Chapter 4: D-A

141 19 9
                                    

{𝗔 𝗗𝗶𝘀𝗰𝗼𝘃𝗲𝗿𝘆 𝗢𝗳 𝗕𝗲𝘁𝗿𝗮𝘆𝗮𝗹}𝘏𝘢𝘱𝘱𝘺 𝘙𝘦𝘢𝘥𝘪𝘯𝘨 🌓

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

{𝗔 𝗗𝗶𝘀𝗰𝗼𝘃𝗲𝗿𝘆 𝗢𝗳 𝗕𝗲𝘁𝗿𝗮𝘆𝗮𝗹}
𝘏𝘢𝘱𝘱𝘺 𝘙𝘦𝘢𝘥𝘪𝘯𝘨 🌓

Malam itu, suasana di mansion terasa lebih tegang dari biasanya. Jake baru saja pulang dari pertemuan bisnis yang melelahkan, setiap langkah menuju kamarnya terasa berat.

Namun, ketenangan itu segera terganggu saat dia mendengar adanya keributan yang terdengar samar, teriakan keras dan suara barang-barang yang dilemparkan.

"Apa yang terjadi?" gumamnya.

Saat ia tiba di lantai atas, dua anak buahnya tampak berusaha menyeret Anna keluar dari kamarnya. Diaterlihat sangat marah, tetapi air mata juga mengalir di pipi gadis itu. Amarah yang bercampur dengan kesedihan dalam sorot matanya membuat Jake menghentikan langkahnya.

"Lepaskan dia," perintahnya.

Anak buahnya, tanpa ragu, segera melepaskannya dan mundur. Meskipun Anna kini bebas dari cengkeraman mereka, ia tidak menunjukkan tanda-tanda ingin kabur. Sebaliknya, dia berdiri di sana dengan tatapan penuh kebencian.

Dalam keheningan, Anna tiba-tiba meraih setumpuk foto dari atas meja dan melemparkannya ke arah Jake. Foto-foto itu terjatuh berserakan di lantai. Jake memandangnya dengan alis terangkat.

"Apa ini?" tanyanya datar, meskipun dia sudah tahu jawabannya.

𝗙𝗹𝗮𝘀𝗵𝗯𝗮𝗰𝗸
Saat penjaga sedang lengah, Anna menyelinap menuju kamar Jake. Dia sudah menyusun rencana ini selama beberapa hari, berharap bisa menemukan kunci atau apapun yang bisa membantunya melarikan diri dari neraka ini. Namun, saat dia membuka salah satu laci di meja kerjanya, bukan kunci yang dia temukan.

Foto-foto dirinya. Bukan foto-foto biasa, melainkan foto yang diambil tanpa sepengetahuannya. Foto-foto yang menunjukkan sisi dirinya yang seharusnya hanya dia yang tahu. Gambar pribadi.

"Apa... ini?" bisiknya dengan suara bergetar.

Tangannya gemetar saat dia menyentuh kertas-kertas yang tersimpan bersama foto-foto itu. Catatan-catatan yang penuh dengan fantasi gelap Jake tentang dirinya. Deskripsi kasar tentang apa yang ingin pria gila itu lakukan padanya, itu mengerikan.

𝘉𝘦𝘳𝘢𝘯𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘥𝘪𝘢..

Anna merasa seperti objek, diperlakukan seolah-olah dia tidak lebih dari mainan baginya. Setiap kata, setiap foto, menghancurkan sedikit demi sedikit harga dirinya.

𝗙𝗹𝗮𝘀𝗵𝗯𝗮𝗰𝗸 𝗢𝗳𝗳

Jake melangkah mendekat, matanya tidak pernah lepas dari gadis dihadapannya. Namun, sebelum dia bisa lebih dekat, Anna meraih pisau buah yang ada di meja dan menodongkan nya ke arahnya. Meski pisau itu tidak besar, hal itu cukup untuk melukai seseorang.

"Jangan mendekat!"

Pria itu, tanpa sedikitpun rasa ragu terus berjalan ke arahnya, "Apa yang kau lakukan?"

Ketika dia mencoba menyerangnya dengan pisau, Jake dengan cepat meraih pisau tersebut, mencengkeram bilah tajamnya. Darah mengalir dari luka ditangannya, tetapi pria itu tidak sedikit pun menunjukkan rasa sakit.

"Kau pikir bisa menyakitiku dengan ini?" tanyanya, nada suaranya penuh ejekan.

"Aku membencimu!"

"Benci?" dia mengulangi kata itu sambil tertawa sinis. "Kebencianmu hanya memperdalam sebuah ikatan."

Tiba-tiba dia melepaskan pisau itu, menjatuhkannya ke lantai dengan tangis yang tertahan. Namun, Jake tidak berhenti di situ. Dia melangkah maju, mendekat hingga tubuhnya menekan tubuh gadis malang itu ke dinding. Membuat tubuhnya seolah terjebak dalam perangkapnya.

"Jangan sentuh aku..." bisiknya dengan ketakutan dan kebencian.

Jake merendahkan suaranya, tangannya yang berdarah menyentuh pipinya dengan lembut, meskipun darah dari luka itu mengalir di kulitnya. "Aku tidak akan pernah membiarkanmu pergi, burung kecil. Kau tidak akan pernah bisa kabur dariku. Kau tahu kenapa?"

"Karena aku adalah satu-satunya yang bisa memberimu apa yang kau butuhkan. Kau tahu itu, bahkan jika kau tidak ingin mengakuinya." Jake menyentuh bibir Anna dengan ibu jarinya, senyum licik terukir di wajahnya. "Kau milikku, dan tidak ada yang bisa mengubah itu."

Di akhir malam yang penuh dengan ketegangan itu, Anna berdiri diam dengan perasaan marah dan tak berdaya. Jake menyentuh pipinya lagi sebelum berbalik dan pergi, meninggalkan Anna dengan kekacauan emosional yang dia ciptakan.

Setelah pria itu meninggalkannya, dia berdiri terdiam di dinding, hatinya bergejolak dengan emosi yang campur aduk. Dia mengusap pipinya yang masih merasakan sentuhan, seolah bekas darah di tangannya akan selamanya terukir di kulitnya.

Namun, lebih dari itu, pertanyaan-pertanyaan terus menghantuinya.

"Apa yang aku lakukan sehingga dia bisa melakukan hal seperti ini?" pikirnya dengan penuh kebingungan. Mengapa seseorang seperti Jake, pria yang selalu dikelilingi oleh wanita-wanita cantik, memilihnya? Anna merasa dirinya sama sekali tidak menarik, bahkan sering kali merasa insecure di hadapan teman-temannya.

Di sekolah, dia tidak pernah mendapatkan perhatian dari pria manapun, dan setiap kali ada laki-laki yang melirik, dia hanya berpikir itu pasti karena kesalahpahaman.

Dia merasa ini bukan cinta. Ini adalah obsesi yang mengerikan, di mana dia dijadikan objek untuk diperlakukan sesuka hati. Kenapa seorang pria yang berkuasa dengan semua pesonanya, malah menginginkan dirinya-gadis yang dianggapnya lemah dan tak berdaya? Pikirannya semakin kacau, dan dia mulai meragukan dirinya sendiri.

"Apakah aku hanya menjadi sasaran empuk untuk pria seperti dia?" pertanyaan itu berputar-putar di kepalanya. Kepercayaan dirinya hancur, seolah semua upaya untuk tampak kuat dan mandiri sirna dalam sekejap. Dia tak pernah menyangka hidupnya bisa berbalik sedemikian rupa, terperangkap dalam kehidupan yang tidak diinginkannya.

"Bagaimana dia bisa mengenalku? Dari mana dia mendapat informasi tentangku?" Sejak hari dia dibawa kesini, semuanya terasa seperti mimpi buruk yang tak berujung. Setiap hari yang dia habiskan di mansion ini, dia merasa semakin terpojok.

Semua rasa percaya diri yang pernah dia miliki perlahan-lahan memudar, terhapus oleh cara Jake memperlakukannya seolah dia hanya sebuah benda yang bisa dimiliki.

"Apa yang sebenarnya aku inginkan?" tanyanya pada diri sendiri, saat air mata kembali mengalir. "Apakah aku ingin kabur atau justru merasakan cintanya? Tapi jika ini cinta, kenapa terasa begitu menyakitkan?"

Di tengah segala keraguan dan rasa sakitnya, Anna tahu satu hal: dia harus menemukan cara untuk merebut kembali hidupnya. Namun, bagaimana mungkin dia bisa melawan pria yang begitu terobsesi padanya, sementara dia sendiri tidak yakin dengan siapa dirinya sebenarnya?

{𝗧𝗼 𝗕𝗲 𝗖𝗼𝗻𝘁𝗶𝗻𝘂𝗲𝗱}

A Dangerous AttractionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang