13 - Terhalang restu.

22 2 0
                                    

  Hari yang Nala tunggu-tunggu akhirnya tiba. Malam ini, Dava dan Elena akan datang untuk menemui kedua orang tua Nala.

  Sejak beberapa menit yang lalu, Nala terus berjalan mondar-mandir sambil sesekali melirik jam yang menghiasi pergelangan tangan kirinya. "Duh, kenapa Pak Dava sama Mba Elena belum datang juga ya?" gumamnya panik.

  Beberapa menit sebelumnya, Elena sudah mengirim pesan pada Nala, memberi tahu Nala kalau dirinya dan Dava sudah dalam perjalanan.

  Ponsel Nala yang ada di atas meja berdering nyaring. Nala bergegas meraih ponselnya, lalu mengangkat panggilan dari Elena.

  "Assalamualaikum, Nala." Elena terlebih dahulu menyapa Nala.

  "Waalaikumussalam, Mba."

  "Mba cuma mau kasih tahu kamu kalau sebentar lagi, Mba sama Mas Dava sampai ya."

  Detak jantung Nala semakin berdebar cepat, bahkan kini kedua telapak tangannya mulai mengeluarkan keringat dingin. "Iya, Mba."

  Setelah pembicaraan antara dirinya dan Elena selesai, Nala ke luar dari kamar. Nala pergi menemui orang tuanya yang sejak  tadi sudah menunggu di ruang keluarga.

  Kedatangan Nala disadari Hartono dan Sri.

  "Barusan Mba Elena telepon Nala, dan Mba Elena bilang kalau sebentar lagi mereka akan sampai," ucap Nala begitu sudah berhadapan dengan kedua orang tuanya.

  Ucapan Nala terbukti benar. Selang beberapa saat kemudian, terdengar suara mobil memasuki halaman rumah.

  "Itu pasti mereka," gumam Hartono.

  Sri langsung memberi isyarat pada pelayan untuk membukakan pintu. 

  Rasa gugup Nala semakin menjadi-jadi ketika mendengar suara langkah kaki yang semakin lama semakin terdengar jelas. "Bismillah," gumamnya yang hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri.

  Hartono, Sri, dan Nala berdiri ketika melihat kedatangan Dava dan Elena.

  "Assalamualaikum." Dava dan Elena mengucapkan salam secara kompak.

  Hartono, Sri, dan Nala pun membalas salam keduanya dengan sama kompaknya.

  Dava menyalami Hartono, lalu di saat yang bersamaan, Elena menyalami Sri, sebelum akhirnya keduanya berganti posisi.

  "Silakan duduk," ucap Hartono sambil menunjuk sofa yang ada di hadapannya.

  Setelah mengucap terima kasih,  Dava dan Elena duduk, begitu juga dengan yang lainnya. Posisi duduk Dava berhadapan langsung dengan Hartono, begitu juga Elena yang berhadapan dengan Sri, sedangkan Nala duduk sendiri di sofa yang berbeda dari mereka semua.

  Tak lama kemudian pelayan datang, membawa minuman serta  kudapan.

  Sri mempersilakan Dava dan Elena untuk menikmati minuman serta makanan yang sudah tersaji di meja.

  "Jadi ... apa tujuan Nak Dava dan Nak Elena datang ke sini?" Hartono tak mau berbasa-basi. Hartono ingin segera tahu, apa maksud serta tujuan keduanya datang ke kediamannya.

  Nala meneguk kasar ludahnya, tak menyangka kalau Hartono akan langsung bertanya. Kedua tangan Nala yang saling bertaut mulai mengeluarkan keringat, detak jantungnya pun semakin cepat, sampai-sampai Nala bisa mendengar sendiri suara detak jantungnya.

  "Ya Allah, semoga semuanya berjalan lancar. Aamiin." Dalam hati, tak henti-hentinya Nala memanjatkan doa.

  "Tujuan saya dan istri saya datang ke sini untuk menemui Bapak dan Ibu selaku orang tua Nala, alasannya karena saya ingin mempersunting Nala, menjadikan Nala sebagai istri kedua saya." Kalimat tersebut Dava ucapkan secara lugas dan tegas.

Istri kedua sang CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang