03 - Kondisi Elena kritis.

39 6 0
                                    

  Biasanya Dava akan merasa jika hari berjalan sangat lambat, namun berbeda dengan hari ini. Hari ini Dava merasa jika hari berjalan dengan sangat cepat.

  Pagi tadi, ketika meeting bersama para jajaran petinggi perusahaan yang lainnya, Dava masih bisa berkonsentrasi, namun ketika hari semakin beranjak siang, Dava mulai kehilangan fokusnya.

  "Akh, sial!" Umpat Dava sambil meremas kuat rambutnya. Pembicaraannya dengan Elena semalam benar-benar menghancurkan konsentrasi Dava.

  Tanpa sadar, Dava malah melamun, memikirkan tentang biduk rumah tangganya dengan Elena yang sudah berjalan hampir 5 tahun lamanya. Bagi Dava, 5 tahun bukanlah waktu singkat, tapi di satu sisi, Dava juga merasa kalau waktu 5 tahun bukanlah waktu yang terbilang sudah cukup lama.

  "Ya Allah, kenapa semua ini harus terjadi pada saya dan Elena?" gumam Dava dengan raut wajah penuh kesedihan.

  Terkadang Dava merasa jika Allah tidak adil padanya. Dava selalu bertanya-tanya, kenapa semua ini harus terjadi pada rumah tangganya dan Elena? Kenapa harus Elena yang terkena penyakit kanker paru-paru? Kenapa bukan orang lain saja?

  Suara dari telepon yang berdering mengejutkan Dava, membuat semua lamunan Dava sirna. Dengan perasaan malas, Dava mengangkat panggilan yang baru saja masuk.

  "Ada apa?"

  "Pak, ada Pak Vino." Dengan ragu, Nala menjawab pertanyaan Dava. Tadi pagi, Dava sudah memberi tahu Nala kalau hari ini Dava tidak mau diganggu oleh siapapun, karena itulah Nala terlebih dahulu memberi tahu Dava kalau Vino datang, padahal biasanya Nala akan langsung membiarkan Vino memasuki ruangan Dava.

  "Biarkan dia masuk."

  "Baik, Pak."

  Dava langsung merapikan penampilannya.

  Tak lama kemudian, terdengar suara pintu terbuka.

  "Hai." Seperti biasa, Vino menyapa Dava dengan penuh semangat, berbeda dengan Dava yang membalas sapaan Vino hanya dengan seulas senyum tipis.

  "Duduk, Vin."

  Bukannya duduk, Vino malah mendekati Dava. "Lo kenapa?" tanyanya sambil memasang raut wajah bingung.

  "Gue enggak apa-apa," jawab Dava sesantai mungkin.

  "Halah, bulshit!" balas tegas Vino sambil memutar jengah matanya. Vino tidak akan mempercayai jawaban Dava. "Gue yakin kalau lo pasti lagi ada masalah, iya kan?" tanyanya menuntut.

  Dengan lesu Dava mengangguk.

  "Ada masalah apa?"

  Dava beranjak dari duduknya, lalu duduk di sofa. Vino mengikuti Dava, dan memilih untuk duduk di hadapan Dava.

  "Jadi ... lo lagi ada masalah apa? Lo lagi berantem sama Elena? Keluarga lo? Atau kantor lo lagi bermasalah?"

  "Gue berantem sama Elena." Dava menjawab pelan pertanyaan Vino.

  Vino langsung menggelengkan kepalanya sesaat setelah mendengar jawaban Dava. "Bisa-bisanya lo  berantem sama Elena di saat kondisi Elena lagi sakit parah kaya sekarang."

  "Elena yang memulainya, Vin,"  balas ketus Dava.

  "Ceritain sama gue, biar gue paham, dan siapa tahu, gue bisa memberi nasehat."

  "Lo mau minum apa?" Dava malah mengalihkan pembicaraan, karena sebenarnya Dava tidak mau membahas tentang pertengkarannya dan Elena pada Vino.

  Untuk kedua kalinya, Vino memutar matanya. "Jangan mencoba untuk mengalihkan pembicaraan, Dav," ucapnya ketus.

Istri kedua sang CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang