بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Bunyi notifikasi pesan di smarphone-ku menghentikan aktivitasku sejenak. Bunyi notifikasi yang ku-setting khusus ada pesan pribadi membuatku tak sabar siapa yang menjapriku.
Renata, titip obatnya mama di kamu, ya. Setelah jam praktek selesai saya yang ambil sendiri. Mama saya mendadak spasme, sehingga pulang duluan.
Ternyata dokter Proka yang titip pesan. Untung aku sempat membukanya.
"Hmmm ... Baru aja ketemuan udah chating-chatingan aja."
"Eh, apasih, Sa! Jangan suka ngintip kamu." Keysa berdiri tak jauh disampingku. Sepertinya dia hendak lewat, tapi berhenti sejenak ketika aku terpaku ditempat.
"Kak Gafi buat aku aja deh kalau gitu." Ucapnya melengos, kembali berjalan. Ditangannya membawa beberapa paket obat yang telah diracik.
Aku berusaha tak peduli dan lekas mengonfirmasi pesan dari dokter Proka. Meletakkan kembali smartphone-ku dan menuntaskan KIE kepada penerima obat rawat jalan.
" ... Dan obat terakhir ini diminum cukup sekali sehari pada hari pertama ya, Bu. Semua obat tadi diminum setelah makan, alias tidak boleh diminum ketika perut kosong, efeknya nanti bisa mengiritasi lambung. Nanti jika ada mual muntah, nyeri perut, pusing atau sakit kepala bisa jadi karena efek samping dari obat ini ya, Bu. Tidak perlu khawatir, biasanya tidak semua efek samping obat muncul bersamaan." Kalimat demi kalimat aku menjelaskan aturan minum obat antimalaria ini kepada keluarga pasien.
"Maaf, Bu. Tidak adakah obat yang lebih aman yang tidak ada efek samping?"
Aku tersenyum, "Mohon maaf, Bu. Memang ada obat yang rendah efek samping, seperti halnya obat tradisional. Tapi, sekali lagi mohon maaf jika seperti obat tradisional masih kurang dalam capaian pengobatan karena terdapat zat aktif yang belum jelas. Tidak seperti obat-obat kimia yang banyak digunakan sebagai terapi pada umumnya di rumah sakit. Insyaa Allah, manfaatnya lebih besar dibandingkan dengan efek sampingnya yang belum tentu setiap pasien mengalami."
"Oh, iya, ya."
"Iya, Bu."
"Terimakasih ya, Bu."
"Sama-sama, semoga lekas sembuh, Bu."
"Iya, Mari."
"Mari."
Aku tersenyum kembali mengamati kepergian wanita paruh baya yang sempat meminta obat tanpa efek samping. Padahal, pada dasarnya obat, lebih terkhusus obat sintetik yang beredar di masyarakat selalu memiliki dua efek, yakni efek terapeutik dan efek samping. Efek terapeutik inilah yang menjadi tujuan pengobatan, sedangkan efek samping adalah kebalikannya, berharap efek samping ini tidak ada. Seperti halnya obat Paracetamol, obat yang lazim dikenal orang awam ini juga mempunyai efek samping. Dalam jangka panjang Paracetamol mampu mengiritasi hati. Sebenarnya ada hal yang penting, hal yang seharusnya patut disyukuri lebih dari permasalahan tadi, bahwasanya kita perlu bersyukur bahwa dengan obat yang selalu minim ukurannya mampu memperbaiki bahkan menyembuhkan suatu penyakit. Bagaimana jika kita samakan badan kita dengan kendaraan? Bukankah kulit ini sudah banyak luka bekas bedah? Misal, jika demam, bongkar sana bongkar sini, diperbaiki, jahit lagi. Padahal sekecil tablet Paracetamol saja sudah mampu menstabilkan tubuh dari demam, sudah seharusnya patut disyukuri 'kan?
"Emang kita ini instalasi farmasi rumah sakit homeopati? Terapi tanpa efek samping?"
Keysa berucap demikian sambil terkekeh disampingku.
Homeopati. Iya juga sih, ya. Salah satunya pengobatan tanpa efek samping adalah homeopati. Sistem pengobatan ini ditemukan oleh Samuel Hahnemann (Bapak Homeopati) karena beliau merasa tidak puas dengan pengobatan alopati yang jelas mempunyai efek samping karena terdapat zat kimia yang membahayakan tubuh. Hingga awal tahun 1800, beliau telah membuktikan bahwa obat-obat yang dihasilkan dari dosis kecil mampu menyembuhkan penyakit dengan prinsip pengobatan "simila simillibus curenter" atau "like cured by like". Lalu pada tahun 1810, beliau menerbitkan karya berjudul Organon of The Healing Art, sebuah buku dasar-dasar pengobatan Homeophaty. Namun sayangnya, mengapa tidak dikaji lebih dalam tentang pengobatan tanpa efek samping ini karena lagi-lagi pengobatan ini menggunakan bahan alam, sehingga riset yang dibutuhkan cukup panjang tidak seperti bahan obat kimia/sintetik yang memiliki peran jelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pro Re Nata [ON GOING]
Spiritual[Romance - Spiritual] Pro re nata (bila perlu); Tentang kisah yang semestinya ditanggapi seperlunya. Memperkenalkan lakon: dr. Proka dan apt. Renata. Copyright© 2024 by Shintashine