18 - Pilihan Elena.

22 3 0
                                    

  Hari ini Nala tidak masuk kantor, membuat Dava mau tak mau harus mengerjakan pekerjaan yang biasanya menjsdijadi Dava merasa jauh lebih lelah ketimbang hari-hari sebelumnya. Setelah menyapa kedua orang tuanya, Dava bergegas pergi ke kamar untuk menemui Elena.

  "Ke mana dia?" gumam Dava ketika tak melihat Elena di tempat tidur atau pun di sofa. Dava meletakkan tas kerjanya di sofa, saat itulah Dava melihat pintu ke arah balkon dalam keadaan terbuka, membuatnya yakin kalau di sanalah Elena berada.

  Tebakan Dava benar, saat ini Elena berada di balkon. Elena sedang duduk di sofa sambil menatap lurus ke depan.

  Langkah Dava sempat terhenti ketika sadar kalau saat ini istrinya tersebut sedang melamun. Helaan nafas panjang sekaligs berat Dava terdengar.

  "Jangan terus melamun, Elena!"

  Teguran Dava mengejutkan Elena. Secara spontan Elena menoleh ke arah Dava, dan saat itulah Dava bisa melihat jelas wajah Elena.

  Raut wajah Dava berubah cemas ketika melihat wajah sang istri  sudah basah oleh air mata. "Kamu nangis?" tanyanya sambil menyeka air mata yang membasahi wajah Elena.

  Elena tersenyum tipis, lalu bergegas untuk menyeka air mata di wajahnya.

  "Elena, kamu kenapa? Cerita sama, Mas?" Dava benar-benar tidak akan bisa tenang sebelum tahu apa alasan Elena menangis.

  "Aku gak apa-apa kok, Mas."

  "Bohong!" Dava tahu kalau Elena berbohong. "Cerita sama Mas, siapa tahu Mas bisa bantu," lanjutnya dengan nada yang jauh lebih lemah lembut.

  "Tadi siang setelah jemput Reigan, aku pergi jenguk Nala, Mas."

  Dava terkejut. "Kok kamu gak bilang sama Mas kalau kamu mau jenguk Nala?"

  Elene tersenyum tipis. "Aku yakin kalau kamu pasti sibuk banget di kantor, makanya aku gak bilang sama kamu kalau aku mau jenguk Nala. Maaf ya, Mas."

  "Iya, tadi Mas memang sibuk banget," jawab lirih Dava. "Terus kenapa kamu nangis, hm?" tanyanya sambil terus menatap lekat Elena.

  Elena tidak langsung menjawab pertanyaan Dava.

  "Sayang!" Dava menegur Elena yang malah melamun. "Tolong jawab jujur pertanyaan Mas supaya Mas bisa tenang," lanjutnya dengan nada yang jauh lebih lembut.

  Elena menarik dalam nafasnya,  kemudian menghembuskannya secara perlahan-lahan. "Tadi Nala cerita sama aku kalau Om Hartono menolak lamaran kamu, Mas."

  Dava terkejut, tapi bisa dengan cepat kembali menormalkan mimik wajahnya. "Nala sendiri yang ngomong?" tanyanya memastikan.

  "Iya, Nala sendiri yang ngomong sama aku kalau Om Hartono tidak akan menerima lamaran kamu, Mas." Elena menjawab lirih pertanyaan sang suami.

  Dava tak tahu, apa ia harus merasa senang atau sedih atas kabar yang baru saja ia terima. Tapi Dava memilih diam, tak memberi tanggapan apapun. Dava memeluk Elena, dan Elena membalas erat pelukan sang suami.

  "Mas, apa yang harus aku lakukan?" Elena membatin. "Aku gak mau rencana aku untuk menikahkan kamu dengan Nala gagal, Mas," lanjutnya sambil memejamkan matanya.

                               ***

  Wildan dan Ayu baru saja keluar dari lift ketika bertemu Dava yang juga baru saja datang. Ketiganya lalu berkumpul di ruang keluarga.

  "Dav, mana Elena?" Dava datang sendiri, membuat Ayu jadi penasaran, di mana Elena?

  "Elena ada di kamar, Bu. Lagi istirahat."

Istri kedua sang CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang