HC 9

23 17 1
                                    

Kepulangan Charlotte malam itu meninggalkan perasaan campur aduk di hatinya. Ia masih merenungkan kata-kata Devan yang terus bergema di kepalanya. Perasaannya belum stabil, ia tahu itu. Meski begitu, Charlotte juga sadar bahwa ia tidak bisa terus-menerus menunda keputusan yang akan mempengaruhi dirinya dan hubungannya dengan orang-orang terdekatnya.

Satu hal yang pasti, kepergian Reyga bulan depan akan menciptakan ruang kosong dalam kehidupannya. Tanpa Reyga, salah satu jangkar emosi dan sumber dukungannya, Charlotte merasa akan ada kekosongan besar yang sulit diisi oleh siapapun, bahkan oleh Devan. Reyga adalah orang yang selalu memahami Charlotte tanpa banyak kata, yang bisa memberikan nasihat tanpa menghakimi, dan selalu mendukungnya apa pun yang terjadi. Kini, dengan Reyga yang bersiap memulai babak baru dalam hidupnya, Charlotte merasa seolah-olah harus belajar menemukan pijakan baru, bahkan jika itu berarti melangkah sendirian.

Di sisi lain, ada Alfarizi. Charlotte bisa merasakan bahwa Alfarizi juga terguncang oleh berita tentang Reyga yang akan pindah. Meski tidak pernah diungkapkan secara terbuka, Alfarizi selalu menjadi sosok yang tenang dan rasional dalam persahabatan mereka. Namun, Charlotte tahu bahwa Alfarizi merasa sedikit kehilangan arah, seperti dirinya. Mereka berdua terbiasa mengandalkan Reyga sebagai pusat energi dalam pertemanan mereka.

***
Beberapa hari setelah makan malam bersama Devan, Charlotte memutuskan untuk mengajak Alfarizi bertemu. Mereka memilih tempat yang tenang di tepi kota, kafe yang jarang ramai, namun punya suasana hangat dan nyaman. Saat Alfarizi tiba, Charlotte bisa melihat raut wajahnya yang sedikit lelah, mungkin karena beban pikiran yang sama seperti yang ia rasakan.

"Ca, kamu kelihatan sedikit gelisah. Ada yang kamu ingin bicarakan?" Tanya Alfarizi, setelah mereka memesan minuman.

Charlotte terdiam sejenak, mengaduk-aduk kopi di depannya sebelum menatap sahabatnya itu. "Aku cuma ingin memastikan bahwa kita baik-baik saja, Fariz. Semuanya terasa begitu cepat. Aku belum terbiasa dengan kenyataan bahwa Reyga akan pergi."

Alfarizi menarik napas panjang, lalu menatap Charlotte dengan pandangan penuh pengertian. "Aku tahu. Aku juga merasa hal yang sama. Reyga selalu ada buat kita. Sejujurnya, aku merasa sedikit kehilangan arah tanpa dia di sini."

Charlotte mengangguk, seolah-olah Alfarizi baru saja mengungkapkan perasaan yang sudah lama ia pendam. "Aku merasa begitu, tapi di saat yang sama aku juga bingung dengan Devan. Dia bilang masih menyimpan perasaan padaku, dan... jujur, aku nggak tahu apa yang harus aku lakukan."

Alfarizi terdiam, menatap lurus ke cangkir kopinya sebelum menjawab. "Devan memang orang yang baik, Ca. Tapi aku rasa kamu harus benar-benar memikirkan ini dengan matang. Kamu bilang sebelumnya bahwa kamu ingin fokus pada dirimu sendiri. Apakah itu masih yang kamu inginkan sekarang?"

Charlotte terdiam lama, memikirkan pertanyaan Alfarizi. Memang benar, saat ia memutuskan untuk menjadi single, ia melakukannya demi dirinya sendiri, untuk menemukan kembali kebahagiaan yang murni, tanpa tergantung pada orang lain. Namun, dengan berjalannya waktu, Charlotte merasa perasaannya terhadap Devan juga belum sepenuhnya hilang. Ia masih peduli padanya, bahkan lebih dari yang ia akui pada dirinya sendiri.

"Aku ingin tetap setia pada tujuanku, Al. Tapi kadang aku merasa bingung. Dev selalu ada buatku, dan... aku nggak bisa mengabaikan fakta itu." Ucap Charlotte, suaranya terdengar lemah.

Alfarizi menyandarkan tubuhnya pada sandaran kursi, lalu menatap Charlotte dengan bijak. "Ca, aku tahu kamu sedang di persimpangan jalan. Tapi apa pun yang kamu pilih, pastikan bahwa itu karena kamu benar-benar menginginkannya, bukan karena perasaan tidak enak atau rasa bersalah. Reyga akan tetap menjadi sahabat kita, dan aku akan selalu ada buat kamu, apapun yang terjadi. Tapi soal Devan, hanya kamu yang bisa memutuskan."

Charlotte tersenyum, merasa tenang setelah mendengar nasihat dari Alfarizi. Meski ia masih belum memiliki jawaban pasti, percakapan itu membantunya menyadari bahwa ia harus memberi ruang bagi dirinya sendiri untuk berpikir tanpa tekanan.

***
Hari demi hari berlalu, dan kepergian Reyga semakin dekat. Charlotte, Alfarizi, dan Reyga memanfaatkan waktu yang tersisa untuk menghabiskan lebih banyak waktu bersama. Mereka sering pergi ke tempat-tempat yang biasa mereka kunjungi: perpustakaan, kafe, dan taman tempat mereka biasa berjalan-jalan. Momen-momen sederhana itu terasa lebih berharga sekarang, karena mereka tahu bahwa semuanya akan berubah setelah Reyga pergi.

Pada malam terakhir sebelum Reyga pindah, mereka bertiga berkumpul di rumah Charlotte untuk makan malam perpisahan kecil. Suasana penuh tawa dan canda, tapi di balik keceriaan itu, ada kesedihan yang tidak terucapkan.

Setelah makan malam, Reyga menatap mereka berdua dengan mata yang sedikit berkaca-kaca. "Aku nggak tahu gimana cara mengungkapkan, tapi kalian berdua adalah sahabat terbaik yang pernah aku punya. Aku akan sangat merindukan kalian."

Alfarizi menepuk bahu Reyga sambil tersenyum. "Kita juga akan merindukanmu, Ga. Tapi ini bukan selamat tinggal, kita akan tetap saling mengunjungi."

Charlotte mengangguk setuju, meski hatinya terasa berat. "Ya, Reyga. Ini bukan akhir dari segalanya. Kamu akan sukses di sana, dan kita akan selalu mendukungmu, apa pun yang terjadi."

Mereka pun melanjutkan malam itu dengan berbagi kenangan, bercanda, dan tertawa sepuasnya. Namun, di tengah kehangatan malam itu, Charlotte tahu bahwa besok akan menjadi awal dari sesuatu yang baru. Ia harus menerima kenyataan bahwa hidup akan berubah, dan ia harus siap menghadapi segala tantangan yang akan datang.

***
Keesokan paginya, Reyga berangkat dengan perasaan campur aduk. Charlotte dan Alfarizi mengantarnya ke stasiun, dan mereka bertiga mengucapkan selamat tinggal di peron kereta. Meskipun perpisahan itu terasa berat, Charlotte merasa bangga pada Reyga. Ia tahu bahwa sahabatnya akan meraih kesuksesan di tempat barunya, dan meski jarak memisahkan mereka, persahabatan mereka tidak akan pernah pudar.

Setelah kereta Reyga berlalu dan menghilang di kejauhan, Charlotte dan Alfarizi berdiri di peron, terdiam sejenak. Mereka merasakan kekosongan yang aneh, seolah-olah ada bagian penting dari hidup mereka yang hilang. Namun, dalam keheningan itu, mereka juga merasa semakin terikat satu sama lain.

"Ini adalah awal yang baru." Kata Alfarizi, akhirnya memecah keheningan.

Charlotte tersenyum kecil, meski ada air mata yang mengalir di pipinya. "Ya, ini adalah awal yang baru. Kita akan terus maju, meski tanpa Reyga di sini."

Mereka berdua berjalan perlahan keluar dari stasiun, mengarungi babak baru dalam hidup mereka. Charlotte tahu bahwa banyak hal akan berubah, namun ia juga sadar bahwa ia tidak sendirian. Dengan Alfarizi di sisinya, dan dengan dukungan Devan yang selalu hadir di balik layar, Charlotte yakin bahwa ia bisa menghadapi apa pun yang akan datang.

Kini, saat hidupnya berjalan menuju arah yang baru, Charlotte siap membuka bab baru, dengan segala tantangan dan kebahagiaan yang menantinya di depan.

Kini, saat hidupnya berjalan menuju arah yang baru, Charlotte siap membuka bab baru, dengan segala tantangan dan kebahagiaan yang menantinya di depan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jangan lupa vote and coment, see you next part Reader's😍❤️

HEY CHARLOTTETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang