بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Ujian pertama terlihat memang menyedihkan, tapi poin terakhirnya selalu mendewasakan. Layaknya aku yang sedang bersedih perihal ketetapan yang sebenarnya telah ditetapkan. Jodoh.
Fase diuji ini begitu aku rasakan diawal, padahal jika ditelaah lebih dalam tentang siapapun yang aku pilih subjek itu tetaplah manusia yang kurang dari sempurna. Dokter Proka dengan segala kelebihan dan kekurangannya serta Kak Gafi dengan segala kelebihan dan kekurangannya pula. Tak sempurna.
Intinya, dengan siapapun aku bersanding, toh aku tidak akan pernah bebas dari semua ujianNya. Hingga suatu saat kutemui ketahanan imanku dalam menghadapi semua ujian itu.
Selayaknya bakteri yang diberi antibiotik tak menentu, tubuhnya bisa kebal dengan sendirinya. Kuat, melebihi obat yang notabene mampu membasminya. Kurasa seperti itu juga ujian bagi ketahanan iman.
Setelah beberapa drama mengejutkan akhir-akhir ini yang melibatkan aku dan dr. Proka secara pribadi, hingga kini merambah ke kumpulan masing-masing keluarga, aku memutuskan untuk mengizinkan dia mengenalku lebih jauh. Tahap mengenal, tentu akhirnya bisa saja jadi ataupun tidak jadi. Karena kecocokan menurutku tidak bisa dipaksakan. Meskipun dokter Proka telah meraih beberapa poin plus dari Abi. Dan, alasan ini juga yang menjadikanku, "Okey, mengenal lebih jauh tentang dokter Proka bukan hal yang terlalu buruk".
"... Obat yang terakhir ini juga diminum tiga kali sehari satu sendok ya, Bu. Ada catatan penting obat harus dihabiskan, ya. Dan jangan konsumsi obat ini setelah 7 hari. Oleh karena itu obat tidak boleh tersisa, apalagi digunakan lagi jika nanti sakit yang sama."
"Kenapa begitu, mbak? Biasanya daya simpan obat bisa lama."
"Sirup ini berupa sirup kering, Bu. Tadi kami sudah melarutkannya dengan air. Karena ada bahan aktif obat yang kurang stabil jika dilarutkan air terlalu lama. Minusnya, bahan aktif obat tidak lagi sama seperti baru dan lebih parahnya sirup bisa jadi tempat tumbuh mikroorganisme lain, jika melebihi batas 7 hari tadi. Harus dihabiskan karena sirup ini berupa antibiotik. Agar mikroorganisme penyebab sakit benar-benar mati, pengobatan harus dituntaskan sampai akhir meskipun terlihat sembuh. Fatalnya jika tidak, nanti mikroorganisme yang belum mati sepenuhnya jadi membentuk kekebalan baru sehingga pengobatan dengan antibiotik ini tidak lagi mujarab, memperpanjang pengobatan jika kembali sakit, dan perlu antibiotik satu tingkat diatasnya."
"Jadi harus habis meskipun tidak terlihat sakit, ya, mbak?"
"Betul, Bu. Kadang istilahnya mikroorganisme sedang 'mati suri'. Jadi, tidak memperlihatkan gejala apapun."
"Oh, begitu. Terima kasih banyak, ya, mbak."
"Iya, terima kasih, semoga lekas sembuh."
Ekor mataku melirik Keysa yang berdiri di sampingku. Sepertinya dia menungguku menyelesaikan aktivitasku.
"Ada apa, Sa? Tanyaku.
"Ini, ada resep yang mis. Dari ... dr. Proka."
Aku menyipitkan mata. Dokter Proka lagi?
"Coba lihat."
Aku mengambil kertas berisi nama obat-obat beserta dosis dan aturan pakainya itu dari tangan Keysa.
"Seharusnya pasien menerima dosis yang lebih rendah dari ini," aku menggerutu lemah setelah melihat daftar obat di selembar kertas itu. "biar aku yang hubungi dokter Proka, kamu gantikan aku dulu, ya."
Aku berjalan dulu ditengah Keysa baru mulai menganggukkan kepalanya, menyetujui perintahku.
Aku berjalan ke meja dimana telepon instalasi berada; telepon yang terhubung dengan telepon lain di beberapa ruangan praktik dokter.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pro Re Nata [ON GOING]
Spiritual[Romance - Spiritual] Pro re nata (bila perlu); Tentang kisah yang semestinya ditanggapi seperlunya. Memperkenalkan lakon: dr. Proka dan apt. Renata. Copyright© 2024 by Shintashine