Chapter XXVII : Pro Drug

206 30 1
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Tidak semua yang terlihat aktif di dunia ini adalah yang benar-benar aktif pandangannya. Pun, tidak semua yang diam memang hanya diam adanya. Semua punya waktu untuk berputar, mungkin kita tidak tahu persis momen diatas dan dibawah yang dialami masing-masing hamba di alam semesta ini. Don't compare your life with others. Everything has its own time.

Hari ini adalah hari duka yang mendalam bagi Keysa. Anak seceria itu hari ini berkelahi dengan sesak tangisnya yang pilu. Sosok yang melahirkannya di dunia ini, telah berpulang pagi ini.

"Sa, yang kuat, ya!" Aku tidak tahu lagi harus berkata apa. Pasti saat-saat seperti ini yang dibutuhkan Keysa bukan ajakan untuk kuat, melainkan tempat untuk dimengerti. Aku memeluknya lebih dalam. Ada rasa kehilangan yang persis Keysa rasakan, tapi bedanya aku tidak berada di momen ini.

"Tinggal aku sama adikku aja Kak yang ada di rumah," rancaunya lagi masih sambil sesenggukan.

Aku hanya menghela napas dan mengelus-elus pundaknya. Dalam hatiku berkata, "aku tahu, Sa. Aku paham rasanya."

Keysa memang tinggal di indekos selama bekerja di Rumah Sakit, meninggalkan adik dan ibunya yang tinggal di rumah. Ayahnya, sudah bercerai dengan ibunya sejak Keysa SMP. Bahkan hampir Keysa tidak pernah tahu kabar ayah kandungnya lagi. Hanya adik dan ibunya lah rumah Keysa pulang ketika off dari pekerjaan. Sebenarnya jarak rumahnya dan Rumah Sakit tidak terlalu jauh, hanya sekitar satu jam. Namun, Keysa memilih hidup dengan ngekos agar bisa mandiri katanya.

"Obat awalnya pahit, Sa. Tapi bisa menyembuhkan. Mungkin takdir ini yang membuat kamu bisa lebih kuat lagi. Naik level lagi," ucapku yang tak sadar ikut meneteskan air mata.

Keysa hanya membalas dengan isak tangis yang masih sama. Kematian ibunya yang mendadak jelas belum membuat dirinya menerima.

"It's okay, Sa. Pelan-pelan aja ikhlasinnya." Aku mengusap pelan pundak Keysa memberinya sedikit kehangatan.

Ibunya Keysa mendadak serangan malam tadi. Ternyata beliau mempunyai riwayat hipertensi yang cukup lama. Mungkin istilah "pembuluh darah pecah" itu menjadi penyebab kematiannya pagi ini.

Suasana duka masih sangat terasa meskipun yang berpulang telah disemayamkan. Seharian ini pula aku menemani Keysa yang masih terpukul batinnya. Waktu sudah menunjukkan pukul 4 sore. Kulihat dokter Proka juga sudah menyusul kesini hendak menjemputku.

"Sa, aku izin pulang dulu gak apa-apa, ya?" pamitku pelan menghadapnya.

Keysa mengangguk, "iya, Kak. Kakak pulang aja, kasian dokter Proka pasti capek habis dari rumah sakit."

"Ya sudah, kamu baik-baik disini. Besok aku temenin lagi," ucapku yang benar-benar pergi meninggalkan Keysa. Untungnya, Keysa masih memiliki kerabat yang sangat peduli padanya. Buktinya banyak sekali keluarga besar yang hadir di suasana duka dari pagi hingga sore ini.

Aku berpamitan satu persatu dengan keluarga Keysa. Lalu aku menghampiri dokter Proka dan mengajaknya pulang. Sudah satu jam dia disini menungguku sambil mengobrol sejak pulang dari rumah sakit jam 2 tadi.

"Sudah mau pulang?" tanyanya.

Aku hanya mengangguk pelan. Habis sudah energiku hari ini. Aku ingin segera mengurung diriku di kamar.

Aku berjalan beriringan dengan dokter Proka menuju mobil. Sesampainya di mobil, dengan pelan aku mendudukkan tubuhku di jok dengan gontai.

"Huh!" embus napasku terdengar berat. Jariku memijat pelipisku sendiri yang mulai terasa pening.

Pro Re Nata [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang