10 - Pertemuan Nala dengan keluarga Dava.

45 5 0
                                    

  Hari ini, Elena bangun lebih pagi dari biasanya. 

  Elena tidur dalam pelukan Dava. Secara perlahan-lahan, Elena mengangkat tangan kanan Dava yang memeluk erat tubuhnya, lalu bergerak mundur menjauhi sang suami. Elena melirik Dava, menghela nafas lega ketika melihat sang suami masih tertidur, sama sekali tidak merasa terganggu karena pergerakannya barusan. Setelah memastikan kalau Dava benar-benar tidak akan terbangun, barulah Elena keluar dari kamar.

  Elena dan Ayu berpapasan ketika Elena akan memasuki ruang makan, dan Ayu baru saja keluar dari ruang makan. Keduanya sama-sama terkejut.

  "Loh, kok udah bangun, Sayang?"

  "Elena lapar, Bu." Salah satu alasan Elena bangun lebih pagi dari hari-hari sebelumnya sebenarnya bukan hanya karena Elena merasa lapar, tapi karena Elena juga harus mempersiapkan hidangan untuk menjamu Nala nanti malam.

  "Ya udah, ayo. Ibu akan buatkan sarapan untuk kamu, Sayang." Ayu mengajak Elena menuju ruang makan.

  Ayu sibuk memotong buah-buahan, sedangkan Elena sedang menikmati roti bakar buatan Ayu.

  "Bu." 

  "Iya." Ayu membalas ucapan Elena tanpa melirik sang menantu. 

  "Nanti malam, calon istri Mas Dava mau makan malam di sini." Awalnya, Elena akan memberi tahu Wildan dan Ayu tadi malam, tapi karena semalam ada kejadian tak terduga, jadi Elena tidak sempat memberi tahu keduanya.

  Ayu terkejut. Dengan gerakan sangat cepat, Ayu berbalik menghadap Elena. "Nanti malam, calon istrinya Dava mau makan malam di sini?" tanyanya memperjelas.

  "Iya, Bu. Elena ingin segera memperkenalkan wanita itu sama Bapak dan juga Ibu." Elena sama sekali tidak terkejut atas respon yang Ayu berikan. Sudah Elena duga kalau Ayu pasti akan terkejut.
                                                                                                 ***

  Nala menghampiri Hartono yang saat ini sedang bersantai di kursi goyang.

  "Pak, Ibu mana?" Nala tidak melihat Sri di sekitarnya, membuatnya penasaran, ke mana perginya Sri?

  "Ibu ada di kamar, lagi istirahat, kenapa?" 

  Nala menggelengkan pelan kepalanya. "Enggak apa-apa, Nala cuma nanya aja, Pak," jawabnya sambil tersenyum tipis.

  Hartono memperhatikan Nala, mulai dari atas sampai bawah. "Kamu mau pergi?"

  Dengan perasaan ragu, Nala mengangguk. "Iya, Pak, Nala mau pergi, bolehkah?"

  "Kamu mau ke mana lagi?" 

  "Nala di undang makan malam di rumah teman Nala, Pak."

  "Ya udah, tapi pulangnya jangan malam-malam ya." Hartono tidak akan melarang Nala pergi. Hartono sama sekali tak menaruh rasa curiga, dengan kata lain, Hartono mempercayai Nala, karena itulah Hartono tak mengajukan banyak sekali pertanyaan pada Nala, seperti bertanya, siapa teman yang Nala maksud? Di mana alamat rumahnya? Apa ia mengenalnya? Dan juga pertanyaan-pertanyaan lainnya. 

  Perasaan Nala seketika berubah menjadi lega setelah mendengar ucapan Hartono. Awalnya Nala berpikir kalau Hartono akan memberinya banyak pertanyaan, atau bahkan melarangnya untuk pergi.

  "Ya udah, Nala pergi ya, Pak."

  "Iya, hati-hati ya, Nak."

  "Pasti, Pak." Nala memutuskan untuk tidak pamit pada Sri yang saat ini sedang istirahat.

  Nala baru saja memasuki mobil dan akan memakai sabuk pengaman ketika ada panggilan masuk dari Elena. 

  "Halo, Mba."

Istri kedua sang CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang