Chapter IX : Ibuprofen

767 96 1
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Aku meminta tolong pada perawat disini untuk menghubungi orang instalasi jika aku tidak bisa kembali ke ruangan. Kakiku masih harus istirahat beberapa jam kedepan. Aku yang sedang haid-pun sangat membantuku untuk tidak banyak beraktivitas siang ini.

"Ini ya, Kak Ren. Obat yang harus diminum, ini airnya. Alhamdulillah, gak ada yang patah atau retak dari hasil X-ray. Kata dokter, hari ini boleh pulang. Tapi jangan dipaksa buat jalan dulu."

"Alhamdulillah. Iya, Makasih ya, Fa," ucapku pada perawat muda nan cantik bernama Zifa. Tak salah lagi, dia adalah idaman bagi penduduk staf rumah sakit ini. Mulai dari satpam hingga dokter muda yang belum mempunyai pasangan, semua tergila-gila dengan kecantikan Zifa.

"Sama-sama. Lekas sembuh ya, Kak."

Aku hanya tersenyum tipis sambil mengangguk.

Aku sangat menyayangkan perkataan dokter yang menyarankan aku untuk istirahat selama 2-3 hari kedepan. Dan itu artinya aku harus absen bekerja. Entah, aku justru bingung jika tidak masuk kerja. Pasti hariku terasa menjenuhkan.

"Sudah baikan?"

Suara itu tidak lain adalah orang yang menabrakku hingga aku tak mampu berjalan untuk beberapa hari kedepan. Entah, sebenarnya salah siapa. Namun, aku juga tak memungkiri kalau dirinya pun berperan atas terkilirnya kakiku.

Telingaku mendengar suara decit sepatu yang kian cepat mendekat.

"Kak Rena! Kamu kenapa sih sebenarnya?"

Ucap heboh suara perempuan yang nyaring itu dihadapanku. Siapa lagi kalau bukan Keysa.

"Jam berapa kok udah kesini?" tanyaku sama sekali tak menjawab pertanyaan Keysa.

"Kak Rena kenapa?"

Aku malah buru-buru mengecek jam tanganku. Ternyata sudah jam dua kurang seperempat. Mungkin resep sudah kosong hingga instalasi menjadi tutup lebih cepat.

"Kak Rena!"

"Aw!"

"Eh, maaf-maaf. Makanya jawab, dong. Kak Rena kenapa kok bisa diperban-perban gini?"

Aku meringis sakit ketika Keysa dengan gemasnya mencoba memegang kakiku yang terkilir.

"Jatuh, gara-gara ..." Aku beralih memandang dr. Proka. Tak lama kontak mata itu terputus. "Gara-gara lari pakai heels."

"Innalillahi, Kak Rena ... Kan aku baru aja bilang tadi kan. Kak Rena gak pernah lho pakai-pakai heels."

"Tapi semua udah terjadi, dan ... begini akhirnya." Pasrahku berucap sambil tersenyum sekilas.

"Lalu dokter Proka?"

Keysa berucap lirih menatapku. Seolah bertanya kenapa ada dokter Proka yang kemari menemaniku.

"Nanti biar saya yang antar Renata pulang. Katanya dia bawa motor hari ini."

Keysa memasang wajah terkejut yang dilebih-lebihkan.

"Kalau Kak Rena bolehin biar motor Kak Rena aku yang bawa. Soalnya dititipin di RS gak aman."

Aku mengernyit. Masa iya motor dititipin di Rumah Sakit ini gak aman? Padahal selalu ada satpam jaga 24 jam kan?

"Kamu gak bareng pulang sama kita aja?" ucapku menawari Keysa. Anak ini tingkahnya berubah aneh. Biasanya semangat sekali ikut campur urusanku, apalagi ada dokter Proka.

Pro Re Nata [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang