."

Ucapan Adjie seperti memberi makan sisi dramatis Leya. Ia bahkan tidak bisa menyembunyikan ekspresi terharunya hingga nyaris menitikan air mata.

Adjie memang baru mengenal Karin selama beberapa bulan, mungkin ada banyak hal dari Karin yang belum ia kenali. Namun, sejauh ia mengenal Karin, lelaki itu tidak mengira kalau melayangkan topik mengenai mantan isterinya dapat membuat Karin merespon demikian.

Karena biasanya, Karin akan tidak masalah dengan topik itu. Adjie memang tidak memperhitungkan tekanan menjelang Pemberkatan sebagai satu faktor yang bisa mempengaruhi Karin sehingga ia bertindak tidak seperti biasanya.

Rasanya, Adjie gagal memahami isi hati Karin dan itu membuatnya cukup frustasi sekarang.

"Kayaknya emang bener kata Karin, Dok. Lebih baik pulang aja. Istirahat biar besok gak lesu waktu ngucapin janji nikah," ucap Leya setelah matanya bisa menangkap raut penat dari wajah Adjie.

Normalnya, Ini Tidak Normal (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang