Chapter 5: D-A

115 20 8
                                    

{𝗠𝗮𝗿𝗸𝗲𝗱 𝗕𝘆 𝗢𝗯𝘀𝗲𝘀𝘀𝗶𝗼𝗻}𝘏𝘢𝘱𝘱𝘺 𝘙𝘦𝘢𝘥𝘪𝘯𝘨 🌓

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

{𝗠𝗮𝗿𝗸𝗲𝗱 𝗕𝘆 𝗢𝗯𝘀𝗲𝘀𝘀𝗶𝗼𝗻}
𝘏𝘢𝘱𝘱𝘺 𝘙𝘦𝘢𝘥𝘪𝘯𝘨 🌓

Jake meninggalkan ruangan itu dengan langkah berat, pikirannya terbenam dalam kekacauan yang baru saja terjadi. Dia masuk ke ruang kerjanya dan duduk di kursinya, mengalihkan pandangan ke telapak tangannya yang terluka.

Darah segar mengalir perlahan, menciptakan noda kontras di atas kulitnya yang pucat.

Beberapa saat kemudian, Justin, anak buahnya memasuki ruangan dengan kotak obat di tangannya. "Tuan, luka anda harus diobati," katanya dengan nada cemas.

"Tidak," Jake menjawab tegas. "Hanya Anna yang akan mengobatinya,jika tidak, maka biarkan saja, aku tidak peduli."

Pria yang ada dihadapannya mengangkat alisnya, kebingungan jelas terlihat di wajahnya. "Tapi dia adalah seorang pemberontak. Kenapa anda masih mempertahankannya?"

Dia menyentuh lukanya dengan lembut, merasakan rasa sakit yang seolah memberi pengingat akan apa yang terjadi. "Dia berbeda," jawabnya pelan, "Dia membangkitkan sesuatu dalam diriku yang tidak pernah aku rasakan sebelumnya."

"Anda bisa mendapatkan wanita lain, Tuan. Wanita yang lebih baik, lebih pantas untuk pria sepertimu."

"Anna tidak pantas direndahkan oleh siapa pun, termasuk dirimu, Justin. Dia lebih dari sekadar gadis biasa bagiku."

Jake terjebak dalam keinginannya untuk melindungi gadis itu, sekaligus merasa marah ketika orang-orang di sekitarnya tidak bisa melihat nilai yang dia lihat. Dia tidak pernah membuka hatinya untuk wanita manapun, tidak pernah merasakan ketertarikan sedalam ini.

"Ambilkan aku pisau dari lemari,"

Justin menatapnya dengan bingung, ragu sejenak. " Pisau?"

Perintah itu tidak bisa ditolak, dia pergi mengambil pisau dari lemari besar tempat senjata disimpan. Dia kembali dengan pisau tersebut dan memberikannya dengan hati-hati.

Jake mengamati pisau itu sejenak, sebelum mengukir sesuatu di lengannya.

"Tuan, apa anda sudah gila?" Justin bertanya dengan panik.

Dia tidak peduli dengan rasa sakit, tidak peduli darah yang mengalir. Setiap goresan adalah sebuah pernyataan-sebuah pengakuan atas keterikatannya pada Anna.

Dia menatap lukanya dengan senyum puas. Darah yang mengalir, seolah menyatukan rasa sakit dan kepemilikannya. Dia menikmati momen itu, merasakan kepuasan aneh yang mengalir bersamaan dengan darah.

"Anna," bisiknya pelan, menatap lukanya yang berdarah.

Keesokan harinya, Anna terbangun karena suara ketukan di pintu. Dia masih duduk di lantai, tempat yang sama di mana dia meringkuk semalam, pikirannya masih berkecamuk. Perlahan, dia berdiri dan membuka pintu, menemui seorang pelayan, Elya. yang membawakan makanan untuknya.

"Aku tidak lapar," katanya saat mengalihkan pandangan.

"Anda harus makan, Nona. Tuan Jake pasti tidak ingin melihat Anda sakit."

𝘗𝘦𝘳𝘴𝘦𝘵𝘢𝘯 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘱𝘳𝘪𝘢 𝘪𝘵𝘶

Dengan malas Anna akhirnya setuju untuk memakan sedikit makanan yang dibawakan. "Temani aku sebentar," pintanya padanya.

Elya mengangguk, duduk di sampingnya yang mulai menyuapkan makanan pelan-pelan.

Saat suasana hening, Elya memecah keheningan dengan suara pelan. "Tentang Tuan Jake... Luka di tangannya..."

Anna mendengus, tidak ingin mendengar apapun tentang pria gila itu. "Apa urusannya denganku? Lagipula pasti juga sudah diobati."

Dia dengan ragu-ragu sebelum menjawab, "Belum diobati, Nona. Sejak tadi malam, dia menolak untuk diobati oleh siapa pun."

Anna terdiam, tatapannya beralih ke arahnya dengan sedikit bingung. "Apa maksudmu?"

Dia menghela napas, lalu melanjutkan dengan hati-hati, "Tuan Jake mengatakan bahwa hanya Anda yang bisa mengobati lukanya. Tapi tadi malam... dia menambah lukanya. Tuan Jake mengukir sesuatu di lengannya."

𝘈𝘱𝘢 𝘭𝘢𝘨𝘪 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘳𝘪𝘢 𝘪𝘵𝘶 𝘭𝘢𝘬𝘶𝘬𝘢𝘯?

"Mengukir apa?"

"Nama Anda, Nona."

𝘎𝘪𝘭𝘢! 𝘗𝘳𝘪𝘢 𝘪𝘵𝘶 𝘴𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘬𝘦𝘩𝘪𝘭𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘢𝘬𝘢𝘭!

Sendok yang dipegangnya terjatuh dengan suara berdenting. Kata-kata wanita dihadapan nya membuat perasaan bersalah merambat perlahan dalam dirinya, tetapi amarah segera mengikuti. "Apa-apaan ini!?" gumamnya pelan, setengah tidak percaya. Kekesalan menyusup lebih dalam. Jake benar-benar kekanak-kanakan, pikirnya. Semua ini hanya membuatnya semakin tertekan.

"Di mana dia sekarang?"

Elya menunjuk ke arah teras. "Dia ada di luar, merokok."

Tanpa berpikir panjang, Anna bangkit dan berlari ke arah teras. Di sana, dia melihat Jake berdiri dengan santai, sebatang rokok di tangannya, matanya terpejam seolah menikmati setiap tarikan napasnya. Dia tampak tidak menyadari kedatangannya, pikirannya mungkin terbang jauh entah ke mana.

Dia berhenti sejenak, menatapnya dari jauh. Ada begitu banyak hal yang ingin dia katakan, begitu banyak kemarahan dan kebingungan yang menggelegak dalam dirinya. Tapi di saat yang sama, perasaan itu terasa begitu rumit, campuran antara kebencian dan rasa takut yang membuatnya terpaku di tempat.

{𝗧𝗼 𝗕𝗲 𝗖𝗼𝗻𝘁𝗶𝗻𝘂𝗲𝗱}

A Dangerous AttractionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang