1 – Pertemuan Pertama
Begitu kecil.
Itu adalah pikiran pertama Jerome ketika ia melihat keponakannya untuk pertama kalinya beberapa bulan lalu.
Dia sangat kecil. Terlalu kecil.
Seingat Jerome, bahkan Elaine, adik bungsunya, dulu tak sekecil itu. Meski, mungkin itu karena saat Elaine lahir dulu, Jerome juga belum sebesar ini. Ketika Elaine bayi, dia tampak seperti bayi. Namun, keponakan Jerome tak seperti itu di mata Jerome.
Ia begitu kecil hingga di dalam balutan kain yang membungkus tubuh kecilnya, dia tampak seperti buntelan. Dia bahkan tak lebih besar dari satu lengan Jerome. Meski untungnya, dia terlahir dalam kondisi lebih sehat dan lebih kuat dibandingkan Elaine.
Namun, itu tak mengubah tentang betapa kecil dan tampak rapuhnya bayi itu. Jerome bahkan yakin ia bisa meremukkan tulang-tulang kecil itu hanya dengan satu tangannya. Dan itu karena bayi itu terlalu lemah. Luar biasa lemah.
"Tuan."
Panggilan Greg, asisten sekaligus pengawalnya, menyadarkan Jerome dari kekhawatiran yang belakangan menjadi pusat pikirannya tentang keponakan bayinya.
"Hm?" jawab Jerome.
"Kita sudah hampir tiba di panti asuhannya," beritahu Greg.
Jerome melemparkan pandang ke arah jalan gelap di depan sana. Jalan yang gelap dan berbatu di kawasan puncak. Bahkan lokasinya yang begitu terpencil dan jauh dari pemukiman membuat tempat itu menjadi semakin mencurigakan.
"Apa kamu sudah menemukan alasan kenapa Aria begitu sibuk mengabsen setiap panti asuhan di kota ini dan daerah sekitarnya?" tanya Jerome.
"Sepertinya, itu ada hubungannya dengan kakak Aria yang meninggal sekitar sebulan yang lalu, Tuan," beber Greg. "Kakak Aria meninggal ketika melahirkan. Tapi, bayinya tiba-tiba menghilang dari rumah sakit tempat kakak Aria melahirkan."
"Dan apa yang membuat Aria berpikir jika bayi yang hilang itu akan muncul di panti asuhan?" dengus Jerome. Ia tahu Aria tidak bodoh. Jerome tidak memilih wanita itu menjadi sekretarisnya tanpa alasan.
"Saya belum mendapatkan informasi tentang itu. Tapi, saya menduga ini ada hubungannya dengan suami kakaknya," terang Greg. "Karena sekitar dua minggu lalu, dia sempat menghubungi Aria."
Dua minggu lalu. Itu adalah saat di mana Aria mulai sibuk mencari di beberapa panti asuhan.
"Hm ..." Jerome menyandarkan siku di sandaran lengan di tengah jok dan mengusap dagunya sembari berpikir.
Pertama, Aria jelas sedang mencari keponakannya. Dan kedua, ia mendapat petunjuk tentang keberadaan keponakannya dari suami kakaknya. Namun yang mencurigakan, Jerome tak sekali pun membaca laporan tentang keterlibatan suami kakak Aria dalam pencarian keponakan Aria. Itu berarti ...
Pikiran Jerome terputus tatkala Greg menghentikan mobil secara mendadak. Jerome bahkan nyaris menabrak punggung jok depan dengan kepalanya jika tangannya tak sigap berpegangan di bahu jok di depannya itu.
"Greg?" Jerome menuntut penjelasan.
"Maaf, Tuan, tapi di depan sana ..." Greg terdengar ragu.
Jerome melongok ke depan. Matanya menyipit melihat sosok yang disoroti lampu mobil itu. Sesuatu ... tidak, itu seseorang, tampak duduk meringkuk di atas jalan berbatu itu. Melihat dari postur tubuhnya, sepertinya dia hanya anak-anak yang mungkin berumur tak lebih dari enam atau tujuh tahun. Sementara di pelukan anak itu ...
Jerome mengerjap beberapa kali untuk meyakinkan apa yang dilihatnya. Ia merasa familiar dengan buntelan itu. Karena buntelan yang mirip dengan itu menjajah pikirannya dengan kekhawatiran selama beberapa bulan terakhir ini.
"Saya akan memeriksa keluar, Tuan," Greg berbicara sembari membuka kunci pintu mobil.
"Tidak," Jerome menahan. "Aku akan mengeceknya sendiri."
Jerome turun dari mobil dan menghampiri anak di depan mobil itu. Ketika melihat Jerome, anak laki-laki itu tampak waspada. Jerome mengamati anak itu. Baju yang dipakainya hanya kaus tipis dan celana training yang tampak usang. Kakinya tak beralaskan apa pun. Sementara, kedua tangan kecilnya memeluk buntelan di dadanya semakin erat.
"Kalau kamu memeluknya seerat itu, dia bisa kesulitan bernapas," Jerome berbaik hati mengingatkan anak itu.
Anak itu seketika menunduk dengan panik, lalu sedikit melonggarkan pelukannya sembari mengecek bayi di buntelan yang ada di pelukannya itu.
"Itu adikmu?" tanya Jerome tanpa tedeng aling-aling.
Anak itu kembali menatap Jerome waspada, tanpa menjawab.
"Atau, kamu menculiknya?" tembak Jerome.
"Tidak!" seru anak itu. "Aku tidak menculiknya! Dia berada dalam bahaya."
Well, well. Apa ini?
"Tapi, bagaimana bisa aku memercayai kata-katamu?" tantang Jerome.
"Aku juga bisa mengatatakan hal yang sama padamu," balas anak itu, tanpa gentar menatap Jerome. "Bagaimana aku bisa memercayaimu untuk memberitahu identitas kami padamu?"
Jerome mendengus tak percaya mendengar itu. Heh! Anak ini tidak bodoh.
"Jika kamu masih tidak percaya padaku, kamu bisa mengecek sendiri siapa aku," Jerome berbicara sembari mengeluarkan ponsel dari saku jasnya. Ia lantas melemparkan ponselnya ke dekat anak itu setelah membuka kuncinya. "Jerome Darwin. Kamu bisa mencari tahu siapa aku di internet."
Ketika anak itu tak langsung bereaksi dan hanya menatap ponsel Jerome yang layarnya menyala dan tergeletak di jalan berbatu di dekat kakinya, Jerome seketika sadar.
"Apa kamu belum pernah menggunakan ponsel sebelumnya?" Jerome memastikan, mengingat bagaimana penampilan anak itu.
Anak itu menggeleng. "Tapi, aku pernah membaca informasi tentang keluarga Darwin."
Well, well, well. Lihat apa yang Jerome temukan di sini.
***
![](https://img.wattpad.com/cover/377275336-288-k505292.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Fake Marriage
RomanceKetika menyelidiki sekretarisnya, secara kebetulan, Jerome bertemu anak laki-laki berusia tujuh tahun yang kabur dari panti asuhan dengan bayi di gendongannya. Memutuskan jika anak itu akan berguna, Jerome mengadopsinya. Namun, ia sama sekali tak ta...