BAB 13

1.3K 50 0
                                    

“Gila lo?! Senyum-senyum enggak jelas kayak gitu”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Gila lo?! Senyum-senyum enggak jelas kayak gitu”

Aruna menatap ke arah Dian yang tengah melepaskan kuku palsunya. Aruna masih saja ersenyum. Aruna tidak bisa melupakan percintaannya dengan Calvin yang terjadi tadi pagi. Bayangan Calvin mengerang bersamanya melintas begitu saja. Wajah penuh kepuasan yang Calvin berikan membuat Aruna merasa bangga dengan dirinya sendiri. Suaminya puas dengan tubuhnya.

“Ini juga, lo kenapa mendadak mau lepas kuku palsu?” tanya Dian, menatap Aruna lagi. Perempuan itu mendatangi salonnya, dan meminta untuk melepaskan kuku panjang yang ada di tangannya. “Mana bawa anak lagi,” gerutu Dian, melirik ke arah sofa, di sana ada Cia tengah bermain ponsel.

Aruna melirik ke arah Cia yang anteng dengan ponsel, melihat tontonan anak-anak. Sebelum ke sini, Aruna menjemput Cia terlebih dahulu ke rumah Clara. Aruna ingin pergi di temani oleh Cia, dan menghabiskan waktu bersama gadis kecil itu.

“Mau ganti nail art?” tanya Dian lagi. Tidak ada satu pun pertanyaannya yang di jawab oleh Aruna.

Aruna menggelengkan kepalanya. “Enggak, gue enggak mau pakai kuku panjang lagi. Bahaya kalau gue pakai kuku panjang, mending pendek aja.” Bahaya karena kuku panjang Aruna selalu melukai Calvin saat mereka bercinta. Tadi pagi pun, kuku Aruna meninggalkan bekas di punggung Calvin.

Dian menatap Aruna memicing. “Tumben? Selama ini enggak pernah lepas dari kuku panjang kebanggaan lo ini.”

Aruna mengangkat tangan kanannya yang kelima jarinya sudah di lepaskan kuku palsunya. “Bagus juga kalau kuku gue pendek. Nanti pangkas dikit, ya, Yan. Masih panjang ini.”

“Mau di pangkas sampai segimana, Run?” tanya Dian. Perempuan itu melepaskan kuku palsu terakhir yang ada di jari kiri Aruna. Matanya menatap kuku asli Aruna yang panjangnya hanya 2 senti.

“Pendekin dikit lagi, Yan. Habis itu baru di nail art, model yang sama kayak tadi.”

Dian menatap Aruna, wajah perempuan itu lebih berseri dari pada biasanya. “Erika udah cerita ke gue, katanya lo sama Calvin ngentot juga.”

Aruna melirik ke arah Cia sejenak, kemudian baru menatap Dian lagi. “Ngomongnya jangan frontal gitu, Yan. Kalau Cia dengar gimana?”

Dian melirik Cia. “Dia sibuk main HP juga. Volume HP-nya aja full itu gue yakin, mana kedengaran omongan kita sama dia.” Dian mengomentari suara ponsel Cia yang terdengar kencang sampai mengisi keheningan di ruangan ini. Untungnya, Dian belum ada pelanggan hari ini. “Jadinya gimana?” tanyanya, kembali menatap Aruna.

“Gimana apanya?” pertanyaan Dian terdengar ambigu bagi Aruna, dan Aruna bingung harus menjawab apa.

Dian berdecak kesal. “Lo belum cerita, ya, ke gue!” Dian melotot juga pada akhirnya. “Terakhir, gue dapat kabar dari telepon niat lo yang mau program apa itu? Bayi botol? Apa bayi jadi-jadian?”

Titik TungguTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang