14 - Rasa penasaran Malik.

14 3 0
                                    

  Saat matanya terbuka, Sri mendapati Hartono di sampingnya. "Bapak ke mana ya?" gumamnya sambil mengedarkan pandangannya ke penjuru kamar, tapi Hartono tak terlihat di mana pun. Sri menuruni tempat tidur sambil terus memanggil Hartono, tapi tak ada tanggapan dari Hartono, membuatnya yakin kalau Hartono tidak ada di kamar. Setelah membersihkan diri, Sri keluar dari kamar.

  "Pak!" Sri kembali berteriak, tapi tetap tak ada tanggapan dari Hartono, membuat perasaannya semakin tak tenang. Lagi-lagi Sri berteriak.

  Teriakan Sri didengar Nala yang baru saja keluar dari kamar. Nala bergegas mendekati Sri. "Ada apa, Bu?" tanyanya dengan raut wajah cemas.

  "Nala, kamu lihat Bapak gak?"

  Nala langsung menggeleng. "Enggak, Bu. Nala juga baru aja keluar dari kamar."

  "Bapak enggak ada di kamar."

  "Mungkin Bapak ada di dapur, Bu, atau mungkin lagi ada di taman belakang."

  "Ya sudah kalau begitu, tolong kamu periksa taman belakang, biar Ibu yang periksa dapur."

  "Ok."

  Sri dan Nala berpisah. Sri pergi ke dapur, sedangkan Nala pergi ke taman belakang.

  Helaan nafas lega Nala terdengar ketika akhirnya ia melihat Hartono. Hartono sedang duduk di kursi sambil melamun. Nala menghela nafas panjang, tak perlu bertanya untuk tahu apa yang saat ini sedang Hartono pikirkan. Hartono pasti masih memikirkan tentang ucapan Dava tadi malam. Nala kembali melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti.

  "Pak." Nala tidak mau membuat Hartono terkejut, karena itulah Nala menegur pelan Hartono sambil mengusap pelan kedua bahunya.

  "Ada apa?"

  "Ibu nyariin Bapak." Nala lalu duduk di samping Hartono.

  Hartono diam, enggan menanggapi ucapan Nala. Hartono terus menatap lurus ke depan dengan pandangan yang sulit Nala artikan.

  Nala mengurungkan niatnya untuk berbicara saat melihat kedatangan Sri.

  "Ternyata Bapak di sini." Sri akhirnya bisa bernafas lega ketika mendapati sang suami dalam keadaan baik-baik saja.

  Hartono menoleh. "Ada apa, Bu?"

  Sri menggeleng. "Enggak ada apa-apa," jawabnya sambil tersenyum tipis. "Ayo kita sarapan, makanannya sudah siap."

  Ketiganya pun pergi menuju ruang makan.

  Suasana sarapan hari ini berbeda dengan suasana sarapan di hari-hari sebelumnya. Sejak memasuki ruang makan, Hartono hanya diam, tak mengatakan apapun, membuat Nala
merasa tak nyaman. Nala ingin sekali memulai pembicaraan untuk mencairkan suasana, tapi Nala takut kalau inisiatifnya malah akan membuat suasananya semakin memburuk. Pada akhirnya, Nala pun memilih diam.

  "Pak, Bu, Nala berangkat ya."

  Sri mengangkat wajahnya, raut wajahnya berubah bingung ketika melihat makanan di piring Nala masih banyak. "Nala, kenapa makanannya gak habis? Makanannya gak enak ya?"

  Biasanya Nala akan selalu menghabiskan makanannya, jadi saat Nala tidak menghabiskan makanannya, Sri berpikir jika Nala tidak menyukai menu sarapan hari ini.

  Cepat-cepat Nala menggeleng.  "Makanannya enak kok, Bu."

  "Terus kenapa gak kamu habisin?"

  "Nala masih kenyang, Bu."

  "Ya sudah kalau kamu memang masih kenyang, tapi nanti siang jangan lupa makan ya, jangan sampai gak makan, nanti kamu sakit."

  "Iya, Bu." Nala beranjak dari duduknya, secara bergantian menyalami Hartono dan Sri.

Istri kedua sang CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang