"terkadang mulut orang tua-lah yang mematahkan semangat anaknya sendiri."
-Arnovea raveena.Bagaimana tidur cantik gadis itu?
Tidak disangka, ia begitu nyenyak sekali tanpa ada gangguan sedikit pun. Bahkan tubuhnya ditutupi oleh jaket milik Ashlan.Kini gadis itu baru saja sampai ke rumahnya. Ia meletakkan sepeda motornya itu di garasi. Ia pun melepaskan helm dari kepala cantiknya itu dan mulai melangkah ke arah pintu rumahnya, setelah itu perlahan membukanya.
Clik..
"Ara, pulang." ucapnya sambil berjalan masuk.
Hening. tidak ada sahutan sedikit pun dari Anita. Alasannya cuman dua, tidak ada di rumah atau masih marah sama Arnovea.
Ia menghela napas dan mulai melangkah ke arah kamar tidurnya berniat beristirahat.
"Arnovea, jangan masuk ke kamar dulu. Ada sesuatu yang harus kita bicarakan sekarang."
Pergerakannya terhenti saat mendengar suara Anita dari arah ruang tamu. Ia berbalik dan melihat wajah tegas dari Anita yang lagi duduk di salah satu sofa di sana.
"Cepat ke sini. Jangan buang-buang waktu mama dengan kamu diam saja di situ." ucap Anita lagi dengan tatapannya tidak pernah lepas dari anaknya itu.
Arnovea berjalan mendekati Anita, hatinya sudah mulai terusik akan rasa yang begitu gelisah, akan pertanda masalah selanjutnya akan datang setelah ini.
ia pun sampai di sofa yang Mamanya sedang duduki, setelah itu ikut duduk di samping Anita dengan sedikit ketegangan yang ia rasakan di tubuhnya itu sekarang.
"Bicaralah, Ma. Ara mendengar."
"Kita sudah bicarakan ini tadi malam. Ara, Mama benar-benar tidak sanggup lagi dengan kamu seperti ini. Mama sampai sakit sekali kepala karena memikirkan kamu terus." ucap Anita membuat gadis itu menghela napas kasar.
Benar akan firasat dari gadis itu, masalah antara mereka berdua akan berlanjut dan mungkin akan lebih parah setelah ini.
"Siapa yang salah, Ma? Buat apa Mama mengambil pusing dengan semua itu? Mama pasti tau bukan? Bahwa Ara tidak akan mungkin bisa di keluarkan dari kampus."
"Tapi kamu mikir gak, Ra?! Sedikit saja dari perbuatanmu itu. Mikir gak akan nasip dari semua korban kamu itu?! Apa kamu gak kasihan? Lihat! Lihat, Ra! Banyak korban yang berbaring di rumah sakit, dan itu ulah kamu!" teriak Anita dengan Arnovea menatap mamanya itu sekarang tanpa ekspresi apapun di wajahnya.
"Peduli? Buat apa? Mereka yang salah, bukan aku."
"Dasar tidak punya hati nurani!" teriak Anita yang makin keras.
"Benar, itulah saya. Arnovea Raveena, anak anda sendiri." ucap Arnovea begitu bangga.
"Kamu begitu bangga mengatakan itu? Apa tidak ada rasa malu di dalam dirimu?"
"Malu? Buat apa? Kalau aku masih melakukan hal yang benar, buat apa aku merasa malu?"
Tidak dapat dipercaya, gadis itu benar-benar tidak mau mengalah dengan mamanya sendiri.
"Kamu tidak akan berhenti, bukan? Kalau begitu Mama akan antar kamu ke Pesantren tempat Ammar nanti!" ucapnya dan membuat Mata Arnovea terbelalak.
"Apa?! Tidak! Aku tidak mau!" bantah Arnovea dan langsung berdiri dari sofa.
"Kenapa? Kamu juga di sini tidak akan mendengarkan saya, bukan? Kalau di sana kamu pasti akan patuh dengan Paman kesayanganmu itu."
"Mama gak denger? Aku. Tidak. Mau!"
Tegas Arnovea dengan menatap tajam ke arah mamanya itu.Tubuh Arnovea merinding. Ia membayangkan akan ketakutannya yang ada di tempat sana. Salah satu alasan dia seperti ini, ada di sana. Mana mungkin ia mau kembali ke sana?
"Jangan membantah kata Mama, Arnovea Raveena!!"
Arnovea terdiam sebentar. Bagaimana dia tidak membantah Mamanya? Kalau rasa takutnya, berada di sana. Apa sebenarnya Mamanya berniat membunuhnya dengan rasa takut yang selalu menghantuinya ini?
"Sekarang lihat, Ma. Kita sama. Tidak punya hati nurani!" teriak Arnovea tidak ada sama sekali mau mengalah dengan Mamanya itu.
"Jangan samakan saya dengan kamu! Saya bahkan tidak pernah menyiksa orang lain seperti kamu lakukan." ucap Anita setelah itu ikut berdiri dan sekarang berhadapan dengan Arnovea.
"Bukan orang lain, tapi kepada Anak Mama sendiri!"
"Saya tidak pernah menyiksa kamu, Arnovea!"
Arnovea tertawa sambil menepuk tangannya. Lucu sekali. Kebohongan yang begitu nyata yang baru saja dia dengar. Benar Anita tidak menyiksanya secara fisik, tapi secara mental.
"Bullshit!"
"Anak kurang Ajar!!"
Plak! Plak! Plak!
Tamparan yang berturut- turut mendarat kewajah Arnovea. Gadis itu terhuyung sedikit ke belakang. Ia menyeringai dan menatap Mamanya.
"Lihat? Kita sama." ucapnya dan membuat Anita tidak habis pikir dengan anaknya ini.
"Dengar saya katakan dengan kedua telinga kamu itu, Arnovea." tegas Anita.
"Silahkan, saya selalu mendengar semua perkataan anda."
"Saya menyesal. Seumur hidup penyesalan yang paling saya sesali adalah harus melahirkan Anak seperti kamu di rahim saya, Arnovea Raveena!"
"Dan Arnovea, gak minta dilahirin dari rahim anda. Anita Alvarendra." Sahut Arnovea dengan cepat.
"Arnovea!!" teriak Anita dengan marah sekarang.
Plak! Plak! Plak! Plak! Plak!!
Amarah dari Anita tidak bisa dihentikan. Ia menampar terus menerus wajah Arnovea karena luapan dari Emosinya.
Bagaimana reaksi gadis itu? Ia tidak melawan atau menghindari semua pukulan itu. Ia menerima dengan sukarela semua amarah dari Mamanya tersebut. Kalau itu hanya satu-satunya cara buat Meluapkan semua emosi Mamanya. Ia ikhlas.
Tubuh Arnovea berdiri tegak tanpa ada getar sedikitpun. Bibirnya mulai mengalirkan darah segar akibat tamparan Mamanya yang begitu keras itu. Tetapi dia tetap diam tanpa menghentikan atau menghindari itu semua.
Anita akhirnya berhenti. Tangannya bergetar hebat setelah memukuli Arnovea. Menakjubkan. Ia takjub akan ketegaran anaknya itu. Rambut yang kusut karena perbuatannya dan darah mengalir dari bibirnya, masih bisa tegak dengan sempurna tanpa menglihatkan rasa sakit kepadanya.
Anita lari dari sana meninggalkan Arnovea yang masih terdiam. Suasana kembali hening, Arnovea tertawa kecil dan mengusap rambutnya ke arah belakang.
"Nyeri tapi lebih nyeri di sini." gumamnya sambil memukul dadanya sendiri. Tanpa persetujuannya sendiri, Air mata turun mengalir di pipinya.
Jarang Anita memukulnya seperti sekarang. Ia biasanya lebih menyakiti Arnovea dengan perkataan tidak dengan cara kekerasan.
--•0•0•0--
Anita sampai pada kamarnya dan langsung terjatuh ke samping tempat kasurnya.
"Apa yang sudah aku lakukan pada Anakku sendiri..." ucapnya sambil melihat kedua tangannya yang begitu bergetar hebat.
"Ya Allah...ampuni Hamba..." ucapnya dan mulai bersujud. Airnya tidak dapat ia tahan lagi, tangisan mulai terdengar yang awalnya pelan akhirnya makin keras.
"Mama gak bermaksud, Sayang...Mama sayang sama Arnovea." ucapnya.
Nyeri. Mereka berdua sama nyerinya. Hati yang sama akan rasa sakit yang tidak kurang sedikitpun dari satu sama lain.
Makasih buat yang sudah baca, jangan lupa vote dan komen.
Siapa yang pernah gini? Atau lagi di fase ini?
Siapapun itu, dari aku semangat ya!!💕💕
KAMU SEDANG MEMBACA
Will I recover?
Romansa[SEBELUM BACA FOLLOW DULU!!!!] --•0•0•0-- "Kalau gue hari ini merasakan sakit, itu berarti gue harus bikin orang lain lebih sakit dari gue rasakan hari ini." "Pundak gue sudah tidak kuat. Terlalu banyak beban yang gue tanggung di sini." "Rumah aku b...