HC 1

69 25 4
                                    

Charlotte menatap keluar jendela apartemennya, matanya kosong menembus keramaian kota yang berdenyut di bawah sana. Lampu-lampu neon dan suara hiruk pikuk kendaraan bercampur menjadi satu, tapi semua itu terasa jauh dari dirinya. Sejak kepindahannya ke kota besar ini, rasa kesepian telah menjadi temannya yang paling setia. Ia merasa tersesat di antara gedung-gedung tinggi dan kerumunan orang yang seolah terus bergerak, sementara hidupnya terhenti.

Ia selalu menjadi gadis pendiam, namun di sini, di kota yang tak pernah tidur, keheningannya terasa lebih pekat. Di sekolah baru, Charlotte lebih sering menyendiri, sulit beradaptasi dengan teman-teman sekelas yang sudah saling mengenal sejak lama. Setiap hari berlalu tanpa banyak perubahan, hingga pertemuannya dengan Alfarizi dan Reyga membuat hidup Charlotte terasa lebih aman.

"Kamu dari tadi, membaca buku mulu." Ujar Reyga sesekali melirik ke Charlotte.

Charlotte menutup buku nya, lalu menatap Reyga. "Hidup itu penuh cobaan, maka nya kita harus berani menghadapinya."

"Maksudmu apa?"

"Kalau kamu gini-gini terus, siapa yang mau sama kalian, kalian itu mulai sekarang harusnya sudah memikirkan masa depan."

"Emang masa depan kamu apa?" Reyga benar-benar penasaran dengan masa depan Charlotte. Bagaimana tidak, hidupnya selalu saja dikamar dan membaca buku, dia tidak pernah mau diajak main keluar.

"Aku??" Charlotte menunjuk dirinya sendiri. "Aku ga punya masa depan."

Reyga menggenggam tangan Charlotte. "Aku percaya, kamu pasti bisa menghadapi situasi ini." Senyum Reyga kepada Charlotte.

Charlotte melepaskan tangannya. "Apa yang kamu harapkan dari aku, Reyga."

"Kita sama Charlotte, kamu jangan bersedih, suatu saat nanti kita semua pasti bisa meraih mimpinya masing-masing." Reyga memberi semangat untuk sahabatnya.

Charlotte menganggukkan kepalanya. Kemudian fokusnya kembali lagi kepada buku, hingga bel sekolah berbunyi, murid-murid yang ada disekolah berhamburan keluar, karena memang sudah waktunya pulang. Kini tinggal mereka yang masih dikelas. "Mau bareng?" Tawar Reyga kepada sahabatnya, siapa tau Charlotte mau nebeng juga. Reyga juga tidak keberatan, karena Reyga tadi berangkat menggunakan mobilnya.

"Ga, aku pesan taxi online saja." Charlotte menolak tawaran mereka, karena Charlotte tidak enak sama tetangganya, kalau nanti mereka tau ia diantarkan pulang sama cowok, bisa habis Charlotte di tangan papanya.

"Aku tetap akan antarin kamu, kalau kamu tidak mau dilihat oleh tetanggamu, baiklah aku akan antar ditempat yang agak jauh dari apartement." Reyga tidak tega melihat cewe sendirian, apalagi ini Charlotte sungguh semakin tidak tega hati nurani Reyga.

Mau tidak mau Charlotte pulang bareng bersamanya. "Kalau begitu, baiklah."

Sesampai di dekat apartement, Reyga menurunkan Charlotte. Sebenarnya Reyga sangat menyesal menurunkannya disini bukan didepan apartement. Memang papa nya Charlotte cukup bijak, Reyga tidak berani berhadapan sama papa nya Charlotte, ia memilih solusi yang aman.

"Hati-hati iya, Ca." Sebutan spesial untuk Charlotte dari Reyga, karena Reyga kesulitan kalau memanggil dengan nama Charlotte, ia memberiku sebutan spesial bukan berarti pacarnya, melainkan sebutan persahabatan.

Charlotte turun dari mobil. "Iya, terimakasih." Ia juga tak lupa melambaikan tangan kepada Reyga.

Sesampai di apartement ia membersihkan diri, dan bersantai hingga tiba lah waktu sore.

Disaat sore, Charlotte duduk di taman dekat apartemennya, buku novel kesayangannya terbuka di pangkuannya, meski matanya tidak benar-benar membaca. Suasana taman sore itu begitu tenang, hanya ada beberapa anak kecil yang bermain ayunan dan sepasang kakek-nenek yang berjalan pelan-pelan di seberang jalan. Ia suka berada di sini, merasa lebih nyaman di tempat di mana ia bisa mengamati dunia dari kejauhan tanpa harus terlibat.

Tanpa disadarinya, seorang pemuda mendekat. Charlotte baru menyadari kehadirannya saat ia duduk di bangku taman di sebelahnya. Pemuda itu tampak ceria, senyumnya lebar, seakan tidak ada beban di dunia ini yang bisa menyentuhnya.

"Hey, lagi baca apa?" Tanya pemuda itu dengan nada riang.

Charlotte menoleh, sedikit terkejut. Tidak banyak orang yang langsung berbicara padanya seperti ini. Pemuda itu tampak ramah, dengan rambut hitam acak-acakan dan kemeja lusuh yang terlihat pas untuk kepribadiannya yang santai.

"Novel," Jawab Charlotte singkat, mencoba terdengar sopan, namun tidak ingin percakapan ini berlangsung lama.

"Apa seru?" Tanyanya lagi, tanpa memperhatikan singkatnya jawaban Charlotte.

Charlotte mengangguk pelan. Ia tidak tahu harus mengatakan apa. Sosok pemuda ini begitu berbeda dengan dirinya, penuh energi dan kehidupan. Ia merasa janggal berbicara dengan orang yang baru dikenalnya, apalagi seseorang yang tampaknya sangat bertolak belakang dengannya.

Pemuda itu tertawa kecil. "Oh, maaf, aku belum kenalan. Nama aku Alfarizi, tapi teman-teman biasanya panggil Riz."

"Charlotte," Jawabnya cepat, berharap perkenalan itu cukup untuk mengakhiri pembicaraan.

Namun, alih-alih berhenti, Alfarizi justru tampak semakin tertarik. "Nama yang keren! Kamu sering ke taman ini?"

"Kadang-kadang," Jawab Charlotte sekenanya.

"Kamu tinggal di sekitar sini?" Alfarizi tampaknya tidak akan menyerah begitu saja.

Charlotte mengangguk. "Iya, di apartemen seberang jalan."

Alfarizi tersenyum lebar, tampak senang dengan jawabannya. "Wah, kita tetanggaan, dong. Aku juga tinggal di apartemen yang sama."

Charlotte merasa sedikit terkejut mendengar itu. Ia sudah beberapa bulan tinggal di sana, namun tidak pernah menyadari ada orang seperti Alfarizi yang juga tinggal di gedung itu. Mungkin karena ia jarang sekali memperhatikan orang di sekitarnya.

"Sebelumnya aku enggak pernah lihat kamu." Kata Alfarizi seolah membaca pikirannya. "Tapi wajar sih, aku juga sering pulang telat, jadi mungkin kita jarang ketemu."

Charlotte tidak tahu harus merespons apa. Di satu sisi, ia tidak terbiasa berbicara dengan orang asing, tapi di sisi lain, ada sesuatu tentang Alfarizi yang membuatnya merasa nyaman, meski baru mengenalnya.

"Kalau gitu, mungkin kita bisa nongkrong bareng kapan-kapan?" Tawar Alfarizi dengan santai.

Charlotte hanya mengangguk pelan, tak ingin memberi harapan tapi juga tidak ingin terdengar kasar. Dalam hatinya, ia sedikit bingung kenapa pemuda ini sangat ramah padanya, seseorang yang jelas-jelas terlihat enggan untuk berbicara.

Setelah beberapa saat, Alfarizi akhirnya berpamitan, tapi sebelum pergi, ia berkata, "Kamu harus ketemu Reyga juga, dia teman sekamar aku. Aku yakin kalian bakal cocok. Dia orang yang asik, meski kadang sedikit pendiam."

Charlotte terkejut karena Reyga juga adalah temannya Alfarizi, sedangkan Reyga tidak pernah menceritakan Alfarizi ketika bersama ku.

Setelah Alfarizi pergi, Charlotte merenungkan pertemuan singkat itu. Alfarizi begitu berbeda dari dirinya, dia tampak begitu mudah bergaul, santai, dan tidak memikirkan terlalu banyak hal. Namun, entah kenapa, Charlotte merasa sedikit lega. Mungkin, untuk pertama kalinya sejak pindah ke kota ini, dia tidak merasa sepenuhnya sendirian.

 Mungkin, untuk pertama kalinya sejak pindah ke kota ini, dia tidak merasa sepenuhnya sendirian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jangan lupa vote and coment, see you next part Reader's😍❤️

HEY CHARLOTTETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang