4 – Someone's Life
"Jadi, apa yang ingin kamu pastikan?" tanya Javier, suaranya terdengar waspada kini.
Jerome menoleh ke belakang untuk menatap bayi di gendongan Javier. Bayi itu masih bisa terlelap dengan tenang di tengah semua keributan itu. Dan bagaimana dia bisa tampak senyaman itu di gendongan Javier menunjukkan jika dia tidak lagi merasa asing dengan Javier.
"Kamu bilang, dia bukan adikmu. Jadi, siapa anak itu sebenarnya? Kenapa kamu melakukan sejauh ini untuknya?" tanya Jerome.
Ekspresi Javier tampak mengeras. "Karena aku tahu, apa yang akan terjadi pada anak ini jika dia tinggal dan tumbuh di panti asuhan itu," jawabnya.
Jerome mengangkat alis. "Meski dia dijual oleh ayahnya, tapi bukankah dia bisa tumbuh di bawah perlindungan panti asuhan itu? Sepertimu."
Javier mengernyit. "Justru karena itu," tukas anak itu. "Aku tidak ingin dia tumbuh sepertiku."
"Apa yang salah dengan tumbuh sepertimu?" balas Jerome. "Bukankah itu bagus karena itu berarti, dia akan tumbuh menjadi anak yang kuat dan bisa melindungi dirinya sendiri sepertimu?"
Javier tampak menggertakkan giginya geram. "Tidak," tepisnya.
Melihat keberanian, kenekadan, juga kecerdasannya, Jerome bisa menebak apa saja yang harus dilewati anak ini di panti asuhan itu. Dia mungkin dibesarkan dengan cara yang keras untuk memenuhi ekspekstasi mereka. Jerome sendiri tahu bagaimana rasanya tumbuh seperti itu.
"Kita akan ke mana sekarang, Tuan?" Pertanyaan Greg mengalihkan fokus Jerome dari Javier.
"Ke hotel Reed yang paling dekat dari sini," jawab Jerome. "Dan panggil Aria juga ke sana."
"Baik, Tuan."
Jerome tidak mungkin membawa Javier pulang dalam keadaan seperti ini. Terlebih, dia harus memperingatkan Aria langsung tentang kemungkinan bahaya panti asuhan itu, jika dia berniat pergi ke sana juga untuk mencari keponakannya.
***
"Aria." Suara Jerome itu terdengar dingin, lebih dingin dari biasanya.
Aria melakukan kesalahan. Itu adalah maksud suara dingin Jerome itu. Namun, apa?
Aria tidak ingat dia menelantarkan tugasnya sebagai sekretaris Jerome. Dia juga sudah memastikan semua pekerjaannya selesai tepat waktu. Pun, dia selalu mengecek dan memastikan tidak ada kesalahan dalam pekerjaannya. Jika itu tentang pekerjaannya, Aira yakin dia adalah orang yang paling teliti di perusahaannya. Karena pekerjaannya adalah tali hidupnya.
Setidaknya, setelah delapan tahun bekerja sebagai sekretaris Jerome, dia tidak pernah melakukan kesalahan selama lima tahun terakhir. Tidak pernah sekali pun. Jadi, ia merasa nostalgic sekaligus ngeri ketika Jerome menemukan kesalahannya.
Ia tidak akan dipecat, kan? Tidak. Jerome selalu puas dengan kinerja Aria, setidaknya selama lima tahun terakhir ini. Bahkan meski dia terkenal dengan sikap dingin sedingin es kutub yang tak pernah mencair, dia tidak akan memecat Aria karena entah kesalahan apa yang ia temukan itu, kan?
Tidak. Jika itu Jerome, dia bisa saja melakukan itu. Bukankah di tiga tahun pertamanya bekerja sebagai sekretaris Jerome, dia nyaris dipecat beberapa kali karena membuat kesalahan? Dia harus memohon, bahkan berlutut di depan Jerome, entah berapa kali, demi mempertahankan pekerjaannya.
Ugh, mengingat saat-saat itu, Aira menyadari betapa menyedihkannya dirinya di awal ia bekerja pada Jerome dulu. Ia masih takjub, bagaimana ia bisa bertahan sebagai sekretaris Jerome selama delapan tahun setelah apa yang harus ia lewati di tiga tahun pertamanya itu.
"Bukankah aku sudah pernah mengatakan padamu, apa saja yang harus kamu lakukan sebagai sekretarisku?" singgung Jerome.
Ya. Hanya satu yang harus Aria lakukan sebagai sekretaris Jerome. Yaitu fokus pada pekerjaannya sebagai sekretaris Jerome. Dan itulah yang Aria lakukan sejak tahun pertamanya sebagai sekretaris Jerome. Hingga ... sebulan yang lalu.
Aria tidak menelantarkan atau menomorduakan pekerjaannya, tapi Aria akui, ia sudah melanggar salah satu aturan yang diberikan Jerome saat Aria pertama bekerja sebagai sekretarisnya. Yaitu, melakukan hal beresiko tanpa melapor pada Jerome.
Pria itu tak menuntut privasi Aria. Hanya satu hal. Jika Aria melakukan hal yang beresiko, sekecil apa pun itu, baik dalam pekerjaan maupun di luar pekerjaan, ia harus melapor pada Jerome. Dan Aria ... terbutakan akan keputusasaan dalam pencariannya, tak bisa melihat aturan itu.
"Kamu bahkan tidak seperti sekretaris keluarga Darwin lainnya, yang setidaknya terlatih menggunakan senjata dan sudah terlatih menghadapi siksaan jika mereka tertangkap musuh," sebut pria itu dingin. "Jadi, dengan apa lagi aku bisa memercayakan posisi sekretaris padamu setelah apa yang kamu lakukan ini?"
Seperti air dingin, kalimat Jerome itu mengguyur Aria, sekaligus mengembalikan akal sehatnya yang belakangan ini acak-acakan tak keruan. Aria seketika berlutut di depan Jerome.
"Saya berjanji, hal seperti ini tidak akan terulang lagi, Pak," janji Aria.
Aria tahu, meminta maaf atau menyesal tidak akan menyelesaikan apa pun. Pun, Jerome tidak pernah percaya pada kata-kata. Pria itu hanya membutuhkan pembuktian. Dan untuk itu ...
"Saya akan menghentikan apa yang saya lakukan jika Pak Jerome memerintahkan saya untuk berhenti," Aria melanjutkan.
Bahkan meski ia dalam situasi terdesak untuk menemukan keponakannya, tapi saat ini, berada di bawah lindungan Jerome adalah hal utama yang ia perlukan. Tidak hanya untuk dirinya, tapi juga untuk keponakannya nanti.
Karena itu, bahkan meski ia harus menyerah untuk saat ini, Aria tak punya pilihan lain. Tanpa Jerome Darwin, baik dirinya maupun keponakannya tidak akan punya masa depan.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Our Fake Marriage
RomanceKetika menyelidiki sekretarisnya, secara kebetulan, Jerome bertemu anak laki-laki berusia tujuh tahun yang kabur dari panti asuhan dengan bayi di gendongannya. Memutuskan jika anak itu akan berguna, Jerome mengadopsinya. Namun, ia sama sekali tak ta...