15 – A Deal
Aria pasti sudah gila. Apa yang barusan ia katakan di depan Jerome? Apa dia benar-benar mengucapkan isi kepalanya pada pria itu? Namun, salah siapa sampai Aria hilang kendali seperti itu?
Saat ini, pikiran Aria carut-marut karena Rudian Wongso mengambil keponakannya darinya. Ia sudah cukup bingung harus mengambil keputusan akan masa depan Arvy. Dan tiba-tiba, Jerome melemparkan syarat seperti itu.
Meski begitu, setelah sadar pikiran gila apa yang ia ungkapkan pada Jerome tadi, Aria rasanya seolah menggelindinginkan kepalanya ke bawah kaki pria itu. Dia mungkin akan langsung ditendang dari sini. Jangankan menyelamatkan Arvy, menyelamatkan dirinya sendiri saja ...
"Maaf, Pak. Sepertinya saya sedang tidak dalam keadaan waras," Aria segera mengakui kegilaannya. "Bisa tolong Pak Jerome ulangi, apa yang harus saya lakukan? Sepertinya ada yang salah dengan pendengaran saya karena ketidakwarasan sesaat saya tadi."
Kali ini, Aria memasang telinganya dengan baik. Namun, kalimat yang sama kembali ia dengar,
"Kamu akan menikah denganku. Dan pastikan kamu tergila-gila padaku."
Oke. Sudah jelas. Sepertinya memang Jerome yang gila. But, well, bukankah sejak awal memang pria itu tidak waras? Tidak ada orang waras di keluarga Darwin. Itu bukan hanya rumor.
Oh, pengecualian untuk Elaine.
"Maaf, Pak, boleh saya tahu untuk detailnya seperti apa?" Aria meminta penjelasan. Seolah hal gila seperti itu bisa dijelaskan. Namun, setidaknya ia harus mencoba. Mencoba memahami kegilaan Jerome, seperti biasanya.
"Setelah mengamati Javier, aku berpikir jika dia membutuhkan sosok seorang ibu," Jerome berkata. "Tapi, jika aku ingin memberikan seorang ibu padanya, itu berarti aku harus menikah. Dan kakekku memberi syarat untuk menikah dengan orang yang segila Reed mencintai Elaine."
Oh. Itu adalah syarat yang terdengar gila, segila keluarga Darwin.
"Well, aku tahu, itu bukan syarat yang mudah. Aku juga tak berencana menikah. Tapi, mendengar kamu akan melakukan apa pun, kurasa ini akan menjadi kesepakatan yang menguntungkan kita berdua," sebut Jerome.
Menguntungkan?
"Lagipula, bukankah kamu berutang pada anak itu?" singgung Jerome. "Jika kamu ingin membalasnya, bukankah ini kesempatanmu?"
Jerome tidak mengatakan hal yang salah. Aria berutang budi pada Javier. Dan jika dia bisa melakukan sesuatu untuk Javier, tentu dia akan melakukannya. Namun, tanpa dirinya menikah dengan Jerome pun, dia bisa mengurus Javier dengan baik.
"Aku ingin memberinya keluarga," Jerome berkata. "Aku ingin memberinya hidup yang berbeda dari yang sudah kujalani. Dan aku belum menemukan solusi lain selain ini. Jika aku melibatkan wanita lain, aku tidak yakin aku bisa memercayainya. Aku memberikan kesepakatan ini padamu karena ini kamu."
Jerome benar. Jika dia salah memilih wanita, itu justru bisa membuat Javier terluka. Dan lagi, jika Aria bisa membayar utang budinya pada Javier dengan ini, maka ...
"Baik, Pak. Saya akan melakukannya," putus Aria.
"Tapi, apa kamu yakin kamu bisa tergila-gila padaku?" Jerome meminta kepastian.
"Itu juga, saya akan berusaha sebaik mungkin," janji Aria.
Well, dia sudah cukup gila dengan menjadi sekretaris Jerome. Hanya perlu menambah sedikit kegilaan lagi untuk Aria tergila-gila pada pria itu. Kurang gila apa lagi Aria untuk pria itu?
***
"Kamu belum tidur?" Jerome mengernyit tak suka ketika masuk ke kamar Javier tengah malam itu dan melihat anak itu duduk di atas tempat tidur, membaca buku tebal di pangkuannya. Itu seperti ... buku manajemen perusahaan. Ugh, Aaron, apa yang ia lakukan pada anak Jerome?
"Aku tidak mengantuk," jawab Javier.
"Kamu tetap harus tidur," Jerome menekankan.
Javier mendongak menatap Jerome selama beberapa saat, lalu dia menutup buku di pangkuannya dan berbaring. Dia memejamkan mata, tapi Jerome tahu dia tidak tidur.
"Apa tempat tidurmu tidak nyaman?" Jerome memastikan.
"Ini jauh lebih nyaman daripada lantai dingin basemen tempat biasanya aku tinggal," jawab Javier, masih dengan mata terpejam.
"Lalu, kenapa kamu tidak tidur?" tuntut Jerome.
"Sudah kubilang, aku tidak butuh waktu lama untuk tidur. Dan aku tidak suka membuang waktuku untuk tidur ketika aku bisa melakukan hal yang lain," tandas Javier dengan mata tertutup.
Jerome mengernyit. Teringat bagaimana dulu ia juga seperti itu. Bahkan hingga saat ini pun, Jerome merasa sayang menggunakan waktunya untuk tidur.
"Tapi, sudah kubilang, kan? Anak-anak seusiamu butuh tidur setidaknya sepuluh jam," tandas Jerome.
Javier menghela napas. "Jangan samakan aku dengan anak-anak seusiaku."
Jerome ikut menghela napas. Ia menghampiri tempat tidur dan duduk di kursi samping tempat tidur. Tatapannya masih tertuju pada Javier yang meski memejamkan mata, tapi sepertinya masih tak berniat untuk tidur.
"Aku akan menikah," Jerome mengumumkan.
Mata Javier seketika terbuka. Kepalanya menoleh ke arah Jerome.
"Menikah? Tiba-tiba?" Mata anak itu menyipit waspada.
"Kamu butuh seorang ibu," tandas Jerome.
Javier mengernyit tak suka. "Aku tak butuh hal seperti itu."
"Kamu butuh seseorang untuk mengurusmu dan ..."
"Aku bisa mengurus diriku sendiri," sela Javier tajam. "Dan lagi, bukankah nanti aku juga akan memiliki pengasuh dan pengawal sendiri?"
"Itu dua hal yang berbeda," tukas Jerome. Karena Jerome sendiri tumbuh dengan pengasuh dan pengawal, tapi ia tetap membutuhkan sosok seorang ibu.
"Lalu, kamu akan menikah untuk memberikan ibu untukku?" dengus Javier.
"Ya," jawab Jerome. "Dan kamu tak perlu khawatir jika wanita itu akan menyakitimu. Kamu sudah pernah bertemu dengannya. Dia juga berutang padamu dan dia sudah berjanji akan melakukan apa pun untukmu."
"Maksudmu ...?"
"Aria," Jerome menyebutkan. "Tante dari bayi yang kamu selamatkan itu. Dia akan menikah denganku dan menjadi ibumu. Tidak ada orang yang lebih baik dari dia. Karena dia tidak akan mengkhianati aku atau kamu. Dia tidak akan bisa mengkhianatiku karena dia membutuhkan perlindunganku, dan dia tidak akan pernah menyakitimu karena dia berutang padamu. Dia adalah kandidat terbaik sebagai ibumu."
Javier membuka mulut, lalu menutupnya lagi. Sepertinya ia tak bisa berkata-kata mendengar itu.
"Aku dan Aria sudah sepakat untuk menikah. Dia akan menjadi ibu yang baik untukmu. Karena itu, kamu tak perlu mengkhawatirkan apa pun tentang itu," ucap Jerome. "Dan kamu bisa fokus pada apa yang ingin kamu lakukan di masa depan."
Javier tak menjawab, tapi dia kemudian berbalik memunggungi Jerome dan menarik selimut hingga ke atas kepalanya.
"Jika kamu kedinginan, aku akan mematikan AC-nya," Jerome berkata.
"Tidak perlu," tolak Javier dari balik selimut. "Aku ingin tidur."
Ah, itu adalah usirannya untuk Jerome. Dia ingin tidur, tapi dia akan merasa tidak nyaman jika Jerome ada di sana. Jadi, dia ingin Jerome pergi.
Maka, tanpa mengatakan apa pun, Jerome keluar dari kamar itu. Meski, ketika meninggalkan kamar putranya itu, Jerome merasa ada sesuatu yang mengganjal di dadanya. Entah apa.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Our Fake Marriage
RomansaKetika menyelidiki sekretarisnya, secara kebetulan, Jerome bertemu anak laki-laki berusia tujuh tahun yang kabur dari panti asuhan dengan bayi di gendongannya. Memutuskan jika anak itu akan berguna, Jerome mengadopsinya. Namun, ia sama sekali tak ta...