HC 11

21 16 0
                                    

Beberapa hari kemudian, Charlotte akhirnya berbicara dengan Devan. Dengan hati-hati, ia menjelaskan perasaannya dan mengungkapkan bahwa ia belum siap untuk melangkah lebih jauh. Devan, meski kecewa, mencoba untuk mengerti. Percakapan itu berat, tetapi Charlotte merasa lega setelahnya. Ia tidak lagi merasa terjebak dalam kebingungan. Kemudian Charlotte pergi meninggalkan Devan seorang.

Devan duduk di mejanya, menatap kosong ke jendela kafe tempat ia dan Charlotte sering berbincang. Hari itu terasa berbeda. Ada perasaan hampa yang menguasai dirinya setelah percakapan terakhir mereka. Charlotte telah jujur mengatakan bahwa dia belum siap untuk melangkah lebih jauh dalam hubungan mereka. Devan mendengarkan dengan tenang, tetapi jauh di dalam dirinya, rasa kecewa dan hampa begitu terasa.

Dia sudah menyukai Charlotte sejak lama. Sejak pertama kali mereka bertemu di klub buku, Devan sudah tertarik pada cara berpikir dan caranya membawa diri. Bagi Devan, Charlotte adalah sosok yang inspiratif, penuh dengan gairah dalam hal-hal yang dicintainya, dan memiliki ketulusan yang membuatnya selalu ingin berada di dekatnya. Ketika Charlotte memutuskan untuk menjadi single beberapa waktu yang lalu, Devan mencoba memahami dan menghargai keputusan itu. Namun, ia selalu menyimpan harapan bahwa suatu saat, mereka bisa bersama lagi.

Suara dari barista yang memanggil pesanan mengalihkan perhatian Devan sejenak. Dia mengambil kopinya dan duduk di sudut kafe, memikirkan langkah apa yang harus diambil selanjutnya. Di tengah kesunyian pikirannya, Devan mulai menyadari bahwa mungkin masalahnya bukan hanya Charlotte yang belum siap. Ada sesuatu dalam dirinya yang juga belum sepenuhnya dipahami.

***
Malam itu, setelah pulang dari kafe, Devan duduk di kamarnya yang redup. Matanya tertuju pada rak buku di depannya. Di sana tersusun beberapa buku yang pernah ia dan Charlotte bahas bersama. Ia teringat momen-momen ketika mereka tertawa bersama, saling bertukar cerita, dan berbagi mimpi-mimpi mereka.

Namun, ada satu hal yang selalu menjadi ganjalan dalam benaknya yaitu Alfarizi. Meski Charlotte tidak pernah mengungkapkannya dengan jelas, Devan bisa merasakan bahwa hubungan Charlotte dan Alfarizi lebih dari sekadar persahabatan biasa. Mereka punya dinamika yang berbeda, sesuatu yang lebih dalam, lebih kuat. Charlotte mungkin tidak menyadari atau mungkin mengabaikan perasaan itu, tetapi Devan tahu ada sesuatu di antara mereka yang tidak bisa ia gantikan.

Devan tidak merasa cemburu, setidaknya tidak secara langsung. Namun, setiap kali ia melihat Charlotte bersama Alfarizi, ada rasa tidak nyaman yang perlahan tumbuh di dalam dirinya. Ia selalu mencoba untuk menepis perasaan itu, tetapi semakin lama, semakin sulit untuk diabaikan.

Ia teringat percakapan terakhirnya dengan Charlotte. Kata-katanya masih terngiang di kepala: "Aku belum siap untuk menjalin hubungan yang lebih serius, Dev." Apakah alasan di balik ketidaksiapan Charlotte adalah perasaannya terhadap Alfarizi? Devan tidak ingin langsung berasumsi, tetapi ia juga tidak bisa mengabaikan apa yang ia lihat.

"Apa aku hanya jadi pelarian?" Gumam Devan pelan, matanya masih menatap buku-buku di rak. Ia tidak ingin percaya bahwa Charlotte memperlakukannya seperti itu, namun keraguan itu sulit dihilangkan.

Devan memutuskan untuk menghadapi kenyataan, seberapa pun pahitnya. Ia harus jujur pada dirinya sendiri tentang apa yang dirasakannya, tentang perasaannya terhadap Charlotte, dan tentang kemungkinan bahwa Alfarizi mungkin memiliki tempat yang lebih besar di hati Charlotte daripada dirinya.

***
Beberapa hari kemudian, Devan mengirim pesan kepada Charlotte. Ia mengajak Charlotte untuk bertemu lagi, bukan untuk membicarakan hubungan mereka, melainkan untuk mencari kejelasan. Di dalam dirinya, Devan tahu bahwa ia perlu mendengar penjelasan dari Charlotte secara langsung, bahkan jika itu berarti harus menerima kenyataan pahit.

Mereka bertemu di kafe yang sama, tempat di mana mereka biasa menghabiskan waktu bersama. Ketika Charlotte tiba, Devan bisa melihat bahwa raut wajahnya sedikit cemas, namun ia tetap tersenyum lembut.

"Dev, kamu ingin bicara sesuatu?" Tanya Charlotte setelah mereka memesan minuman. Suaranya terdengar tenang, tetapi Devan bisa merasakan ada sedikit kegelisahan di baliknya.

Devan menatap Charlotte sejenak sebelum akhirnya berbicara. "Ca, aku nggak akan memaksa kamu untuk melanjutkan hubungan kita kalau kamu belum siap. Aku mengerti itu. Tapi aku harus tahu satu hal."

Charlotte mengerutkan kening, sedikit bingung. "Apa yang kamu ingin tahu?"

Devan menghela napas panjang, mencoba meredakan kegelisahan yang ada di dalam dirinya. "Apa kamu pernah berpikir bahwa perasaanmu terhadap Alfarizi mungkin lebih dari sekadar sahabat?"

Pertanyaan itu membuat Charlotte terdiam. Matanya sedikit melebar, tampak kaget dengan apa yang baru saja ditanyakan oleh Devan. Selama beberapa saat, ia tidak tahu harus berkata apa. Ia tidak pernah benar-benar memikirkan Alfarizi dalam konteks romantis, atau setidaknya ia belum menyadari perasaannya secara penuh. Tapi setelah mendengar pertanyaan Devan, ia mulai mempertanyakan hal itu pada dirinya sendiri.

Aku..." Charlotte berusaha mencari kata-kata yang tepat. "Al adalah sahabatku. Aku tidak pernah melihat dia lebih dari itu."

Devan menatap Charlotte dengan penuh pengertian, namun ia bisa merasakan ada keraguan dalam jawaban Charlotte. "Ca, aku bisa merasakan ada sesuatu di antara kalian, dan aku hanya ingin kamu jujur dengan dirimu sendiri. Aku nggak menyalahkan mu, tapi kalau memang kamu punya perasaan lebih ke dia, kamu harus menghadapinya."

Devan tersenyum kecil, meskipun hatinya terasa berat. "Aku nggak akan pergi ke mana-mana, Ca. Aku selalu ada buat kamu, bahkan jika kita nggak bisa bersama seperti yang aku harapkan. Tapi aku cuma berharap kamu bisa jujur dengan dirimu sendiri."

Charlotte menunduk, merasa terharu dengan ketulusan Devan. Ia tahu bahwa Devan adalah seseorang yang sangat berharga baginya, dan meskipun perasaannya masih kacau, ia sangat menghargai kejujuran Devan.

Mereka menghabiskan sisa sore itu dengan obrolan yang lebih ringan, namun di balik tawa dan senyum yang mereka bagikan, Devan tahu bahwa ada sesuatu yang berubah. Meski sulit, ia tahu bahwa ini adalah langkah yang diperlukan langkah untuk memberi Charlotte ruang, dan mungkin, untuk memberi dirinya sendiri kesempatan untuk menemukan jalan yang lebih baik ke depannya.

Saat matahari mulai tenggelam di balik jendela kafe, Devan sadar bahwa ini bukan akhir dari segalanya. Ada kehidupan yang terus berjalan, meski tidak selalu sesuai dengan apa yang ia harapkan. Kini, ia harus belajar merelakan, namun tetap berharap bahwa suatu hari, segalanya akan lebih jelas-bagi Charlotte, bagi Alfarizi, dan bagi dirinya sendiri.

 Kini, ia harus belajar merelakan, namun tetap berharap bahwa suatu hari, segalanya akan lebih jelas-bagi Charlotte, bagi Alfarizi, dan bagi dirinya sendiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Jangan lupa vote and coment, see you next part Reader's😍❤️

HEY CHARLOTTETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang