2 – Javier Darwin
Informasi tentang keluarga Darwin, huh?
"Apa yang harus kubayar untuk mendapatkan informasi itu darimu?" pancing Jerome.
Anak itu tampak goyah, sebelum menunduk menatap buntelan di pelukannya. Dia benar-benar anak yang cerdas. Hanya dengan informasi yang dia miliki dan nama yang disebutkan Jerome, dia sudah bisa mengambil kesimpulan jika Jerome tidak berbohong tentang identitasnya.
"Apa kamu juga bisa memastikan keselamatan anak ini, dari siapa pun?" tanya anak itu, tatapannya masih tertuju pada bayi dalam buntelan di gendongannya.
"Tentu saja," jawab Jerome tanpa ragu.
"Anak ini dijual oleh ayahnya ke panti asuhan," ungkap anak itu tiba-tiba. "Jika kamu berjanji akan memastikan keselamatan anak ini dan memastikan ayahnya tidak akan pernah muncul di depannya lagi, aku akan memberikan semua informasi yang aku punya."
"Kamu akan meminta bayaran itu untuk anak itu? Bukan untukmu?" Jerome mengangkat alis. "Mendengar dari ceritamu barusan, kutebak dia bukan adikmu."
"Memang bukan," aku anak itu. "Tapi, bukan berarti aku menculiknya juga."
"Lalu, kenapa kamu melakukan sejauh ini untuknya?" tanya Jerome. "Bukankah akan lebih mudah bagimu jika kamu meminta perlindungan itu untuk dirimu sendiri?"
Anak itu menggeleng. "Aku cukup kuat untuk melindungi diriku sendiri, tapi tidak dengan anak ini," tandasnya. "Dia masih terlalu kecil dan dia tak bisa melakukan apa pun untuk dirinya sendiri."
Jerome tertegun mendengar jawaban itu.
"Jika kamu sudah menyiapkan kontraknya, aku akan memberikan informasinya padamu," ucap anak itu kemudian. "Aku tahu kamu lebih dari mampu untuk menyiapkan itu sekarang juga. Kamu seorang Darwin."
Jerome mendengus pelan, puas. "Kamu benar." Jerome mengangkat satu tangan, memberi isyarat panggilan pada Greg.
"Ya, Tuan?" Greg membungkuk kecil, menunggu perintah dari Jerome begitu tiba di sebelahnya.
"Anak ini meminta perlindungan untuk bayi di gendongannya sebagai bayaran untuk informasi yang dia punya," Jerome berkata. "Siapkan kontraknya."
"Baik, Tuan," jawab Greg tanpa bertanya tentang anak itu.
Greg lantas menghampiri anak laki-laki itu dan berlutut dengan satu kaki di depannya dengan jarak yang tidak akan membuat anak itu merasa waspada atau tak nyaman.
"Saya akan menyiapkan kontraknya sesegera mungkin, jadi silakan menunggu di mobil," Greg menawari.
"Tidak, sebelum aku mendapatkan kontraknya," tolak anak itu.
Anak itu tahu posisi yang paling aman untuknya, meski itu bukan tempat yang nyaman.
"Kalau begitu, saya akan menyiapkan minum dan selimut selama kontraknya saya siapkan," ucap Greg.
"Selama kamu bisa memastikan minuman itu tidak beracun," balas anak itu.
Jerome mendengus tak percaya. Bagaimana dia hidup selama ini hingga minuman yang seharusnya dia butuhkan karena dia pasti merasa lelah dan kehausan itu ditolaknya hanya karena kemungkinan racun?
"Saya bisa meminumnya lebih dulu," Greg meyakinkan anak itu.
"Baiklah," jawab anak itu akhirnya.
Greg lantas kembali ke mobil untuk mengambil selimut dan sebotol air. Dia meminum air dari botol itu dulu di depan anak itu, sebelum memberikannya pada anak itu. Air yang berkurang sedikit diminum Greg itu dalam sekejap lenyap dari botolnya setelah diteguk anak itu.
Anak itu lantas mengambil selimut yang diberikan Greg tadi, tapi dia hanya menggunakannya untuk menyelimuti bayi di gendongannya. Sementara, anak itu tak sedikit pun tampak peduli pada cuaca dingin dan luka-luka di kakinya. Seberapa jauh dia berjalan, atau mungkin, berlari tadi?
Mendengar cerita singkat anak itu tadi, sepertinya dia datang dari panti asuhan. Greg sempat bilang jika mereka sudah hampir tiba di panti asuhan, tapi melihat jalan yang mereka lalui, tentu itu bukan jalan yang bisa dengan mudah dilewati untuk berjalan, apalagi berlari, tanpa alas kaki. Terlebih di depan sana, sepertinya ada jalan berkelok yang menurun yang sepertinya menuju ke panti asuhan itu.
"Berapa lama jarak dari sini ke panti asuhan itu?" Jerome bertanya pada Greg.
"Sekitar sepuluh menit, Tuan," jawab Greg.
Sepuluh menit perjalanan mobil, huh? Anak itu terlalu gigih untuk anak seumurannya.
"Apa kamu datang kemari untuk ke panti asuhan itu?" Anak itu kembali tampak waspada.
"Ya," aku Jerome. "Tapi, bukan untuk apa pun yang kamu curigai."
Anak itu membuka mulut, mungkin untuk mengatakan ketidakpercayaannya, tapi sepertinya ia menahan kalimatnya karena mengingat identitas Jerome.
"Aku mencari informasi tentang panti asuhan itu," Jerome menjelaskan. "Apa yang harus kubayar untuk itu?"
"Kamu hanya perlu memberikan kontrak yang akan memastikan keselamatan anak ini," tandas anak itu tanpa ragu.
"Lalu, bagaimana denganmu?" tanya Jerome.
"Aku bisa mengurus diriku sediri," jawabnya tanpa ragu.
Hah! Anak yang mungkin berumur tak lebih dari tujuh tahun, berkata dia bisa mengurus dirinya sendiri di luar sana?
What a Darwin way to say.
"Siapa namamu?" tanya Jerome.
"Tidak punya," jawab anak itu pendek.
Tidak punya? Bukan tidak tahu?
"Orang-orang di panti asuhan hanya memanggilku 'Hey', 'Bodoh', 'Tolol', dan semacamnya," lanjut anak itu.
Hah! Jerome mendengus tak percaya. Ia berpikir sejenak, sebelum memutuskan,
"Javier."
"Apa?" Anak itu mengerutkan kening, tampak bingung.
"Javier Darwin," sebut Jerome. "Mulai sekarang, itu adalah namamu."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Fake Marriage
RomanceKetika menyelidiki sekretarisnya, secara kebetulan, Jerome bertemu anak laki-laki berusia tujuh tahun yang kabur dari panti asuhan dengan bayi di gendongannya. Memutuskan jika anak itu akan berguna, Jerome mengadopsinya. Namun, ia sama sekali tak ta...