January 1st
BLAK!!!
Pintu apartemen Julius ditutup di depan muka Marshal. Bukan. Bukan ditutup. Lebih tepatnya dibanting tepat di depan hidung Marshal yang hanya bisa mematung di tempatnya.
Tak lama Jese membuka pintu namun tak terlalu lebar. Cukup untuk menampakkan tubuhnya yang besar itu tapi tidak cukup lebar untuk Marshal bisa menyelinap masuk atau minimal melihat suasana di dalam apartemen Julius.
"Bang, hp nya Bang Julius dong," pinta si manager muda itu dengan muka dan nada bicara penuh rasa bersalah terhadap mantan seniornya itu.
Marshal mengulurkan ponsel Julius yang dibawanya dan belum sempat ia mengucapkan sepatah katapun teriakan Julius terdengar dari dalam.
"Kalo sampe tuh orang masuk ke sini, lo yang gue usir Jese!" titah Julius yang tertangkap pendengaran Marshal.
Jese kembali melempar pandangan meminta maaf kepada Marshal karena tidak berhasil membantunya bertemu maupun berbicara dengan Julius.
"Besok coba gue bujuk lagi ya, Bang. Sorry," bisiknya.
"Gak apa-apa. Thanks, ya, Jese. Gue balik dulu. Kabari gue terus, ya."
Dengan langkah gontai Marshal membawa tubuhnya kembali ke parkiran.
Mungkin Julius masih marah. Bukan mungkin. Kekasihnya itu pasti masih marah dengan Marshal. Mungkin ia butuh waktu untuk meredam emosinya dulu.
***
January 2nd
"Maaf, Pak. Anda mengganggu ketenangan di gedung apartemen ini. Saya sudah memastikan ke penghuni bahwa penghuni sedang tidak ada di unitnya dan Anda tidak diterima sebagai tamu. Mohon Anda pergi dari sini," kata petugas keamanan saat Marshal sudah membunyikan bel apartemen Julius untuk keseratuskalinya.
"Pak, bapak kan tahu saya pacarnya Julius," sahut Marshal dengan muka memelas. Bukan dia berakting memelas tapi dia benar-benar sudah putus asa Julius tidak mau berkomunikasi sama sekali.
"Maaf, Mas Marshal. Sama Mas Julius disuruh pergi. Saya juga gak tega kalo gini. Tapi tadi tetangga-tetangga sebelah udah komplain ke bawah, Mas. Maaf, ya." Petugas keamanan itu melempar pandangan mengasihani serta berbicara dengan nada yang lebih lembut dan melempar formalitas yang ia tunjukkan di awal. Saking seringnya Marshal ke apartemen Julius memang ia mengenal dekat beberapa petugas keamanan di sana.
Bagaimana petugas itu tidak kasihan. Kemeja Marshal yang ia kenakan sedari pagi di kantor sudah berantakan, dasinya sudah ditarik dan menggantung sekenanya di lehernya, rambutnya acak-acakkan.
"Mau saya temani makan dulu di warung bawah gak, Mas? Pasti Mas Marshal belum makan ini," tawar lelaki dengan seragam itu.
Marshal menggeleng, "Tidak, Pak. Saya balik dulu ya, Pak. Terima kasih."
Marshal pun kembali ke mobilnya dengan langkah lunglai.
Telepon dan pesannya tidak ada yang tersampaikan. Marshal yakin Julius memblokir semua jalur komunikasi.
Begitu ia duduk di balik kemudi dan menutup pintu mobilnya, Marshal menelepon Jese.
"Jese, Julius masih ada jadwal?" Marshal tidak berbasa-basi begitu panggilannya terhubung.
"Udah selesai kok, Bang. Emangnya belum balik?" Jese bertanya balik.
Marshal menghela nafas panjang. "Di apartemennya gak ada. Gue sampe diusir security, Jese. Sama Julius disuruh ngusir. Lo gak nganter sampe apartemen emangnya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
A Story of Marshal & Julius - MarkMin AU
FanfictionJulius is a rising actor-model. He works. He loves. Marshal does his best to support Julius. He is the manager. But he falls hard for him. A collection of short alternate universe stories of Jaemin as Julius and Mark as Marshal. Setiap chapter...