Chapter 16 _ Eve of War

48 9 8
                                    

"Sial! Sial!" Umpatku tak terhitung jumlahnya. Aku bahkan lupa sudah seberapa banyak aku mengumpat saat ini. Sudah sejak tadi aku mencoba melepas kalung permata putih yang ada di leherku. Bukan tanpa sebab, aku hendak memakainya untuk berunding dengan si Elven King, siapa tahu dia akan mau menarik pasukannya untuk meninggalkan Erebor. Aku harus menyingkirkan mereka sebelum perpecahan terjadi antara Elf, manusia dan juga dwarf. Karena berbicara dengan Thorin tidak akan ada hasilnya.

Tapi lihat sekarang, bahkan Bilbo yang ikut membantuku mengatakan tidak bisa melepaskan benda itu. Dia tidak bisa menemukan kait kalung itu. Well, aku pernah mendengar perhiasan buatan dwarf terkadang mengandung sihir. Tapi aku tidak menyangka ada sihir semacam itu. Tidak bisa dilepas? Yang benar saja.

"Tidak bisa, Lady!" ucap Bilbo untuk kesekian kalinya dan menyerah. "Aku tidak menyangka, Thorin ternyata sangat menyayangimu Lady, padahal sebelumnya kalian sangat tidak akur! "

"Hish..diam Bilbo! Dia juga sama sayangnya dengan para dwarf lainnya." seruku mencoba mengabaikan komentar yang terlalu jujur itu. Ku bersandar pada sebuah kursi usang, lelah berkutat mencoba melepaskan kalung sialan ini.

"Tapi bukan itu maksudku--" "Tapi apa?!" Potongku dengan galak membuat Bilbo mengurungkan niatnya untuk berbicara.

"Tapi Lady, apakah kau benar mencintai Elven Prince itu?" Hobbit itu kembali bertanya dengan nada ingin tahu. Tatapannya penasaran, seolah ingin menggali lebih dalam. Aku mengerang kesal, "Kili!" Seruku, menduga bahwa dwarf muda itu yang membocorkan rahasiaku. Aku menatap halfling itu dengan tajam, rasa kesal membara dalam hatiku. "Dia pasti yang memberitahumu!"

"Bukan dia," jawab Bilbo dengan senyum nakal. "Bofur yang menceritakannya pada kami saat kalian tiba beberapa waktu lalu." ucap Bilbo disebelahku, hobbit itu terlihat menikmati susu coklat kotak yang kuberikan padanya. Dia sepertinya sangat menyukai susu itu, dan untungnya ternyata aku masih memiliki beberapa cemilan di dalam poket kecilku.

"Bofur!" aku menggelengkan kepala, merasa campur aduk antara malu dan marah. "Aku tidak mau terlibat dalam urusan cinta. Ini bukan saatnya-- lagipula itu hanya perasaan sepihak saja." ucapku dengan murung.

"Bagaimana bisa?" aku tersenyum masam mendengar pertanyaan bodohnya.

"Tentu saja bisa, Bilbo, karena dia mencintai orang lain" jelasku, mencoba untuk tidak terlihat sedih.

"Sudahlah Bilbo, sekarang kita harus fokus untuk mencegah peperangan ini terjadi." Aku berdiri, merapikan kembali pakaianku. Haruskah aku lega karena kalung itu berukuran lebih kecil dengan design yang minimalis, tidak seperti yang dikatakan Vey dalam film sehingga aku bisa menyembunyikannya didalam jubahku.

"Kau pasti memiliki rencana kan, Lady?" tanya Bilbo, matanya berbinar dengan harapan. "Bukan sekadar mengandalkan sihir?"

"Bukan hanya sihir," jawabku, mencoba meyakinkan diri sendiri. "Aku punya beberapa trik dalam sakuku, dan aku harus menemui Elven King untuk membicarakannya. Jika aku bisa mendapatkan kepercayaannya, mungkin dia mau menarik pasukannya."

"Dan bagaimana kalau rencana itu gagal?" Bilbo bertanya, wajahnya serius.

"Kalau itu terjadi, kita semua bisa terjebak dalam konflik yang lebih besar," aku menjawab, jujur tentang betapa seriusnya situasi ini.

Karena mengalami kebuntuan tentang kalung itu, kami memutuskan untuk mencari para dwarf. Kami menemukan mereka sedang bersiap-siap untuk peperangan besok. Dan tentu saja hal itu membuat kepalaku berdenyut pusing.

Para dwarf itu menoleh ketika menyadari keberadaan kami. Mataku langsung bertubrukan dengan manik hitam milik Thorin. "Lady Enchantress!" seru Kili dengan senang melihat keberadaanku. Aku tersenyum tipis membalasnya.

The Enchantress, Guardian of The Nature [Legolas Fanfic]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang