"Even the darkest night will end and the sun will rise" - Pierre Tendean
Hari ini Pierre dan Arin sudah mulai kembali ke rutinitas biasa, Pierre akan kembali ke asrama dan Arin akan mengajar keesokan harinya, malam ini Pierre menginap terlebih dahulu di rumah mertua nya bersama dengan Istri dan anak tercinta.
Dan seperti biasa pula, Pierre dan juga Dirga akan sibuk mengobrol layak nya seorang bapak-bapak, Dirga dan Pierre duduk di teras, tepat nya di atas kursi bambu antik dan kuat yg di buat oleh Almarhum Abah dahulu. Sembari menyesap sebuah kopi membuat pembicaraan mereka semakin seru.
"Iya loh, Mas. Beberapa hari lalu mereka berantem tepat di depan rumah, si istri sampai bawa gagang sapu buat mukulin suami nya, sambil lari-lari, terus habis itu ibu-ibu sekitar termasuk ibu kita pun ikutan melerai biar nanti nggak ada korban"
"Sampai segitu nya ya karena suami pulang meronda, sampai di bawain gagang sapu dan di kejar se-kampung gini, untuk mbak kamu nggak kayak gitu, mas jadi aman-aman aja deh"
"Eits tapi mas juga harus hati-hati sama mbak Arin, mbak Arin polos-polos gitu juga pernah loh mau mukul abah pakai kayu karena waktu itu abah nggak sengaja bentak ibu, dan ibu nangis, abis abah waktu itu kalo nggak di tahan sama Om kami yg waktu itu berkunjung ke rumah"
"Wah kalo itu sih memang abah yg salah, untung aja nggak kena itu kayu ke badan, pasti sakit banget kalo beneran kena"
"Habis itu bukan mbak Arin yg di marahin sama Om Dipta, tapi abah yg di marahin, karena kalo nggak di kasih tau sama mbak Arin, Om Dipta nggak bakal tau kalo abah nggak sengaja ngebentak ibu"
"Om Dipta itu dari abah, kan? Ibu cuma punya Tante Kejora aja kan?"
"Iya bener, mas. Abah itu punya 2 kakak, satu kakak cowok nama nya Om Dipta, satu lagi cewek, nama nya Tante Sophie"
"Eh ngomong-ngomong, sehabis minum kopi mata mas jadi tambah ngantuk ya, bukan nya bisa ngejreng melek gitu" ujar Pierre sembari mengucek-ucek matanya karena dia merasakan ngantuk.
"Aku juga ngerasain itu kok, mas. Kalo misal habis minum kopi, padahal mau ngerjain tugas kuliah eh malah ketiduran di atas laporan, jadinya bangun pagi-pagi buat ngejar selesaikan laporan waktu itu"
Di sela-sela pembicaraan Dirga dan Pierre, tiba-tiba saja Arin datang sembari menggendong Lio yg terbangun, Arin menatap Pierre dengan penuh arti.
"Mas, tau kan sekarang sudah jam berapa? Besok mas sudah harus kerja loh pagi-pagi, aku nggak akan bangunin kalo mas tidur nya larut malam" ujar Arin.
Pierre berdiri dan mendekat. "Eh, i-iya adek, ini mas udah mau tidur kok, si Dirga tadi yg ngajak mas lama-laman di luar katanya mau curhat, iya ini mas mau bobo kok, ayo bobo yuk"
Dirga yg di salahkan langsung menjawab. "Loh kok malah cuma Dirga yg di salahkan si mas? Kan mas juga mau ngobrol-ngobrol di luar katanya, ish membalikkan fakta"
Arin langsung menatap Dirga dengan side eyes. Dirga langsung menunduk melihat mbak nya menatap dirinya seperti itu, dia berjalan di belakang Pierre dan ikutan masuk juga. Jadi lah kedua laki-laki itu masuk karena takut dengan Arin. Daripada nanti ngamuk terus di sleding, lebih baik mereka menurut.
Setelah itu, sampai lah Pierre dan Arin di dalam kamar, Arin duduk di atas kasur dan membaringkan Lio yg sudah kembali tidur. Arin menatap Pierre. "Di cuci dulu kaki sama tangan nya, jangan lupa ambil wudhu biar tenang tidur nya"
"Iya adek" jawab Pierre. Kemudian dia berjalan ke dapur untuk mengambil wudhu, karena kebiasaan setelah dia menikah dengan Arin seperti itu, sebelum tidur usahakan mengambil wudhu, biar besok pagi muka jadi super cerah.
Setelah selesai mengambil wudhu, Pierre langsung menghampiri Arin, dia duduk di samping Arin dan menyandarkan kepala nya di bahu Arin, tangan nya meremas tangan Arin dengan lembut dan penuh kasih sayang.
"Besok kita sudah harus berpisah lagi ya, dek. Mas bakal kangen meski nanti mas bakalan datang lagi ke rumah Ibu, ngomong ngomong nanti kalo adek udah selesai ngajar atau mau pulang ke rumah Ibu, kasih tau sama mas ya? Mas jemput nanti, dan gak ada penolakan"
"Jarak dari Magelang ke Semarang itu lumayan jauh loh, mas. Adek takut nanti ada apa-apa kalo mas tergesa-gesa jemput adek, kan lagipula besok mas pasti banyak pekerjaan toh di markas, adek nggak mau menganggu tugas nya mas disana"
"Apapun kalo sudah urusan nya sama adek, mas nggak pernah merasa terganggu dek, sudah tugas mas untuk menjaga adek"
Arin tersenyum, dia juga meremas tangan Pierre karena terharu dengan effort suami nya tersebut, dia menatap Pierre begitu dalam dengan penuh arti.
"Ik mis je, mas" ujar Arin singkat.
"Ik mis jou ook, dek" jawab Pierre.
Arin mendekatkan wajah nya ke Pierre, Pierre yg paham dengan pergerakan Arin, dia juga ikut mendekatkan wajahnya ke wajah Arin. Mata mereka sama-sama terpejam ketika sudah hampir mendekat, dan bibir mereka juga hampir menyatu/bersentuhan.
Tiba-tiba saja Arin berhenti disaat nafas Pierre sudah mengenai wajah nya, matanya terbuka karena dia ingat jika suami nya ini sempat untuk mengambil wudhu sebelum nya karena mereka akan tidur. Arin otomatis langsung menjauhkan wajahnya dari wajah Pierre.
"Astaghfirullah hal adzim, mas. Mas kan tadi sudah sempat ambil wudhu, ya allah mas adek beneran baru sadar loh, maaf ya mas"
"Lah iya ya, dek. Mas tadi udah ambil wudhu ya, yo uwis gapapa adek, kan bisa ambil wudhu lagi toh, sini-sini cium dulu" ujar Pierre sembari memajukan kembali wajahnya, Arin makin menjauh bahkan dia berdiri dari kasur dan mencoba untuk berlari dari suami nya.
Pierre dengan sigap menangkap Arin, menarik pergelangan tangan wanita itu dan menarik nya sehingga istrinya ini duduk kembali ke pangkuan nya, Pierre tersenyum nakal bahkan mengejek.
"you can't escape from me, dek"
Arin yg sudah tertangkap akhirnya tidak bisa kabur lagi, seperti seekor kancil yg terjebak di jebakan khusus dari petani. Arin menelan salivah nya, matanya tetap menatap mata Pierre yg berwarna coklat cantik, jantung nya tentu saja berdegup dengan kencang, siapa sih yg tidak deg-degan kalau di tatap cowok ganteng, apalagi cowok nya itu adalah Pierre Andries Tendean, Si Tampan dari Bumi Panorama yg dulu sangat di idam-idamkan oleh para kaum perempuan.
Tangan Pierre memeluk pinggang Arin yg ramping, matanya menatap mata Arin dengan tatapan lembut dan penuh cinta, dia tersenyum nakal sekarang. "Kenapa? Takut? Daritadi godain mas, giliran di ajak beneran takut"
"Adek nggak takut kok, tapi kan ini sudah larut malam loh, mas. Nanti aja deh, besok aja, mas ambil wudhu aja dulu"
Pierre pelan mendudukkan Arin kembali ke kasur, dia berdiri dan berjalan, tetapi sebelum itu dia berbalik dahulu, lalu mencium sekilas bibir tipis Arin yg otomatis membuat Arin melotot karena terkejut dengan pergerakan suami nya. Pierre tertawa dan berlari ke kamar mandi setelah mencium istrinya tadi.
To be Continue
Halo semua, akhirnya aku bisa update untuk cerita ini setelah sekian lama aku sibuk dg dunia perkuliahan ku, mohon maaf jika kalian sdh menunggu cukup lama untuk kelanjutan cerita ini, vote & komen nya jgn lupa ya teman' bantu support aku sampai dapat 1k vote, makasi semua 🤍
KAMU SEDANG MEMBACA
𝑺𝒆𝒕𝒆𝒍𝒂𝒉 𝑫𝒊𝒂 𝑷𝒆𝒓𝒈𝒊, [𝑃𝑖𝑒𝑟𝑟𝑒 𝑇𝑒𝑛𝑑𝑒𝑎𝑛 𝐹𝑎𝑛𝑓𝑖𝑐]
Historical Fiction"Mbak Arin. Putri kecil Abah yg cantik, jika suatu saat Abah sudah tidak ada lagi, Abah sudah titipkan kamu kepada Nak Pierre, mungkin dia adalah jawaban dari istikharah mu selama ini, Abah restu kan kalian Nak dan Abah juga telah memberikan keperca...