11. Cincin Untuk Arin

396 29 10
                                    

Pierre dan Arin sekarang tengah berjalan berdua ke sebuah taman di dekat markas, Arin datang mengunjungi karena ingin Pierre mencicipi ayam bakar sambal mata buatan nya, yg menurut Arin sangatlah spesial karena Abah juga menyukai makanan lezat satu itu. Semenjak meninggal nya Abah, Arin selalu flashback dalam hal memasak, Ibu selalu menyarankan Arin untuk masak semua makanan favorit Abah.

Kini mereka berdua duduk di kursi, Arin keluarga kotak yg dalam nya berisi ayam tadi, aroma ayam bakar sudah tercium sampai Aceh sana, saking enak nya Pierre seperti orang mabuk yg lunglai, "Ya Tuhan... Hmm... Wangi sekali ayam nya, jadi ngiler dan mau langsung di santap"

"Ini loh Mas, di habiskan ya, kalau tidak di habiskan akan di jewer kuping nya sama Abah, hihihi..." Arin sudah mulai bangkit dari kesedihan nya, menurut nya. Kesedihan itu tidak akan membuat Abah nya kembali. Dia mulai ceria lagi seperti sebelumnya.

"Gimana rasanya Mas? Cocok nggak di lidah kamu? Asin? Atau ada rasa gosong di bagian bakaran? Atau apa? Cepet kasih komentar dong!"

"Ini sudah pas Sayang, nggak ada yg kurang lagi kok, percaya deh sama saya, kalau kamu sudah masak itu apapun jadi enak, apasih resep nya? Mau belajar buat juga" tanya Pierre, Arin manyun dan menyuapi Pierre ayam yg bagian gosong nya.

"Kenapa harus buat sendiri sih? Kan saya bisa buatin untuk kamu, Mas. Kamu kebiasaan banget deh kadang, saya merajuk ah sama kamu"

Pierre memejamkan mata nya karena merasakan pahit pada bagian gosong, "Umm... Sayang, kok di kasih bagian gosong nya sih? Kan pahit rasanya, iya deh iya saya suka buatan kamu" Pierre senyum manis supaya Arin tidak merajuk lagi. "Jangan merajuk Sayang, oh ya. Ada yg mau saya kasih ke kamu, tapi kita habiskan dulu ya Ayam ini"

"Memang nya kamu mau kasih apa Mas? Kayak nya akhir-akhir ini banyak banget deh kamu kasih aku hadiah, pasti ada sesuatu"

"Makanya kita harus cepat makan nya, setelah itu kamu baru bisa tau apa yg akan aku kasih ke kamu" Arin melihat Pierre makan dengan lahap, dia senang melihat Pierre ketagihan sama masakan buatan dia, kotak itu pun kosong isi nya sampai bersih tanpa ada sisa saus ataupun bumbu.

"Seenak itu ya sampai kinclong begini kotak makan nya?"

"Hehehe... Iya enak banget! Lain kali saya mau coba makanan buatan kamu" Arin mengangguk, Pierre keluarkan sebuah kotak berwarna merah dari saku baju dinas nya. Arin menatap tangan Pierre, "Kotak apa itu Mas? Kok warna nya merah begitu?"

"Ini yg mau Mas kasih ke kamu, dek. Coba pejamkan dulu mata kamu dan majukan jari manis kamu ya" Arin menurut dengan Pierre, dia tutup mata nya tanpa mengintip sedikit pun dan memberikan jari manis nya pada Pierre, sebenarnya dia kepo cuma dia masih bisa sabar untuk nunggu.

"Sudah bisa buka mata belum?"

"Iya sudah, coba kamu buka mata pelan-pelan ya, jangan kaget hehe"

Arin membuka mata nya, dan betapa kaget nya dia saat melihat di jari manis nya terpasang sebuah cincin cantik berwarna emas, "Ini? Cincin nya buat aku Mas? MasyaAllah, ini cincin nya cantik banget dan aku suka!" Pierre senyum.

"Iya ini memang untuk kamu, dan yg pilihkan adalah Mami karena menurut Mami ini sangat cocok di jari mungil kamu ini, di pakai terus ya, cincin ini sebagai ikatan kalau kamu udah ada yg punya"

Arin mengangguk, "Saya akan jaga terus cincin ini, terimakasih ya Mas, bilang juga sama Ibu ucapan terimakasih saya, ini cincin nya cantik banget dan cocok di jari saya" Bahagia sekali rasanya melihat pasangan senang seperti Arin saat ini, mensyukuri apapun yg di minta dan menerima apapun pemberian dari sang kekasih meski harga nya tak seberapa, Arin mencubit kedua pipi Pierre karena laki-laki itu melamun.

"Hello? Apa yg kamu pikirkan?"

Pierre geleng, "Eh? Tidak kok, saya tidak memikirkan apa-apa, gimana? Kamu suka tidak sama cincin nya?"

"Kan saya udah bilang suka loh Mas tadi, kan. Mas mikirin apa sih? Beneran tadi melamun kan? Hayo jujur sama saya" Pierre terkekeh dan mengusap rambut kekasih nya itu.

"Iya maaf ya saya memang melamun tadi, saya senang sekali melihat kamu sangat bahagia hari ini, dengan senyuman manis yg mekar kembali di wajah kamu, itulah yg saya tunggu sejak lama, terus begini ya?"

Arin mengangguk dan menggengam tangan Pierre yg lebih besar daripada tangan nya yg mungil, "Iya. Kamu tenang saja Mas, aku akan selalu tersenyum seperti ini, seperti kata pepatah, kalau senyum terus bakal awet muda dan senyum adalah salah satu ibadah"

"Good job, saya bangga dengan kamu, oh ya, sebentar lagi saya akan menemani komandan ke Batalyon, kamu habis ini mau mengajar atau kemana Sayang?" Arin ngangguk.

"Iya, hari ini saya mau ke sekolah untuk mengajar, kali ini bakal dapat shift ngajar anak kelas 3. Semangat ya hari ini, kalau ada waktu nanti mampir kerumah, makan dengan saya, Ibu, dan Dek Dirga"

"Oke siap calon persit ku" wajah Arin langsung memerah, hatinya berdebar ketika di panggil dengan sebutan itu, "Semoga kita berjodoh ya, Mas"

"Kita pasti berjodoh, karena Alm Abah kamu sudah menitipkan kamu ke saya, dan sudah merestui saya untuk menjadi calon suami kamu" terbesit satu kata dalam hati Arin, kita memang seamin tapi, kita tidak lah seiman. Itulah kata yg selalu terlintas di pikiran gadis desa satu ini karena dia menjalani hubungan beda agama dengan kekasih nya itu.

"Hmm... Kamu tenang saja, untuk urusan agama saya di berikan kesempatan oleh Abah untuk di pikirkan 2 kali lagi, Rin"

Arin mengangguk, "Mas... Kamu sekarang pangkat nya apa kalau boleh tau? Saya cuma tau nama lengkap kamu tapi saya nggak tau pangkat yg kamu dapatkan sekarang apa"

"Sekarang masih Letda, Rin. Sebentar lagi akan Lettu, itulah kenapa Pak Jendral Nasution meminta saya ingin menjadi ajudan nya nanti"

Arin mengelus bahu Pierre, "Doa terbaik buat kamu, fokus dulu ke profesi kamu ya, nanti aja urusan berkeluarga, kita pacaran dulu. Kalau sudah siap baru di pikirkan"

"Siap sekali lagi Ny. Arin Pierre Tendean" Mereka terkekeh bersama mendengar ucapan Pierre sekarang, bahagia rasanya bisa bertemu laki-laki setulus Pierre, dia sampai tidak tega ingin marah lama-lama dengan kekasih nya itu. Marah bisa di bilang dia tidak akan pernah marah sama Pierre.

Tbc

Hallo! Maaf ya kalau coretan Arin kali ini lumayan tidak nyambung bagi kalian pembaca terbaik, tapi Arin juga berharap kalian suka sama cerita ini

𝑺𝒆𝒕𝒆𝒍𝒂𝒉 𝑫𝒊𝒂 𝑷𝒆𝒓𝒈𝒊, [𝑃𝑖𝑒𝑟𝑟𝑒 𝑇𝑒𝑛𝑑𝑒𝑎𝑛 𝐹𝑎𝑛𝑓𝑖𝑐]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang